Medan, (Analisa). Penerapan kebijakan e-katalog yang dikelola Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (LKPP) untuk belanja negara sejak 2015 menimbulkan masalah baru. Mulai kacaunya penetapan harga barang, terputusnya rantai distribusi, melemahnya omset para pelaku usaha daerah hingga dampak terbesar dirasakan para pelaku usaha yang menjual produk-produk teknologi informasi (TI).
Ketua Asosiasi Pengusaha Komputer Sumatera Utara (Apkomindo Sumut ) Lim Hoei Mei menyatakan, sebenarnya pihaknya sangat mendukung kebijakan e-katalog. Sebab, sejak diterapkannya kebijakan tersebut, pengolahan data belanja negara lebih mudah dan transparan karena diambil langsung dari website para perusahaan vendor.
Sayangnya, penerapan ini dinilainya mulai memutus rantai distribusi. Sebab, seluruh lembaga pemerintah diharuskan membeli keperluan belanja negara lewat online, yang mana sebenarnya untuk bidang Teknologi Informasi (TI) kurang sesuai, karena di bidangTI membutuhkan instalasi jaringan dan juga dibutuhkan pelayanan purna jual yang harus cepat penanganannya, belum lagi jumlah produknya sangat banyak, sehingga pada kenyataannya produk-produk TI tersebut dikelola langsung oleh masing-masing Online Shop pengusaha TI nya, bukan oleh pihak LKPP nya.
Akibatnya, tidak ada jaminan bahwa harga benar-benar terawasi oleh pihak LKPP dan belum tentu menguntungkan pihak pemerintah. "Pangusaha TI daerah sekarang dilompati karena seluruh lembaga pemerintah harus membeli di Online Shop yang tergabung di LKPP. Sistem ini tidak efisien karena pengiriman bisa saja terlambat dan biayanya sangat mahal jika barang harus dikirim ke daerah pelosok, yang lebih buruknya mematikan para pengusaha UMKM di masing-masing daerah di seluruh Indonesia'' jelas Lim Hoei Mei, Jumat (27/10).
Kondisi itu juga secara tidak langsung melemahkan para pelaku usaha di daerah, dikarenakan sumber pendapatan yang dulu berasal dari belanja negara sudah hilang dan digantikan e-katalog. Hingga kini, sudah ada tujuh vendor yang menyediakan layanan e-katalog. ''Sekarang yang berkuasa hanya tujuh vendor, sedangkan pengusaha TI di seluruh Indonesia yang jumlahnya ribuan melemah karena tidak mendapat pemasukan," katanya.
Selain menekan para pelaku usaha daerah yang tergolong Usaha Kecil dan Menangah (UKM), adanya kebijakan e-katalog membuat harga barang yang ditetapkan vendor berisiko salah atau bahkan lebih mahal daripada harga di pasaran.. Kebijakan e-katalog sebenarnya dibuat untuk memperoleh harga paling murah di pasaran. Namun, dalam penerapannya, tidak ada lembaga yang mengawasi sampai penetapan harga yang dikeluarkan tujuh vendor tersebut. Bahkan, LKPP belum bisa mendeteksi sampai ke ranah tersebut.
"Kami para pengurus Apkomindo dari seluruh Indonesia berharap bahwa e-katalog untuk produk TI digunakan hanya untuk menjadi acuan harga dan menjadi acuan pemerintah tentang harga dan spesifikasinya, sedangkan untuk transaksi pembelian dapat dilakukan pada seluruh anggota Apkomindo yang tersebar hampir di seluruh daerah di Indonesia dan kami bersedia menjadi mitra pemerintah baik tingkat pusat maupun daerah agar transaksi dan penanganan pelayanan purna jual produk-produk TI nya lebih terjamin dari sisi harga maupun keasliannya, sehingga pada akhirnya pihak pemerintah diuntungkan dan para pengusaha UKM diberbagai daerah tetap dapat menjalankan usahanya," terangnya. (ns)