Bahaya Khamr dan Narkoba

• Oleh: Dr. Armin Nasution, MA

Islam sangat tegas dalam memerangi khamr, menghindarkan muslim darinya, dan menegakkan pagar-pagar yang menghalanginya, sekaligus tidak membuka celah sedikit pun untuk bisa mengonsumsinya.

Islam tidak memperbolehkan minum khamr itu, walaupun sedikit, juga melarang berinteraksi dengannya, berupa praktek jual beli, memberi hadiah, memproduksi, menjadikannya suguhan di pesta-pesta atau pun lainnya. Dilarang pula menghidang­kannya kepada tamu nonmuslim, atau pun mencampurkannya ke dalam makanan atau minuman.

Ada satu hal lagi yang terkadang ditanyakan orang, yaitu penggunaan khamr untuk obat. Pertanyaan sema­cam itulah yang dahulu pernah dijawab Rasulullah saw. Ada seseorang yang bertanya kepada beliau tentang khamr. Beliau melarangnya. orang itu berkata, "Saya melakukan itu tidak lain untuk obat." Rasulullah saw. bersabda, “Sesungguhnya, ia bukanlah obat melainkan penyakit” (HR. Ahmad, Muslim, Abu Daud, dan Turmudzi).

Beliau Saw. juga bersabda,­“Se­sungguhnya Allah menurunkan pe­nyakit dan obat dan menjadikannya untuk kalian penyakit sebagai obat. Karena itu berobatlah dan janganlah berobat dengan yang haram”. (HR. Bukhari)

Berkaitan dengan bahan yang memabukkan, Ibnu Mas'ud ra. menga­takan, “Sesungguhnya Allah tidak menjadikan penyembuh kalian dari bahan-bahan yang diharamkan kepada kalian” (HR. Abi Daud).

Tidaklah mengherankan apabila Islam mengharamkan berobat dengan khamr dan bahan-bahan haram lainnya. Karena pengharaman ini menuntut agar sesuatu itu dijauhi dengan segala cara. Menjadikannya sebagai obat sama artinya dengan menganjurkan untuk berhubungan dengannya. Jelas, hal ini bertentangan dengan maksud syariat, seperti dikatakan oleh Imam Ibnu Qayyim.

Lebih lanjut beliau mengatakan, “Selain itu, membolehkan berobat dengannya terlebih jika jiwanya cenderung kepadanya akan mengan­tarkan orang untuk kemudian menggu­nakannya sebagai kepuasaan dan kelezatan. Terlebih lagi bila ia merasa­kan bahwa itu berguna bagi jiwanya, menghilangkan kegelisahannya, dan mendatangkan kesembuhan bagi deritanya. Sesungguhnya pada obat yang haram semacam ini, ada penyakit yang lebih banyak dibanding kesem­buhan yang dibayangkan.

Imam Ibnu Qayyim rahinahumullah mengingatkan kita akan aspek psiko­logis yang sangat penting, sebagai berikut, “Di antara syarat kesembuhan dengan obat adalah faktor sugesti. Yakni meyakini manfaatnya dan berkah kesembuhan yang Allah swt. anuge­rahkan dengannya. Adalah maklum bahwa keyakinan seorang muslim akan haramnya benda ini merupakan salah satu faktor yang menghalangi keya­kinannya akan manfaatnya dan .berkah kesembuhan.

Semakin besar keyakinan ini akan semakin besar pula kebencian kepada­nya; dan semakin negatif keyakinannya kepada benda itu, juga semakin tidak respek kepadanya. Apabila ia meng­konsumsi benda ini dengan kondisi jiwa yang demikian, tentu ia akan menjadi penyakit, bukannya obat."

Meskipun demikian, dalam keadaan darurat ada hukumnya tersendiri dalam pandangan syariat. Kalau terpaksa, khamr atau bahan lain yang bercampur dengan khamr merupakan satu-satunya obat bagi suatu penyakit yang mengan­cam kehidupan sese orang, tidak ada obat lain yang bisa menggantikannya namun saya tidak yakin kalau hal ini terjadi-didasarkan kepada keterangan dokter muslim yang ahli di bidangnya dan komitmen kepada agamanya, maka kaidah-kaidah syariat yang dibangun di atas prinsip memudahkan dan mengh­indari kesulitan ini tidak akan mela­rangnya. Dengan catatan, dalam keada­an yang sangat terpaksa.   

