Dakar, (Analisa). Pemerintah Gambia, Selasa (3/1), menutup tiga stasiun radio swasta di dekat ibukota, Banjul, di tengah kemelut politik pasca-Presiden Yahya Jammeh menolak menerima kekalahannya dalam pemilihan umum.
Jammeh, yang mengambil alih kekuasaan lewat kudeta pada 1994, kalah suara dari oposisi, Adama Barrow, pada pemilihan umum 1 Desember. Ia meminta pemungutan suara langsung. Namun, permohonan itu dikecam oposisi dan negara adidaya Barat.
Penolakan pemimpin veteran itu untuk mundur dikhawatirkan membuat militer mencampuri pemerintahan. Sebelumnya, Masyarakat Ekonomi Negara Afrika Barat (ECOWAS) mengatakan memperhatikan kegiatan militer Gambia.
Jammeh mengatakan, langkah itu adalah "pernyataan perang". Emil Touray, kepala Serikat Pers Gambia, mengatakan stasiun radio Teranga FM dan Hilltop Radio ditutup pada Minggu.
Pegawai Afri Radio, media milik perusahaan telekomunikasi Africell mengatakan, kantor pusatnya ditutup oleh empat agen intelijen dan seorang polisi di hari yang sama. Juru bicara pemerintah sebelumnya mengatakan belum memastikan penutupan tersebut, dan tidak dapat dihubungi kemudian.
Touray mengaku tidak memiliki informasi lebih lanjut. Belum jelas alasan Jammeh menutup tiga stasiun radio itu.
Otoritas terkait menyasar Afri Radio karena pernah menyiarkan rencana pengukuhan Barrow 19 Januari mendatang, kata seorang wartawannya.
Media kerap diserang oleh petugas di bawah kepemimpinan keras Jammeh selama 22 tahun, kata pegiat hak. Ia dikabarkan sempat mencoba mengontrol aktivitas komunikasi di negara kecil berpenduduk 1,8 juta jiwa itu.
Bahkan, sambungan internet sempat diputus saat pemilihan umum, begitu juga dengan akses telepon ke luar negeri.
Teranga FM adalah radio yang cukup terkenal karena sering mengulas koran berbahasa wolof dan mandika.
Stasiun radio itu telah ditutup selama empat kali dalam beberapa tahun terakhir.
Direktur pelaksananya, Alagie Ceesay ditangkap pada Juli 2015 karena diduga menghasut publik.
Dia juga sempat dirawat di rumah sakit dua kali pada awal 2016 selama ditahan, kata pegiat Amnesti Internasional.
Ceesay kemudian diterbangkan ke negara tetangga, Senegal. (Ant/Rtr)