Memaknai Tradisi Imlek Secara Buddhist

Oleh: Bhikkhu Thitavamso Thera

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa

SETIAP tahunnya Dalam budaya ma­syarakat Tionghoa melaksanakan bebera­pa festival dan salah satunya adalah fistival hari besar imlek yang selalu dirayakan de­ngan suka cita dan meriah pada kesem­pa­tan tahun ini perayaan yang sering dikenal tahun baru imlek dirayakan pada tanggal 28 januari 2017. Setiap festival memiliki makna, ciri khas, maksud dan tujuan ter­sendiri. Begitu juga dengan imlek. Di Ti­ongkok, adat dan tradisi wilayah yang berkaitan dengan perayaan Tahun Baru Imlek sangat beragam. Namun, kesemua­nya banyak berbagi tema umum seperti per­jamuan makan malam pada malam Tahun Baru imlek. Imlek merupakan salah satu tradisi orang Tionghoa untuk me­nyam­but tahun baru Chinese. Aslinya Im­lek atau Sin Tjia adalah sebuah perayaan yang dilakukan oleh para petani di Tiong­kok yang biasanya jatuh pada tanggal satu di bulan pertama di awal tahun baru Lunar “calendar China”. Perayaan ini ber­kaitan dengan pesta para petani untuk menyambut musim semi yang dimulai pada tanggal 30 bulan ke-12 dan berakhir pada tanggal 15 bulan pertama. Acaranya meliputi sembahyang Tahun Baru Imlek dan perayaan Cap Go Meh. Tujuan dari persembahyangan ini adalah sebagai wujud syukur dan doa harapan agar di ta­hun depan mendapat rezeki lebih banyak, selain itu seorang anak juga memiliki rasa hormat kepada orangtuannya dan bahkan ada juga yang sampe bersujud memohon doa.

Tradisi Imlek menurut sudut pandang Dhamma Tradisi Imlek dipandang secara perspektif agama Buddha, seperti di dalam Digha Nikaya sutta ke-31 (Sigalovada Sutta). Dengan diceritakan ada seorang pe­muda yang bernama Sigala, anak saudagar kaya di Rajagaha. Ketika pemuda itu me­lakukan penghormatan ke berbagai arah seperti timur, barat, utara, selatan, atas dan bawah dengan rambut dan pakaian yang basah seraya mengangkat kedua tangan­nya yang dirangkapkan dan saat itu Buddha sedang berjalan dengan membawa mangkuk untuk menerima makanan dari umat “pi??apatta”. Singkat kata, Sigala bertemu dengan Buddha dan, Buddha ber­tanya kepada pemuda tersebut, “Mengapa dengan rambut dan pakaian yang basah kamu menyembah ke berbagai penjuru arah bumi dan langit?. Sigala pun men­jawab “Hal ini saya lakukan karena pesan / amanat dari Ayah saya sebelum me­ninggal, sebagai rasa baktiku terhadapnya. lalu Buddha memberikan penjelasan dengan detail kepada pemuda Sigala ber­kenaan dengan cara menghormat sesuai Dhamma yaitu: Ayah dan Ibu sebagai arah timur, Guru sebagai arah selatan, Istri dan anak sebagai arah barat, Sahabat dan te­man sebagai arah utara, Para pertapa se­bagai arah atas dan Para pelayan dan ba­wahan sebagai arah bawah. Ke-enam arah ini dijelaskan secara terperinci didalam Sigalovada Sutta khususnya penghor­matan ke arah timur poin yang ke tiga yaitu MENJAGA TRADISI KELUARGA. Se­bagai sudara-sudara kita Tionghoa, kita bisa tetap bisa menjaga tradisi IMLEK walapun kita beragama buddha. Bahkan dijelaskan dalam Sigalovada Sutta, buddha mengajarkan untuk bisa menjaga tradisi keluarga!

Memaknai Imlek dengan Sa?ghavatthu. Yang pertama. Dana”memberi” Budaya imlek sangat identik dengan AngPao (Ang = Merah, Pao = Amplop/bungkusan). Dengan kata lain, di dalam perayaan tahun baru imlek tentu banyak didominasi oleh warna merah atau amplop merah (Ang Pao). Angpao yang biasanya berisikan se­jumlah uang yang diberikan sebagai ha­diah menyambut tahun baru Imlek. Tapi angpao sebenarnya tidak hanya diberikan pada tahun baru Imlek saja karena angpao melambangkan kegembiraan dan sema­ngat yang akan membawa nasib baik, se­hingga angpao juga ada di acara-acara pen­­ting seperti pernikahan, ulang tahun, masuk rumah baru dan lain-lain yang ber­sifat suka cita. Kedua,  Piyavaca “ucapan yang baik dan halus” Ucapan yang me­nyenangkan disaat saling bertemu ketika menyambut hari Imlek. Ucapan dengan ketulusan, kelembutan, cinta kasih dan tanpa menyakiti hati para sanak keluarga maupun para tamu yang berkunjung di rumah kita dan penuh rasa hormat.

Yang  ketiga. Atthacariya “berbuat hal yang bermanfaat” Melalukan perbuatan yang bermanfaat bagi sanak sudara, para tamu di saat Imlek, seperti menyiapkan tempat duduk dan juga disertai dengan men­jamu dengan aneka masakan dan ma­kanan khas Imlek . yang keempat . Sama­nattata “tidak sombong” Setelah kita me­lakukan sesuatu yang baik untuk menyam­but sanak sudara maupun teman kita yang datang disaat Imlek. Kita hendaknya tetap menjaga diri penuh dengan rasa hormat agar tidak sombong. Semua orang mem­punyai kelemahan dan juga kelebihannya, termasuk diri kita sendiri! Kesombongan bukan hanya merugikan diri sendiri tetapi juga bisa menghancurkan suasana ke­akra­ban dan kebersamaan yang telah terjalin.

Setiap tradisi mempunyai makna ter­sendiri dan janganlah memiliki pandangan yang sempit bahwa tradisi adalah salah dan tidak sesuai dari Dhamma. Setidaknya kita harus memahami antara tradisi dengan pemahaman Dhamma, agar apa yang dijalankannya agar tidak merugikan diri sendiri maupun makhluk lain.

Sabbe satta bhavantu sukhitatta, semoga semua makhluk berbahagia.

Sadhu Sadhu Sadhu

()

Baca Juga

Rekomendasi