“Maka barangsiapa yang terpaksa sedang ia tidak menginginkannya dan tidak pula melampaui batas, maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pe­ngam­pun lagi Maha Penyayang (Al-An’am: 145)

Narkoba

"Khamr adalah sesuatu yang mengkhamar (menutupi) akal" Kata-kata bernas yang disampaikan Umar bin Khathab ra. dari mimbar Nabi Saw. itu memberikanbatasan yang tegas tentang khamr. Hal ini penting untuk diungkapkan sehingga tidak memun­culkan banyak pertanyaan dan kera­guan, segala sesuatu yang meng­ganggu akal pikiran dan mengeluar­kannya dari tabiat aslinya - sebagai salah satu unsur manusia yang bisa membedakan baik dan buruk - adalah khamr, yang diharamkan Allah dan Rasul-Nya hingga hari kiamat.               

Termasuk di antaranya adalah bahan yang kini dikenal dengan nama narkotika baik dalam bentuk ganja, kokain, opium, dan sejenisnya. Penga­ruh bahan-bahan tersebut bagi peng­guna sangat dikenal, misalnya ia meinpengaruhi akal pikiran dalam melihat berbagai fenomena. Yang jauh menjadi dekat, yang dekat meijadi jauh, mengingkari realitas, mengkhayal yang bukan-bukan, dan melayang-layang di alam mimpi. Memang itulah yang diinginkan para pecandunya. Mereka ingin melupakan dirinya sendiri, agama, dan dunianya, untuk kemudian teng­gelam di lautan khayal.

Itu semua di luar pengaruh fisik yang ditimbulkan. Misalnya menjadi lemas, sensitivitas saraf hilang, dan menu­runnya kesehatan. tebih dari itu, ia juga mengakibatkan kelemahan jiwa, penyimpangan moral dan kepribadian, lemahnya kemauan, dan hilangnya rasa tanggung jawab. Itu semua menye­babkim para pecandunya menjadi orang-orang yang tidak berguna di tengah masyarakat.

Di balik itu semua, ia juga meng­hamburkan harta benda dan memporak-porandakan kehidupan keluarga. Itu disebabkan karena uang yang diguna­kan untuk membelinya - biasanya berharga mahal - biasanya dengan mengambil uang' belanja keluarga dan kebutuhan anak-anak. Pada tingkat yang lebih parah, mereka akan melakukan apa saja - tidak peduli terpuji atau tidak - untuk memenuhi tuntutan nafsunya itu.

Kalau kita ingat kaidah bahwa "sesuatu diharamkan karena buruk dan berbahaya maka jelaslah bagi kita bahwa diharamkannya bahan-bahan kotor yang sudah jelas dampak negatifnya terhadap kesehatan, keji­waan, mental, sosial, dan ekonomi ini, bukanlah hal yang diragukan lagi.

Pengharaman ini disepakati oleh seluruh ahli fiqih yang pada masa hidupnya muncul bahan-bahan negatif itu. Di antara ulama terkemuka yang sepakat dengan hukum ini adalah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Beliau mengatakan, "Ganja haram hukum­nya, baik yang memabukkkan maupun yang tidak. Ganja dihirup oleh para pecandu­nya tidak lain karena mereka hendak menikmati kesenangan dan bermabuk-mabukan. Karena itulah, ia sama dengan khamr atau minuman mema­buk­kan lainnya. Khamr melahir­kan ge­rak dan permusuhan, sedangkan ganja menimbulkan kondisi lesu dan ke­hinaan.

Selain itu, ganja juga mempengeruhi otak dan watak, merangsang birahi, dan menghilangkan rasa cemburu. Ini jelas lebih berat dibanding dengan minu­man keras. Kebiasaan mengisap ganja telah dikenal di bangsa Tartar. Bagi yang mengkonsumsinya, sedikit atau banyak, dikenakan .hukuman minuman keras, yaitu cambuk delapap puluh atau empat puluh kali.

Barangsiapa ketahuan mengkon­sumsi ganja, ia dianggap sama dengan mereka yang ketahuan meminum khamr, bahkan dalam beberapa hal dianggap lebih berat. Karena itu ia pun dihukum seperti hukuman yang dikena­kan kepada peminum khamr.

Lebih lanjut beliau mengatakan, "Kaidah syariat mengatakan bahwa barang-barang haram yang diminati.dan menggairahkan, . semacam khamr dan perbuatan zina, dikenakan had (huku­man tindak kriminal) atas pengguna atau pelakunya, sedangkan barang haram yang kurang diminati, semacam bangkai, maka pacia pelakunya dikenakan hukum.

Ganja termasuk barang haram yang diminati dan merangsang gairah, juga menyebabkan ketagihan. Nash-nash syariat dalarn Alqur'an dan Sunah yang mengharamkan, berlaku untuk yang mengkonsumsinya, selain juga berlaku untuk yang lain, yang terlibat di dalamnya.

()

Baca Juga

Rekomendasi