Sikap Muslim Menghadapi Penistaan Terhadap Agamanya

Oleh: Sofyan 

Menurut catatan Syaikh Syafiur Rahman al-Mubarakfury dalam Kitab Sirah Nabawiyah bahwa Umar bin Khatab masuk Islam karena menghina dan melakukan tindakan sewenang-wenang terhadap baginda Nabi saw. dan kaum Muslimin. Belaiu terkenal dengan wataknya yang tempramental, keras dan kejam terhadap orang Islam, suka mabuk, minum-minuman keras. Namun di sisi lain, Umar merasa taajub dan kagum terhadap kesabaran orang-orang Muslim dalam menghadapi ujian berat mempertahankan aqidahnya, sehingga dia merasa bahwa apa yang diserukan Islam jauh lebih bagus dan lebih agung dari ajaran lain. Hal ini pulalah yang membuatnya menjadi ragu-ragu terhadap agamanya yang lama. 

Kebingungan dan kegalauan Umar semakin bertambah manakala orang terdekatnya mengakui kebenaran risalah Islam, Fatimah sang adik ternyata telah masuk Islam terlebih dahulu, beliau menganiaya dan memukul Fatimah sampai berdarah. Lalu Umar membaca Alquran yang dipegang oleh Fatimah, Surat Taha ayat 14,”Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tiada ilah selain Aku, maka sembahlah aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat-Ku”. 

Akhirnya Tuhan memberikan hidayah kepadaUmar, beliau mencari-cari Nabi saw. lalu setelah bertemu menyatakan dirinya masuk Islam. Betapa gembiranya umat Islam saat itu, terlebih lagi Rasul saw. karena do’anya telah diistijabah Tuhan, dalam do’anya Rasul bermohon,”Ya Allah kokohkanlah Islam dengan salah satu dari dua orang yang paling Engkau cintai dengan Umar bin Khatab atau Abu Jahal bin Hisyam,” ternyata orang dicintai Allah adalah Umar bin Khatab. 

Ada dua hal penting yang dapat diambil dari kisah di atas berkaitan dengan sikap kita sebagai seorang Muslim menghadapi orang yang menista agama kita yakni mendo’akan orang yang menghina Islam dan bersabar menghadapi tekanan yang diberikan kepada kita. 

Mendoakan Orang

yang Menzalimi

Rasulullah saw. menegaskan,”ad-duau silahul mukminin” (do’a senjata orang beriman), beliau mengajari kita agar mengadukan semua urusan yang tidak sanggup untuk kita hadapi pada Sang Pencipta kehidupan. Kelemahan yang kita miliki tidak seharusnya membuat kita frustasi dan stres menghadapi problematika hidup yang kita alami. Masih ada Tuhan bersama kita, yang tidak mengantuk lagi tidur, yang salalu mendengarkan rintihan dan harapan hamba yang meminta kepada-Nya. 

Banyak ujian dan cobaan yang dialami umat Islam, seandainya baginda Nabi saw. masih hidup niscaya dia akan menangis melihat realita umat hari ini. Lihat saudara-saudara kita Muslim yang dibantai, dibunuh di Suriah, Palestina, Afganistan, Myanmar dan lainnya, mereka mengalami penderitaan yang luar biasa. Mereka meninggalkan tempat tinggal tanpa tujuan pasti dan tidak membawa barang-barang kecuali yang bisa dibawa, setiap saat mereka harus bersiap-siap menghadapi kematian. 

Tentu mereka senantiasa berdo’a agar mereka yang melakukan kezaliman diberi hidayah untuk menghentikan tindakan aniaya dan anarkis. Kekuatan do’a orang-orang yang dizalimi dan do’a kita yang senasib dan merasa kasihan kepada mereka mungkin belum didengar Tuhan saat ini, barangkali Tuhan ingin melihat bagaimana perjuangan kaum Muslimin menghadapi ujian tersebut. Suatu saat pasti Tuhan akan mendengar dan mengabulkan do’a kaum Muslimin untuk membalikkan keadaan, mungkin tinggal menunggu waktu yang tepat saja, sebagaimana yang telah dialami baginda Nabi saw. dengan Islamnya Umar bin Khatab.

Sabar Menghadapi Ujian

dan Cacian

Rasulullah saw. adalah tauladan kita dalam menjalankan ajaran Islam, beliau telah menegaskan bahwa orang-orang yang memeluk din yang hanif ini ibarat memegang “bara api”. Banyak cobaan dan rintangan yang harus dihadapi, mulai dari ejekan, cacian, pemboikotan, tidak mendapatkan perlakukan yang layak, dikucilkan dan berbagai hal lain yang tidak menyenangkan. Maka mereka yang tidak sanggup memegang bara api yang panas itu akan kita mencampakkan dan melemparkannya, namun mereka yang tetap berkeinginan mengikuti jalan yang benar akan bersabar menghadapi panasnya bara itu. Dia akan bertahan untuk mempertahankan keyakinan yang hak, yang akan membawanya ke jalan lurus yang mulia. 

