Kutabuluh, (Analisa). Salah satu desa terisolir di wilayah Tanah Karo, Desa Kutamale, Kecamatan Kutabuluh berjarak berkisar 40 km ke Kabanjahe belum tersentuh pembangunan dan warganya mengancam akan meninggalkan desa.
Desa yang seharusnya penduduknya semakin bertambah, namun kini terus semakin berkurang akibat generasi warga desa terpaksa meninggalkan desa untuk mendapatkan pendidikan dan pekerjaan.
Jalan desa mulai dari Desa Laubuluh berjarak 4,5 km ke Desa Kutamale diakui warga dan perangkat desanya dari Indonesia merdeka belum pernah tersentuh pembangunan membuat desa ini semakin terisolir dan semakin tidak diketahui masyarakat umum.
Hal itu diakui tokoh masyarakat Sistem Ginting, Sangabta Brahmana, Jasiman Surbakti, Yudi dan Dahsat Tarigan SH saat ditemui Analisa, Sabtu (21/10) di warung kopi Desa Kutamale.
Desa Kutamale berpenduduk berkisar 200 kepala keluarga yang dilintasi menuju desa terisolir lainnya, Desa Amburidi, Rih Tengah, Tanjungmerahe, Liang Merdeka, Ujungdeleng, Negerijahe, Gunung Meriah, Polatebu, Kecamatan Kutabuluh dan belum termasuk sejumlah desa terisolir lainnya meliputi Kecamatan Laubaleng, Mardinding, Tigabinanga dan Juhar.
Transportasinya masih rata-rata menggunakan mobil jenis hartop gerdang dua akibat infrastruktur yang masih rusak berat dan belum maksimal tersentuh peningkatan jalan membuat perekonomian warga masih terpuruk.
Infrastruktur jalan antardesa terisolir ini rata-rata masih tanah, sehingga musim hujan rawan dilintasi. Termasuk para pengguna sepeda motor sekali pun sulit melintasinya sehingga membawa hasil pertanian seperti jagung dan kemiri atau pun membawa kebutuhan sehari-hari dari Kota Kutabuluh atau Kabanjahe kesulitan.
Sejak Merdeka
“Seingat kami, sejak Indonesia merdeka sampai saat ini belum ada pembangunan infrastruktur ke desa kami, khususnya dari Desa Lau Buluh sampai Kutamale. Termasuk dari Desa Kuta Male menuju Desa Amburidi. Jadi kalau ada menyebut ada pernah anggaran pembangunan bermiliaran rupiah dialokasikan ke jalan menuju Kuta Male dari Lau Buluh, itu tidak benar. Jalan kami hanya dapat dilalui saat musim kemarau. Kalau tiba musim penghujan, selain berlumpur dan rawan longsor membuat warga sulit ke luar desa maupun keluarga yang mau datang juga tidak bisa. Bila kami tahu kalau ada keluarga mau datang, kami melarang datang akibat sulitnya jalan. Kecuali musim kemarau,” ujar warga di warung kopi.
Pantauan Analisa, Sabtu (21/10) ruas jalan dari Lau Buluh sampai Desa Kutamale sampai Desa Amburidi mengalami rusak berat. Sepanjang ruas jalan 4,5 km ini, permukaan jalan rata-rata dengan tanah sehingga kalau musim hujan dipastikan sulit untuk dilintasi. Hamparan pertanian di desa ini cukup luas berbatasan dengan perladangan desa Amburidi dan Lau Buluh. Penerangan listrik dan satu gedung SD dengan kepala sekolah dan guru kelas tersedia.
Kepala Desa Kutamale, Ijon Kembaren yang dikonfirmasi tidak berhasil. Warga menyebutkan kepala desa sedang membuka jalan ke ladang pertanian warga.
“Kalau begini terus keadaan desa kami, kami warga desa yang semakin sedikit akan meninggalkan desa ini pindah ke desa lain yang tersedia angkutan dan infrastruktur desanya bisa dilintasi kendaraan umum. Anak-anak kami juga kami suruh pindah ke desa lain untuk bisa melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP dan SMA. Desa kami hanya tersedia gedung SD yang muridnya dari desa-desa lain walaupun jaraknya begitu jauh,”ujar warga. (alex)