Lhokseumawe, (Analisa). Kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Aceh Utara mengutamakan para alumni Perguruan Tinggi (PT) untuk diangkat menjadi Penyuluh Agama Islam yang akan memberi pencerahan agama bagi masyarakat di kabupaten ini.
“Rekrutmen Penyuluh Agama Islam sudah diperketat, sebelumnya posisi ini dapat diisi lulusan SMA/sederajat, tetapi sekarang diutamakan sarjana khusus non pendidikan,”ujar Kasi Bimas Islam, H.Marwan S.Ag kepada Analisa di ruang kerjanya, Senin (5/9).
Pihaknya memprogramkan rekrutmen Penyuluh Agama Islam, khususnya di kantor Kementerian Agama Aceh Utara, akan dituntaskan September karena sejauh ini masih tahapan sosialisasi persyaratan sebagai kelengkapan berkas.
Posisi Penyuluh Agama Islam tahun sebelumnya juga dapat diisi imam besar masjid, karena persyaratan tidak harus sarjana. Sementara bagi santri dari pesantren harus mendapat rekomendasi Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) setempat.
Selain itu, Penyuluh Agama Islam juga tidak boleh dari kalangan tenaga honor, yang menerima gaji dari anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK) serta dari sumber APBN.
Di sisi lain, kuota Penyuluh Agama Islam untuk Aceh Utara tahun ini dikurangi dari 984 orang menjadi 200 orang. Pengurangan ini dilakukan oleh Kementerian Agama disebabkan keterbatasan anggaran.
Disebutkan, keberadaan Penyuluh Agama Islam diharapkan dapat menjadi informan perkembangan keagamaan di tengah masyarakat. Selain, juga tersebut harus mampu memberi pencerahan agama bagi masyarakat melalui mimbar khutbah serta mampu memberikan konsultasi agama Islam untuk masyarakat.
Marwan mengajak seluruh masyarakat, khususnya di Aceh Utara, untuk senantiasa berpegang teguh pada ajaran ahlussunnah waljamaah (Aswaja) dan jangan terpengaruh dengan ajaran sesat. “Sekarang ini masyarakat sudah melaksanakan pengamalan agama Islam sesuai syariat, jadi jangan diusik dengan hal yang aneh-aneh,”sebutnya.
Selain itu, Penyuluh Agama Islam yang sudah tercatat sebagai honorer kategori dua (K2) di kantor Kementerian Agama (Kankemenag) Aceh Utara, diharapkan dapat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS). “Kiranya kebijakan ini dapat dipertimbangkan,” tandasnya. (kdn)