Sejarah telah mencatat bagaimana penderitaan yang dialami muallaf Muslim saat itu sangat berat, lihat bagaimana Bilal bin Rabah dicambuk, ditindih batu untuk kembali kepada aqidahnya yang lama, begitu juga dengan kaum Muslimin yang lain, banyak mengalami siksaan yang kejam, namun mereka istiqamah dan tetap pada pendiriannya yang benar. Kendati mereka mengalami penderitaan namun derita itu hanya sementara, tidak kekal selamanya. Mereka kelak akan merasa bahagia dan gembira dengan janji Allah swt. membawa dan memasukkan mereka ke tempat kebahagiaan yang kekal abadi, di sisi Rabbul a’la yang Rahman dan Rahim. Sabar bukan berarti diam saja, ada saatnya kita melakukan tindakan bijaksana menghadapi aksi mereka yang melakukan aniaya.

Hinaan Melalui Media Sosial

Hinaan maupun cacian terhadap Islam tidak akan berhenti, upaya untuk mengikuti dan memalingkan kita dari ajaran yang benar akan terus ada sampai umat Islam mengikuti seruan mereka. Tuhan telah menjelaskannya dalam Alquran,”Tidak akan ridha orang-orang Yahudi dan Nashara sampai kita mengimuti millah mereka”. Millah di sini dapat diartikan pindah agama, mengikuti gaya hidup maupun pola pemikiran. 

Berbagai cara dilakukan untuk melemahkan iman orang Islam, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung mereka menghina kita dengan menggunakan media, baik media elektronik maupun media sosial. Melalui media sosial mereka buruk-burukkan Islam seperti gambar Ka’bah dan Masjid Nabawi yang ditongkrongi dan diberaki oleh seekor babi besar, karikatur Nabi saw. yang dikelilingi oleh wanita-wanita penghibur dan berbagai tindakan nista lain, bagi seorang Muslim hal seperti tentu menimbulkan kemarahan yang luar biasa.

Kasus penghinaan yang serupa terjadi di Desa Sihepeng Kecamatan Siabu Kabupaten Madina menyerang Desa Pardomuan Kecamatan Sayurmatinggi Tapanuli Selatan pada Senin malam yang lalu gara-gara penistaan agama Islam melalui media sosial facebook. Akibat penyerangan tersebut empat rumah rusak di Desa Pardomuan rusak dan kehidupan mencekam karena ada isu balas dendam.

Sebagai seorang Muslim yang baik sejatinya kita bisa menahan diri untuk tidak melakukan aksi brutal dan anarkis, karena dikhawtirkan akan menimbulkan kekacauan dan prahara yang lebih parah lagi. Sejatinya kita harus berpikir panjang dan alangkah baiknya kalau kita bersabar, menahan diri kemudian melaporkan kepada pihak yang berwenang untuk menangkap dan menahan mereka yang dengan keji menghina agama kita. 

Bisa kita bayangkan hanya karena media sosial yang tidak bisa dipertanggungjawabkan darah kita mendidih dan tidak bisa menahan amarah lalu dengan membabi buta menghancurkan rumah tempat tinggal orang lain yang tidak ada sangkut pautnya dengan masalah tersebut. Tentu kita merasa kasihan terhadap mereka yang rumahnya dihancurkan, karena mereka menjadi korban pelampiasan marah sebagian umat Islam. Cara-cara yang seperti ini tentu bukanlah tindakan yang bijaksana. 

Sikap bertabayun harusnya didahulukan oleh umat Islam dengan mencari sumber masalah lalu memberikan hukuman kepada mereka yang berbuat salah tersebut tanpa melibatkan mereka yang tidak mengetahui akar permasalahan. 

Sebagai seorang Muslim kita harus waspada terhadap upaya untuk mengadu domba antar umat beragama, sehingga terjadi kekacauan dan keributan yang berbau sara. Untuk itu kita sebagai Muslim harus bisa menahan diri, menjaga keamanan dan ketentraman serta kepada aparat keamanan agar selalu sigap mencegah keributan yang dapat menimbulkan pertikaian yang membara. Semoga Sumatera Utara yang kita cintai ini aman dan damai, amin.

Penulis dosen di STAI Darularafah Deli Serdang

()

Baca Juga

Rekomendasi