Oleh: Fadmin Prihatin Malau
BANYAK pihak menilai alam di Sumatera Utara sudah rusak, hutannya sudah hilang, flora dan faunanya sudah musnah. Penilaian banyak pihak itu didasarkan pada seringnya terjadi banjir, tanah longsor ketika musim hujan dan kekeringan ketika musim kemarau.
Alasan ini bisa diterima, tetapi jangan hanya berdasarkan fakta yang dirasakan. Harus ada data lain dan mapping (pendataan) yang benar tentang kondisi alam Sumatera Utara.
Presiden Jokowi menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 88 Tahun 2017 tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan (PPTKH) tanggal 6 September 2017 dan diundangkan Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 11 September 2017. Tujuannya menginventarisir jutaan hektar lahan atau tanah dalam kawasan hutan yang diduga tidak memiliki izin atau beroperasi illegal.
Dengan Perpres Nomor 88 Tahun 2017 pemerintah ingin mencek riwayat perusahaan untuk mengkaji adakah ketidaksesuaian antara izin perusahaan dengan tanah di kawasan yang dikelola. Peruntukan tanah dalam kawasan hutan harus sesuai dengan perizinan maka Perpres Nomor 88 Tahun 2017 tentang PPTKH ingin menuntaskannya.
Perpres 88/2017 tentang PPTKH ingin mendukung amanat Undang Undang (UU) Nomor 32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan UU Nomor 41/1999 tentang Kehutanan.
Tentunya harus ada data akurat, teruji dan terukur. Sesuai data dengan fakta di lapangan. Benarkah daerah Sumatera Utara masih hijau. Benarkah hutan, flora dan fauna masih ada berdasarkan data yang ada. Singkronisasi sangat diperlukan agar tidak terjadi diskomunikasi tentang alam lingkungan Sumatera Utara.
Berdasarkan data Statistik Kehutanan 2015 dataran Sumatera Utara memiliki daerah tutupan lahan (land cover) 80 persen yang terdiri dari hutan (forest cover) sebesar 51 persen dan perkebunan tahunan 29 persen. Luas daratan di Sumatera Utara 7.298.123 hektar.
Lantas berdasarkan Tata Guna Tanah Sumatera Utara tahun 2013 Kawasan Lindung yakni hutan lindung 1.297.300 hektar dan hutan konservasi 477.100 hektar. Kawasan Budidaya yakni hutan produksi terbatas 879. 300 hektar. Hutan produksi 1.035.700 hektar. Hutan produksi dapat dikonversi 52. 800 hektar. Dengan demikian total hutan di Sumatera Utara 3.742.150 hektar atau 51,28 persen.
Sedangkan Kawasan Budidaya yakni Tanaman Kelapa Sawit 1.360.814 hektar (18,65 persen). Tanaman Karet 429.898 hektar (5,89 persen). Tanaman kebun lain selain kelapa sawit dan karet 308.691 (4,23 persen).
Pertanian tanaman pangan 717. 318 hektar (9,83 persen) dan sektor lain 739.252 hektar (10,13 persen) maka luas daratan 7.298.123 hektar.
Berdasarkan data Tata Guna Tanah Sumatera Utara tahun 2013 terlihat 51,28 persen berstatus hutan meskipun hutan produksi hampir sama luasnya dengan hutan lindung.
Begitu juga bila ditambahkan luas hutan konservasi, hutan produksi terbatas dan hutan produksi dapat dikonversi luasnya melebihi luas hutan lindung. Perbandingan ini perlu kajian untuk memastikan dengan komposisi hutan ini masihkan daerah Sumatera Utara memiliki alam lingkungan yang baik.
Andai dinilai baik maka mengapa terjadi banjir, tanah longsor ketika hujan dan kekeringan ketika tidak hujan. Mengapa dan mengapa harus dikaji secara cermat. Apakah tanah dalam kawasan hutan masih lestari? Tidak terjadi perubahan peruntukan. Inventarisasi penggunaan lahan atau tanah dalam kawasan hutan satu cara menjawabnya secara cermat.
Perpres Nomor 88 Tahun 2017 tentang PPTKH memiliki tujuan utama penyelesaian penguasaan tanah dalam kawasan hutan. Pemerintah membentuk Tim Percepatan Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan yang selanjutnya disebut Tim Percepatan PPTKH.
Kondisi Objektif Lingkungan Sumatera Utara
Pelestarian alam lingkungan Sumatera Utara harus berdasarkan data yang ada. Berdasarkan data BPS dan Kementerian Kehutanan RI pada daerah Sumatera Utara memiliki tiga sistem besar pelestarian biodiversity yakni pelestarian biodiversity secara in situ, ex situ dan pelestarian secara budidaya.
Secara in situ yakni pelestarian di dalam habitat alamiahnya. Secara ex situ yakni pelestarian pada habitat buatan dan pelestarian secara budidaya tanaman, ternak, ikan secara lintas generasi.
Pelestarian biodiversity secara in situ dan ex situ di kawasan lindung dan konservasi yakni cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, hutan rakyat, taman buru dan lainnya.
Pelestarian biodiversity secara pembudidayaan di kawasan budidaya yakni hutan produksi terbatas, hutan produksi, hutan produksi dapat dikonversi, hutan tanaman industri, perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet, perkebunan kelapa, perkebunan kakao, perkebunan kopi, perkebunan teh, perkebunan tebu, pertanian tanaman pangan, hortikultura, sayuran, buah-buahan, tanaman hias, peternakan, perikanan air tawar dan lainnya.
