Subulussalam, (Analisa). Pemerintah Kota Subulussalam melalui Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) setempat mengoptimalkan potensi kayu kapur di kawasan Kedabuhan, Kampung Jontor dan Lae Ikan, Kecamatan Penanggalan sebagai Taman Hutan Raya (Tahura).
Pohon kayu kapur itu berada di pinggir jalan nasional Subulussalam-Medan, dinas terkait akan menata kembali dengan menambah sejumlah infrastruktur pendukung untuk memperindah kawasan Tahura menjadi tujuan wisata baikwisatawan mancanegara maupun lokal.
“Kawasan ini kita jadikan lokasi Tahura Subulussalam. Kita kaya dengan kayu kapur, kenapa tidak kita potensi. Program saya, lokasi ini dijadikan tujuan destinasi wisata,” kata Kepala DLHK Kota Subulussalam, Syafrianda kepada Analisa, Minggu (22/1).
Ia menambahkan, Tahura juga bisa dijadikan tempat penelitian ilmu pengetahuan, pendidikan, penunjang budidaya, pariwisata, budaya dan lokasi rekreasi. Apalagi kawasan ini sangat sejuk dan dingin, sehingga memberikan kenyamanan bagi pengunjung.
Selain kayu kapur, di kawasan tersebut juga terdapat kayu damar dan meranti serta sejumlah kayu lainnya. Di kawasan itu, juga terdapat sejumlah air terjun yang sangat jernih dan ada bendungan mengalir dari arah bukit ke bawah jembatan.
Syafrianda menjelaskan, lokasi Tahura ini sudah ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: SK.941/Menhut-II/2013 tertanggal 23 Desember 2013 disebutkan luas Tahura Subulussalam mencapai 1.486 hektare yang terletak di Desa Jontor dan Lae Ikan, Kecamatan Penanggalan,
Ia memaparkan, program pembangunan jangka panjang di lokasi Tahura Subulussalam seperti pengelolaan secara makro bersifat indikatif disusun berdasarkan kajian aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya.
Sedangkan rencana pembangunan jangka pendek, ujar Syafrianda seperti perencanaan, perlindungan hutan, pengawasan dan pemanfaatan. Ia menekankan Tahura Subulussalam telah memiliki master plan pembangunan fasilitas di daerah itu.
Di lokasi tersebut akan dibangun infrastruktur visitor center, guest house (penginapan), shelter (tempat duduk atau pondok tinggi), menara pandang, jalan treal, coservation response unit (CRU) gajah, lokasi out bond, bumi perkemahan dan sejumlah fasilitas lainnya.
“Tahura ini juga bisa menghasilkan PAD. Karena yang kita jual adalah keindahan hutan, maka perlu dibangun sejumlah infrastruktur pendukung. Anggaran kami upayakan dari APBN, mudah-mudahan ini bisa terwujud, “ kata Syafrianda. (sdr)