Pemandian Putri Hijau

Tempat Berwisata sekaligus Minta Hajatan

PEMANDIAN Putri Hijau salah satu situs sejarah yang usianya sudah mencapai ratusan tahun.

Pemandian Putri Hijau yang berada di Pamah, Kampung Delitua Keca­matan Namorambe Kabupaten Deli­serdang juga disebut Pancuran Gading.

Kenapa disebut Pancuran Gading. Karena Pemandian Putri Hijau tersebut dulunya me­miliki tiga pancuran, terbuat dari bambu kuning (buluh gading).

Sehingga warga di sana me­nyebutnya Pancuran Gading. Kata ini lebih dikenal di daerah lokasi situs sejarah tersebut.

Pemandian Putri Hijau yang terda­pat di depan pintu masuk di bagian bawah benteng me­nurut kalangan banyak orang meru­pakan sumber mata air keramat, yang dipercaya sebagai tempat mandinya Putri Hijau.

Sehingga kebanyakan pe­ngunjung yang datang ke lokasi tersebut, di samping berwisata, sekaligus me­nyempatkan diri untuk meminta hajatan dengan medianya zat air yang berada di Pemandian Putri Hijau.

Mereka yang datang ke sana beranggapan, de­ngan perantara zat air Pemandian Putri Hijau berharap apa yang diinginkan bisa terkabul. Ten­tunya semua itu tidak terlepas dari keyakinan dan kepercayaan masing-ma­sing.

Informasi tersebut diperoleh dari warga yang berada di sekitar lokasi Pemandian Putri Hijau. "Mereka yang ke sini keba­nya­kan meminta hajatan dengan mandi dan meminum air di Pe­mandian Putri Hijau.

Bila mereka berhasil, ada yang memberikan sumbangan untuk mere­novasi Pemandian Putri Hijau. Lantai keramik ini salah satu sumbangan dari pengunjung yang keinginannya berha­sil dipenuhi.

Tapi, sumbangan ini tidak ada paksaan. Tergantung ke­mam­­puan mereka masing-masing.

"Sedangkan pemerintah se­tem­pat selama ini tidak ada per­hatian terhadap situs ber­sejarah ini," ungkap salah seorang warga yang meminta namanya tidak ditulis kepada wartawan, Senin (16/1).

Sebelum memasuki areal Pe­mandian Putri Hijau, cerita­nya, para pengunjung diwa­jib­kan meminta izin terlebih dahulu kepada para leluhur.

Pengunjung saat datang me­nye­dia­kan rokok atau daun sirih yang kemu­dian diletakkan di salah tugu yang tingginya sekitar satu meter tidak jauh dari areal Pemandian Putri Hijau.

Setelah itu para pengunjung me­nyam­paikan niat dan keingi­nan (hajat) sambil menuju Pe­mandian Putri Hijau.

"Begitu setiap hari dianjurkan oleh penjaga di lokasi tersebut. Ini meng­hargai para leluhur. Kita saja harus ketuk pintu atau mengucapkan salam. Di sini harus meminta izin kepada para leluhur," sebutnya.

Hasil pengamatan, beberapa pe­ngun­jung bersama ke­luar­ganya usai berkunjung dan mandi di Pemandian Putri Hijau mem­bawa pulang air yang telah dimasukkan dalam se­jumlah jeri­ken.

“Malam-malam tertentu juga ba­nyak yang datang kemari meminta ha­jatan de­ngan ber­sihkan badan melalui zat air Pemandian Putri Hijau. Dalam menyambut bulan Ramadan pun banyak pengun­jung yang datang selama sebulan penuh,” pung­kasnya.

Diakuinya, pengunjung yang datang ke lokasi Peman­dian Putri Hijau kebanyakan pribumi. Dari luar negeri juga ada seperti Malaysia, Singa­pura, dan Thai­land. Mereka datang sebagai ta­mu/kunju­ngan untuk melihat pe­ning­galan sejarah kerajaan ter­besar di Sumut.

Selain Pemandian Putri Hi­jau, ada juga pemandian pang­lima. Panglima ini meru­pakan penga­wal pribadi Putri Hijau pada zaman dahulu. Setiap tamu kerajaan yang ingin berte­mu dengan Putri Hijau harus lebih dulu meminta izin ke pang­limanya. Pemandian pang­lima ini loka­sinya tidak jauh dari Pe­mandian Putri Hijau.

Di sisi lain ada Benteng Putri Hijau. Masyarakat pada umum­nya memer­cayai keberadan benteng tanah di Delitua ber­kaitan erat dengan kebera­daan Pe­mandian Putri Hijau yang katanya airnya keramat.

Pantauan, benteng itu seba­gian sudah dihancurkan untuk membuka jalan menuju Pe­mandian Putri Hijau. Selain itu di sekitar benteng Putri Hijau juga sudah berdiri perumahan, se­hingga bisa mengancam situs sejarah tersebut. (bardansyah)

()

Baca Juga

Rekomendasi