Dakwah Bil al-Hal dan Kita

• Oleh: Dra. Yusna Hilma Sinaga

Dakwah dalam bahasa Arab arti­nya ajakan bersifat menyeru, memanggil orang beriman kepada Allah Swt dengan syari’at dan berakhlak islami. Dakwah atau masdar dari kata kerja da’a yad’u artinya panggilan atau seruan. Se­dangkan dakwah secara etimo­logi seruan, ajakan kepada umat manusia melaksanakan kebaikan menurut Alquran dan ha­dist. Ba­nyak yang mendefinisikan dakwah. Namun, tegasnya me­nyeru berbuat kebaikan dan mela­rang berbuat kemungkaran.

Beberapa bentuk dakwah; 1. Dakwah Fardiah yakni dakwah yang dilakukan seseorang kepada banyak orang dalam jumlah kecil dan terbatas tanpa adanya acara formal atau non-formal. 2. Dakwah Ammah yakni dakwah yang dilaksanakan seseorang dengan media lisan yang diarahkan kepada orang banyak dengan tujuan memberi pengaruh kepada orang lain. 3. Dakwah bil-Lisan yakni dakwah secara langsung disampaikan dalam bentuk lisan, ada interaksi pemberi dakwah dengan orang mendengarkan dakwah. 4. Dakwah bil al-Hal yakni dakwah yang mengutamakan perbuatan nyata yang mengaplikasikan perbuatan dalam kehidupan sehari-hari. 5. Dakwah bit at-Tadwin yakni dakwah melalui tulisan dalam bentuk buku, suratkabar, majalah, internet dan lainnya. 6. Dakwah bil Hikmah yakni dakwah melakukan pendekatan kepada objek dakwah.

Dari beberapa bentuk dakwah masing-masing memiliki kekuatan dan kelemahan. Namun, jika melihat firman Allh Swt dalam Alqur’an dan hadist Nabi Muhammad Saw sesungguhnya dakwah yang baik dan efektif itu adalah dakwah bil al-Hal. Dasarnya perbuatan nyata seseorang itu menjadi motivasi kuat buat semua orang untuk mengikuti apa yang dilakukan seseorang itu sebagai pendakwah.

Nabi Muhammad Saw selalu menjadi contoh, bukan sekadar memberi contoh. “Lihatlah aku salat,” kata Nabi Muhammad Saw bermakna nabi menjadi contoh. Nabi Muhammad Saw bersabda bahwa dirinya diutus Allah Swt untuk menyempurnakan akhlak manusia dan Nabi Muhammad Saw akhlaknya sangat mulia, tidak ada manusia yang akhlaknya semulia Nabi Muhammad Saw.

Dalam berdakwah Nabi Muhammad Saw tidak sekadar me­ngajak tetapi ikut mengimplementasikan apa yang didakwahkannya. Sebuah kisah Rasulullah Saw berdakwah (mengajak) agar umatnya bekerja tidak menjadi peminta-minta karena dalam ajaran Agama Islam tangan diatas (memberi) le­bih mulia dari tangan dibawah (menerima). Rasullullah Saw mengajarkan fakir miskin bekerja, bukan meminta-minta.

Rasulullah Saw bertanya, “Wahai saudaraku, adakah engkau memiliki sesuatu?” “Tidak. Aku tidak punya apa-apa,” jawab se­orang fakir miskin. Rasullullah Saw bertanya lagi. Lantas Si fakir miskin menjawab, “Aku hanya punya sehelai hamparan yang sepa­ruhnya aku dan keluargaku jadikan alas duduk dan separuh lagi kami buat selimut dan ada sebuah mangkuk yang kami gunakan untuk minum”

Rasullullah Saw meminta diba­wakan benda itu kepadanya. Lalu Si fakir miskin membawa barang miliknya. Kemudian Rasullullah bertanya kepada para sahabat siapa yang mau membeli barangan itu. Akhirnya barang itu terjual de­ngan harga dua dirham, lalu diberikan uang itu kepada Si fakir miskin dan berkata, “Ambillah satu dirham membeli makanan buat keluargamu, satu dirham lagi belilah sebuah kapak dan bawakan kapak itu kepadaku”

Lantas Si fakir miskin datang membawa sebuah kapak yang dibelinya. Lalu Rasullullah menyuruh pergi mencari kayu api dan meminta tidak menemuinya selama dua pekan. Setelah itu Si fakir miskin datang menemui Rasulullah Saw menunjukkan dirinya telah memiliki 10 dirham.

Berbuat tanpa berkata-kata

Berdakwah mengajak secara lisan atau tulisan. Mengajak semua orang untuk berbuat kebaikan dengan lisan (kata-kata) dan tulisan tidak sulit. Namun, mengajak semua orang mau melakukan kebaikan sangat sulit.

