Pengelolaan Banjir

Medan Harus Belajar dari Sejarah

Medan, (Analisa). Pengelolaan banjir di Kota Medan harus belajar dari sejarah. Sejarah mencatat Kota Medan awalnya di­rancang sebagai kota anti banjir, sejak pertama kali didirikan, pindah dari Labuhan Deli ke kawasan sekitar Lapangan Merdeka pada abad ke 19.

Demikian diungkapkan Sejarawan Unimed, Ichwan Azhari, Jumat (16/9). Ia mengatakan didirikannya Kota Me­dan karena Labuhan Deli tidak bisa dikembangkan sebagai kota modern karena selalu terancam banjir.Untuk itu didirikan kota anti banjir, dan dipilih lokasi yang berdekatan dengan dua alur sungai yang bisa mengurai banjir dengan cepat.

"Kota Medan sejak didirikan telah melibatkan ahli-ahli pengelola banjir dari Belanda. Sepuluh tahun sejak Me­dan diresmikan sebagai kota (1 April 1909), Pemko Medan zaman Be­landa memiliki dokumen pengelolaan banjir yang menakjubkan. Medan tidak akan seperti Batavia, Medan kota anti banjir 200 tahun ke depan," tulisnya di akun Facebook-nya, Selasa (13/6).

Berdasarkan sumber yang pernah dilihatnya di Belanda, ada jalur-jalur riol berbagai ukuran dan di berbagai kedalaman seperti lorong-lorong ra­hasia dibangun di bawah tanah Kota Medan. Ada empat sektor saluran pem­buangan air dengan berpuluh kilometer riol yang dibangun dengan ilmu pe­ngetahuan modern lintas disiplin.

"Belanda punya dokumen tentang itu, tapi rinciannya seperti apa, kita harus ke sana. Pemko harus menca­rinya. Dokumen itu harusnya ada di Pemko Medan kalau ada kesadaran arsip yang baik. Itu sejarah kota. Data awal bagaimana Kota Medan dikelola, termasuk lebar jalan, sungai, selokan, riol-riol, harusnya bisa dimiliki pemko dan kebijakan tentang banjir serta pembuatan riol baru harus melihat peta itu idealnya," ujarnya.

Ia mengatakan pemerintah saat ini baiknya mempelajari sejarah ran­cang­an awal Kota Medan sebagai kota anti banjir, tidak harus menjiplak na­mun sebagai refleksi termasuk penge­lolaan anggaran besar yang pernah disiapkan Pemko Medan zaman Be­landa.

"Dulu zaman Belanda, Pemko tidak panik kalau musim hujan. Jadi belajar dari sejarah itu gunanya agar sekarang bisa lebih baik, tidak kalang kabut. Walikota pun sekarang ikut korek parit. Peta Medan Urban Development Pro­ject (MUDP) yang tahun 1980-an saja, Pemko Medan tidak punya, koq bisa? Pengelolaan infrastruktur hanya bisa dilaksanakan kalau ada kesadaran sejarah yang tinggi di jajaran Pemko Medan," tambahnya.

Menurutnya riol-riol yang dibangun jaman pemerintahan Belanda itu tidak pernah ditemukan dan dikelola karena Pemko Medan tidak memiliki arsip jaringan anti banjir tersebut. Padahal kepemilikan arsip sejarah kota bisa menjadi pelajaran dalam mencari akar permasalahan kota.

"Tidak perlu meniru sama persis, tapi untuk belajar. Ini tidak hanya terjadi di Medan tapi juga di kota-kota lain seperti Jakarta. Perubahan perkem­bang­an kota seperti daerah resapan air yang disemen dan kurangnya pepo­honan menimbulkan masalah baru yang membuat pemko syok dan galau. Itulah gunanya mempelajari arsip kota anti banjir tadi," ungkapnya. (amal)

()

Baca Juga

Rekomendasi