Tibor Scitovsky

Orang Amerika Suka Menyendiri

PADA Agustus tahun lalu, penulis menerbitkan sebuah artikel “Membahas Perbandingan Cara Hidup ala Tiongkok dan Amerika Serikat.” Di daratan Tiong­kok ada­lah sedemikian kotor, sedemi­kian kacau dan sekaligus menye­nangkan, sebaliknya AS adalah sede­mikian indah gunungnya, sedemikian jernih airnya dan sekaligus kesepian manusianya.

Bagi orang dari daratan Tiong­kok yang hidup di AS, masalah terbesar bagi mereka adalah kesepian. Penyebab timbulnya kesepian tentu saja adalah perbedaan ras dan perbedaan kebudayaan.

Namun pengamatan lebih lanjut menunjukkan, orang Tionghoa yang di AS memang menempuh kehidupan yang penuh kesepian, namun orang Amerika yang di AS sendiri nampaknya juga menderita kesepian, paling tidak lebih kesepian daripada orang Tionghoa yang hidup di Tiongkok.

Banyak orang Tionghoa yang datang ke AS bagaikan orang desa masuk kota, semula yang dicari adalah riuh rendahnya keramaian, tidak tahunya AS adalah sebuah pedesaan besar. Orang Tionghoa yang hidup di AS merasakan kesepian yang tak tertahankan, mungkinkah orang AS mampu menahan kesepian yang demikian? Mungkinkah orang AS lebih terbiasa hidup menyendiri dan lebih tidak takut kesepian ketimbang orang Tiong­hoa?

Kelihatannya memang demikian. Orang Amerika memang lebih terbiasa hidup menyen­diri dan lebih tahan kese­pian dibandingkan dengan orang Tiong­hoa bahkan dibandingkan dengan orang banyak negara. Ini semata-mata terbentuk oleh sejarah Amerika. Bayang­kanlah sejarah dan bagaimana AS dibangun serta orang-orang seperti apa yang mem­bangunnya, maka akan menjadi jelas.

Seperti diketahui, AS diba­ngun oleh sejumlah orang Eropa yang pergi jauh meninggalkan kampung halaman, me­nga­rungi samudra dan lautan, datang dan menetap di benua baru Amerika Utara. Benua baru kosong nyaris tidak dihuni manusia, orang-orang yang suka berke­rumun dan suka bersenda gurau, keba­nyakan tidak akan datang kesana, yang datang pastilah mereka yang sudah ter­biasa menyendiri, dan tahan menanggung kesepian. Orang seperti apa yang rela meninggalkan dunia berbudaya di Eropa yang sudah ditinggali secara turun temurun? Justru orang-orang semacam inilah yang telah membangun AS.

Tibor Scitovsky seorang ahli Ekonomi AS yang lahir di Hongaria dalam bukunya yang terkenal “the joyless economy-the psychology of human satisfaction” me­nunjukkan, dibandingkan dengan orang Eropa Barat, orang Amerika lebih cen­derung menyendiri.

Perbedaan

Statistik penjadwalan waktunya me­nunjukkan perbedaan yang paling men­cengangkan. Di dalam waktu terjaga, wak­tu untuk me­nyendiri bagi orang Ame­rika 50% lebih banyak daripada orang Eropa Barat. Di rumah, orang Amerika nonton televisi sendirian dua kali lipatnya orang Eropa Barat, waktu berkumpul dengan keluarga adalah separuhnya.

Bukti lain yang mencengang­kan,fakta kecenderungan orang Amerika untuk tinggal menyendiri adalah migrasi orang lanjut usia. Masyarakat dari kebanyakan negara setelah pensiun akan kembali tinggal di tempat asal mereka, karena mereka ingin berdekatan dengan teman-teman, kerabat, kenalan-kenalan dan teman-teman sekerja mereka yang lama.

Orang Amerika justru bertindak seba­liknya. Banyak sekali orang lanjut usia Amerika setelah pensiun pindah untuk me­netap di California, Florida atau Mexico yang beriklim sedang. Ada orang-orang yang membeli sebuah kemah atau housing coach, kemudian tinggal berpin­dah-pindah dari satu kamp ke kamp yang lain selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun.

Ada juga orang-orang tua yang mem­beli rumah pensiun atau masuk ke rumah pensiun. Hal ini menunjukkan bahwa mereka tidak ingin tinggal hidup bersama de­ngan orang-orang yang telah hidup ber­sama pada waktu mereka masih gagah dan kuat.

Ini menunjukkan hubungan mereka dengan orang-orang sekitar pada masa lalu, mungkin tidak banyak, mungkin tidak mendalam, mungkin tidak berharga. Diban­dingkan dengan masyarakat lain, mobilitas orang Amerika sangatlah besar, termasuk mobilitas sosial dan mobilitas geografis. Hal mana menghalangi terjadinya persahabatan yang mendalam, dan persahabatan yang mendalam ini telah mengikat orang-orang di negara lain di kampung halaman mereka.