Tiga sistem besar ini harus ada di daerah Sumatera Utara maka perlu mapping (pendataan) yang sesungguhnya. Pembentukan Tim Percepatan PPTKH berdasarkan Perpres Nomor 88 Tahun 2017 tentang tentang Penyelesaian Penguasaan Tanah dalam Kawasan Hutan diharapkan dapat menginventarisasinya sesuai dengan yang ada di lapangan atau di lokasi kawasan hutan.
Tugas tim PPTKH menginventarisasi lahan atau tanah dengan segala isinya yang ada dalam kawasan hutan, apakah masih sesuai dengan peruntukannya. Apakah benar dataran Sumatera Utara memiliki tutupan lahan (land cover) 80 persen yang terdiri dari hutan (forest cover) sebesar 51 persen dan perkebunan tahunan 29 persen. Apakah flora dan fauna masih ada di kawasan hutan berdasarkan data yang ada.
Apakah data yang ada sekarang ini masih tetap atau hanya tinggal data. Sementara faktanya di lapangan atau di kawasan hutan sudah tidak ada lagi. Semuanya itu perlu kerja serius, jujur dan cermat sehingga data menjadi benar, tidak fiktif.
Berdasarkan data dari Dinas Kehutanan Sumatera Utara tahun 2013 yang dimuat dalam buku “Industri Minyak Sawit Sumatera Utara Berkelanjutan” diterbitkan Palm Oil Agribusiness Strategic Policy Institute (PASPI) Bogor memetakan lokasi konservasi dan pelestarian biodiversity in situ Sumatera Utara.
Untuk taman nasional di Sumatera Utara ada di Taman Nasional Gunung Leuser di wilayah Kabupaten Langkat, Karo dan Dairi yang terbagi dalam Suaka Margasatwa Gunung Leuser seluas 416. 500 hektar. Suaka Margasatwa Kluet seluas 20.000 hektar. Suaka Margasatwa Langkat Barat seluas 51.000 hektar. Suaka Margasatwa Langkat Selatan seluas 82.985 hektar. Suaka Margasatwa Sukundur seluas 60.600 hektar. Suaka Margasatwa Kappi seluas 142.800 hektar dan Taman Wisata Gurah seluas 9.200 hektar.
Biodiversity yang terdapat di Taman Nasional Gunung Leuser berbagai tumbuhan, Orangutan Sumatera, Harimau Sumatera, Badak Sumatera, Rusa Sambar, Beruang Madu, Serudung, Siamang, Monyet Ekor Panjang, Beruk, Kambing Hutan, Macan Tutul, Burung Rangkong dan lainnya.
Taman Nasional Batang Gadis di wilayah Kabupaten Mandailing Natal dan Tapanuli Selatan seluas 108.000 hektar dengan Biodiversity yakni berbagai tumbuhan, Harimau Sumatera, Tapir, Beruang Madu, Orang Utan Ras Angkola, Siamang dan berbagai burung.
Taman Hutan Raya Bukit Barisan di wilayah Tanah Karo seluas 51.600 hektar dengan Biodiversity hutan lindung dan konservasi.
Kemudian Cagar Alam Batu Gajah di wilayah Simalungun seluas 0,8 hektar terdapat flora, fauna dan benteng alam. Batu Ginurit di wilayah Labuhan Batu seluas 0,5 hektar terdapat flora, fauna dan benteng alam. Dolok Saut Sulungan di wilayah Tapanuli Utara seluas 39 hektar terdapat flora, fauna dan benteng alam. Dolok Sibual-buali di wilayah Tapanuli Selatan seluas 5.000 hektar terdapat flora, fauna dan benteng alam. Dolok Sipirok di wilayah Tapanuli Selatan seluas 6.970 hektar terdapat flora, fauna dan benteng alam. Dolok Tinggi Raja di wilayah Simalungun seluas 167 hektar terdapat flora, fauna dan benteng alam. Liang Balik di wilayah Labuhan Batu seluas 0,31 hektar terdapat flora, fauna dan benteng alam. Lubuk Raya di wilayah Tapanuli Selatan seluas 3.050 hektar terdapat flora, fauna dan benteng alam. Martelu Purba di wilayah Simalungun seluas 195 hektar terdapat flora, fauna dan benteng alam. Sei Ledong di wilayah Labuhan Batu seluas 1.100 hektar terdapat flora, fauna dan benteng alam dan Siwa Langit di wilayah Deli Serdang seluas 9,15 hektar terdapat flora, fauna dan benteng alam.
Suaka Margasatwa di wilayah Barumun Tapanuli Tengah seluas 40.330 hektar dengan Biodiversity Harimau Sumatera, Gajah Sumatera, Burung Rangkong, Siamang, Tapir dan berbagai burung.
Suaka Margasatwa di wilayah Karang Gading Deli Serdang dan Langkat seluas 15.765 hektar dengan Biodiversity Lutung, Kera dan Rajan Udang. Suaka Margasatwa di wilayah Dolok Surungan Tapanuli Utara seluas 23.800 hektar dengan Biodiversity Harimau Sumatera, Landak, Siamang dan Burung Elang.
Suaka Margasatwa di wilayah Siranggas Tapanuli Selatan seluas 5.657 hektar dengan Biodiversity Harimau Sumatera, Beruang Madu, Kiah-kiah, Kancil, Tringgiling dan Rusa.
Bila Perpres Nomor 88 Tahun 2017 tentang PPTKH berjalan baik maka bisa didata kembali apakah kondisinya sesuai dengan data yang ada. Perlu terus diteliti dan diawasi sehingga terwujud pelestarian alam yang sesungguhnya.
(Penulis Dosen Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara (UMSU) Medan, pemerhati dan praktisi kehutanan)