Ritual sembahyang arwah ditandai dengan pembakaran replika rumah, pembakaran hio besar dan kecil, pembakaran replika baju, sepatu, selop serta pembakaran kertas sembahyang lainnya tersebut turut dihadiri Ketua Yayasan Budi Luhur Harun (Alun) diwakili Jhoni Harun serta sejumlah pengurus Yayasan Budi Luhur lainnya. Tidak sampai di situ, ritual sembahyang arwah yang berlangsung khitmad tersebut juga ditandai dengan penyediaan sesajian berupa makanan dan minuman serta buah-buahan lainnya.
Menurut Jhoni Harun, prosesi sembahyang arwah dipimpin seorang Saikong dan dihadiri sejumlah Pengurus Yayasan Budi Luhur serta puluhan warga masyarakat Tionghoa dari kawasan Kedai Durian Kecamatan Medan Johor.
Dia menjelaskan, sembahyang Pho Tho dilakukan untuk mengirim doa kepada leluhur yang arwahnya tidak punya keluarga. “Bahkan menurut kepercayaan bahwa bulan ketujuh pintu neraka telah terbuka, maka bulan ini disebut sebagai bulan hantu berkeliaran. Ritual sembahyang ini setiap tahunnya dilaksanakan dan biasanya pada bulan ketujuh,” jelas Jhoni Harun.
Sebagai bentuk penghormatan sekaligus upaya menenangkan hati para arwah/roh dan memberikan perlindungan bagi keluarga yang ditinggali, maka para arwah diberikan berbagai sesaji berupa makanan dan uang kertas atau replika baju, rumah dan harta benda yang dibakar.
“Semua makanan-makanan yang enak serta berbagai sesajian lainnya merupakan kegemaran leluhur semasa hidup tersebut, diletakkan di atas meja yang dimaksudkan untuk menjamu para leluhur,” ujarnya.
Dalam kesempatan itu, Jhoni Harun menyampaikan ucapan terima kasih kepada seluruh pengurus Yayasan Budi Luhur yang telah mendukung dan bekerja dalam menyukseskan sembahyang arwah. Ucapan terima kasih juga disampaikannya kepada seluruh pihak-pihak yang ikut membantu pelaksanaan ritual Pho Tho yang setiap tahun dilaksanakan. Ritual tersebut diakhiri dengan makan bersama seluruh pengurus dan keluarga besar Yayasan Budi Luhur lainnya. (rel/msm)