Mengobrol merupakan suatu kenik­matan dalam hidup. Berbincang-bincang sedikitnya memerlukan dua orang. Tibor Scitovsky menemukan, orang Eropa Ba­rat jauh lebih suka mengobrol daripada orang Amerika. Orang Eropa Barat tak perduli pekerja kasar ataupun pekerja kantor, ketika bekerja pada jam kantor lebih suka berbincang daripada orang Amerika, apalagi pada waktu luang.

Mirip

Di antara orang Eropa, watak orang Inggris sangat mirip dengan orang AS, namun orang Inggris lebih menyukai perbincangan daripada orang Amerika. Orang Inggris memakai banyak waktu untuk berbincang,dengan teman dan o­rang asing, di dalam suasana kontak sosial yang hangat di bar.

Bar di Inggris lebih banyak daripada di AS, jumlah rata-tata orang Inggris berkunjung ke bar juga lebih sering daripada orang Amerika. Orang Perancis dan o­rang Jerman juga demikian. Data statistik Tibor Scitovsky menyatakan jumlah kunjungan rata-rata orang Perancis dan orang Jerman ke bar atau kedai kopi adalah dua kali lebih banyak dari orang Amerika.

Tibor Scitovsky menuliskan bahwa di AS, orang-orang ke kedai kopi dan bar bukan untuk berbincang dengan orang lain. Melainkan hanya untuk minum. Pe­ngaturan bar AS yang tipikal mencer­minkan tujuannya para pelanggan duduk di depan meja kedai yang panjang dan lurus, menghadapi pelayan dan tidak saling berhadapan, hal ini mempermudah untuk memesan minuman, berguna bagi orang-orang untuk mengkonsumsi minu­man mereka secara diam-diam, bukan untuk berbincang.

Di AS, kedai kopi juga bukan untuk orang tinggal berlama-lama dan berbin­cang, melainkan hanya untuk orang-orang minum kopi. Ada kedai kopi yang bahkan me­nempelkan pengumuman, meminta pe­langgan untuk tidak tinggal berlama-lama.

Namun, Tibor Scitovsky mengatakan, di dalam kebanyakan (mungkin semua) negara dan kebudayaan, orang yang pergi ke kedai kopi adalah untuk tinggal ber­lama-lama, mereka membayar biaya hanya untuk izin tinggal dan ruangan tinggal yang disediakan pemilik kedai.

Tinggal semacam ini memberikan kemudahan bagi orang-orang untuk ber­bincang dengan teman, memberikan ke­mu­dahan untuk menikmati perasaan ter­masuk dalam kelompok tertentu, baik itu untuk berbicara ataupun untuk mende­ngarkan.

Tentu saja pemilik kedai kopi di luar negeri juga mengejar keuntungan, cara mereka adalah memperkecil ukuran gelas bir dan gelas kopi, agar pelanggan mem­bayar lebih banyak pada minu­mannya, dengan demikian, pelanggan boleh tinggal berlama-lama, pemilik kedai pun juga dapat memperoleh keun­tungan.

Mendesak pelanggan untuk cepat-cepat minum dan cepat-cepat pergi adalah suatu hal yang paling tidak disukai oleh pemilik kedai, karena pemilik kedai mengetahui, bahwa orang-orang itu terutama bukanlah untuk minum, mereka justru kesana untuk berkelompok orang yang disana, justru datang untuk berbincang, untuk berkerumun, untuk meng­alami keramaian, datang untuk suasana semacam itu.

Orang Amerika agak jarang mengun­jungi bar dan kedai kopi.

Tibor Scitovsky mengatakan, salah satu keistimewaan orang Amerika yang sering dikomentari orang luar negeri ada­lah, orang Amerika tidak suka sem­barangan berkunjung untuk berbin­cang, kalau ke rumah teman pun mesti sudah janjian terlebih dahulu.

Dengan demikian jumlah kunju­ngan­nya tentu akan berkurang. Dengan kata lain, saling berkunjung di rumah orang Amerika juga lebih sedikit dibandingkan dengan orang di banyak negara.

Hal ini menunjukkan, orang Amerika memang sebenarnya le­bih terbiasa me­nyendiri dan lebih tahan menghadapi ke­sepian dibandingkan dengan orang Tiong­­hoa maupun orang banyak negara lain. Sekalipun masyarakat Amerika telah mengalami perubahan yang sangat besar, namun keistimewaan tertentu masih tetap dipertahankan. (hu ping/ebn/ar)

()

Baca Juga

Rekomendasi