Bertahan dari Gempuran Sepatu Impor

KESADARAN masyara­kat Indonesia untuk mengon­sumsi produk lokal hasil karya anak bangsa mulai tumbuh dalam beberapa tahun ini. Hal itu terlihat dari meningkatnya penjualan produk sepatu sekolah, olahraga dan kantoran merek 'Desle' yang merupakan produk asli pe­ngusaha lokal Yogyakarta.

Haryamto, pemilik produk sepatu merek 'Desle' mengata­kan, awal di­dirikan enam tahun lalu, produk lo­kal sangat bersaing dengan produk sepatu impor. Citra sepatu lokal ce­pat rusak dan cepat mengelupas sangat lekat dipikiran masya­rakat Indonesia.

“Yang penting beli sepatu ber­merk luar negeri meski pabrik yang buat hanya ber­tetangga dengan pa­brik sepatu lokal. Lebih daya lebih modis dan segudang alasan lain­nya," kata di sela-sela acara Awarding Ceremony Desle School Wefie di Yogyakarta, beberapa waktu lalu.

Perlahan namun pasti dengan berbagai strategi marketing yang gencar selama enam tahun tersebut dan juga gencarnya kampanye cintai produk dalam negeri, mulai dirasa­kan dampak bagi produk sepatu lokal atau nasional.

“Acara besar-besar dengan dis­kon harga sepatu yang besar dan ga­ransi sepatu rusak ter­nyata mam­pu mengubah per­sep­si masyarakat akan produk lokal yang gampang rusak atau jebol,” ungkapnya.

Sebagai produk sepatu lokal Yog­yakarta diakui Haryamto, kegi­atan Yogja Night Run, pemberian hadiah siswa berprestasi di seko­lahan yang ada di Indonesia ternyata mam­pu mendongkrak penjualan sepatu ‘Desle’ secara nasional.

“Pelajar, mahasiswa kini tidak lagi melirik sepatu produk impor dengan harga mahal, namun mulai melirik sepatu produk dalam negeri dengan harga terjangkau dan kualitas­nya tidak kalah dengan sepa­tu impor,” jelasnya.

Dibuat Dalam Negeri

Sepatu impor, lanjutnya, jika di­telusuri lebih lanjut saat ini lebih banyak diproduksi di da­lam negeri dan hanya mengan­dalkan lisensi dari pemilik merek sepatu luar negeri. “Su­dah ada rasa kecintaan produk dalam negeri yang tak kalah kual­itasnya dengan produk impor yang di produksi di Indonesia juga,” ujarnya.

Menurutnya, sepatu ‘Desle’ yang diarti­kan Depok Sleman atau De­sainnya Orang Ledok saat ini telah memproduksi sekitar 20 ribu pasang sepatu dalam satu bulan dan terus mengalami peningkatan dengan target pasar di kawasan Indonesia timur.

“Kita sengaja menggenjot penju­alan di Indonesia bagian timur ka­rena risiko bisnis cukup kecil. Di In­donesia bagian barat banyak an­caman bencana yang tentunya me­ng­ancam pasar sepatu,” terangnya.

Sementara, Rohmad Suha­dak, Marketing Communica­tion Desle mengatakan pasar sepatu ‘Desle’ di kawasan Pulau Jawa juga memiliki pangsa pasar yang cukup besar teru­tama di kota besar bahkan di kabup­aten. “Di Jawa Tengah sudah banyak ditemukan outlet sepatu Desle seperti di Kebumen, Pati, Kudus dan kabupaten lainnya di Jawa Te­ngah,” ungkapnya.

Berbagai CSR yang digelar ‘Des­le’ ke sekolah-sekolah di Yogja dan Jawa Tengah sangat positif men­dongkrak penjualan produk ini de­ngan semakin ba­nyaknya outlet hing­ga ke kota kecamatan. Ter­ma­suk kompe­ti­si Desle School Wefie yang ba­ru saja digelar sangat efektif promosi kepada kalangan pe­lajar yang ada di Indonesia. “Pe­la­jar dari usia dini coba kita ta­namkan untuk cinta para produk dalam negeri dengan harga terjangkau dan ber­kua­li­­tas,” terangnya. (vn)

()

Baca Juga

Rekomendasi