Banyak orang pintar berbicara dan menulis, menyampaikan teori dengan baik, tetapi sedikit orang yang mampu melakukan apa yang dibicarakan atau yang ditulisnya. Berbicara atau menulis agar berbuat baik bagi semua orang mudah dilakukan tetapi sedikit yang mau mewujudkan dalam amaliah nyata.

Mengajak orang membangun keluarga sakinah tidak sulit, tetapi mewujudkan keluarga sakinah itu sulit. Namun, bila kita mampu mewujudkan keluarga sakinah, orang yang melihatnya akan tertarik dan berusaha membangun keluarga sakinah. Sementara orang yang mewujudkan keluarga sakinah itu tidak mengajak orang lain tetapi orang lain senang melihatnya dan ketika orang yang berhasil membangun keluarga sakinah itu mengajak maka dengan mudah orang yang diajak ikut dan berusaha untuk bisa mewujudkan keluarga saki­nah pada keluarga­nya.

Hal hal sederhana dakwah bil hâl dalam kehidupan sehari-hari seperti orang yang selalu berkata jujur, suka membantu orang lain tanpa pamrih, orang yang tidak membalas keburukan dengan keburukan atau pendendam akan dika­gumi banyak orang dan ketika orang itu mengajak untuk berbuat baik maka semua menerimanya.

Dakwah bil hâl merupakan praktek amalan yang jauh lebih baik dari macam dakwah lainnya. Banyak orang pintar berbicara dan menyampaikan teori dengan lancar tetapi sedikit orang yang mewujudkan omongannya dalam praktek nyata. Jadi, dakwah bil hal mempraktekkan akhlak mulia sebagai sarana untuk mendakwahi umat manusia kepada kebenaran.

Seorang muslim yang telah dikenal masyarakat jujur dalam bertutur, berhati-hati dalam berbicara dia akan disegani dan omo­ngannya didengar. Hal ini modal dalam berdakwah. Didengar apa yang disampaikan merupakan langkah awal keberhasilan dakwah. Andaikan dari awal masya­rakat sudah enggan mendengar apa yang disampaikan tentu dakwah tidak berhasil.

Banyak yang masuk Islam di zaman Rasullullah Muhammad Saw bukan karena diajak apa lagi dipaksa nabi. Umumnya masuk Islam karena dakwah bil hâl yakni akhlak mulia dari Nabi Muhammad Saw.

Satu kisah masuk Islamnya ‘Adiy bin Hatim ath-Tha’iy, seorang raja terpandang di negeri Arab kala itu. Awalnya ‘Adiy bin Hatim ath-Tha’iy mendengar Nabi Muhammad Saw yang pengikutnya semakin bertambah membuat sang raja marah. Hatinya tidak senang sebab bisa menjadi pesaing bagi dirinya.

Dengan rasa benci, tidak senang ‘Adiy mendatangi nabi. Begitu mendengar kedatangan ‘Adiy, Rasulullah Muhammad Saw yang sedang di masjid bergegas menyambut kedatangannya dan menggandeng tangannya mengajak berkunjung ke rumah beliau.

Ketika di perjalanan menuju rumah, ada seorang wanita lemah lanjut usia memanggil nabi dan nabi berhenti serta meninggalkan ‘Adiy guna mendatangi wanita itu. Nabi melayani kebutuhan wanita tua itu.

Ketika melihat ketawadhuan nabi, ‘Adiy berkata hatinya, “Ini bukan tipe seorang raja” Begitu selesai urusan dengan wanita tua itu, nabi kembali menggamit ta­ngan ‘Adiy melanjutkan perjalanan.

Begitu di rumah, nabi bergegas mengambil bantal duduk satu-sa­tunya terbalut kulit dan berisikan sabut pohon kurma, lalu mempersilahkan ‘Adiy duduk di atasnya. ‘Adiy menjawab, “Tidak, duduklah engkau di atasnya”.

“Tidak! Engkaulah yang duduk di atasnya” sahut nabi. Akhirnya ‘Adiy duduk di atas bantal itu dan nabi duduk di atas tanah. Saat itu ‘Adiy berkata dalam hatinya, “Ini bukan karakter seorang raja”

Akhir kisah ‘Adiy mengucapkan dua kalimat syahadat, menyatakan dirinya masuk Islam yang tadi niatnya bertemu nabi ingin memarahinya, tetapi berbalik arah. Kisah ini dari Tahdzîb Sîrah Ibn Hisyâm oleh Abdussalam Harun.

Banyak kisah lain tentang keteladanan Nabi Muhammad Saw yang menjadi dakwah bil hal ter­nyata mampu mengubah sikap umat. Sudah saatnya umat Islam melakukan dakwah bil hâl karena dakwah yang paling efektif dan berhasil. Semoga!

***

Penulis alumni Fakultas Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sumatera Utara Medan

()

Baca Juga

Rekomendasi