Potret Kehidupan Warga Terpencil di Abdya

Oleh: Agustia Saputra.

Kicauan burung, sejuknya hem­busan angin dan  pemandang­an alami menjadi ciri khas pemukiman warga pedalaman Aceh Barat Daya (Abdya), tepatnya di Kilometer VII, Dusun Lhobya Desa Ie Mirah, Kecamatan Babahrot.

Di wilayah ini, sebagaimana tere­kam pada Sabtu (28/10) tidak ada, listrik, instalasi air bersih, jaringan telekomunikasi, sarana pen­didikan, pelayanan kesehatan, termasuk rumah ibadah yang memadai. Dusun ini dihuni sekitar 24 kepala keluarga (KK) yang umumnya merupakan warga pendatang dari berbagai daerah, termasuk Abdya sendiri. Mereka mencari nafkah sebagai petani.

Wilayah ini merupakan daerah terpencil. Jaraknya lebih dari 4 kilometer dari pemukiman penduduk lain terdekat. Dusun itu hanya bisa diakses dengan berjalan kaki selama lebih dari dua jam. Medan yang dilalui lumayan sulit, harus melewati perbukitan dengan jalan kecil, licin, berbatu serta menyeberangi empat aliran anak sungai yang merupakan pemisah antara perbukitan.

Tidak banyak yang tahu keseharian masyarakat yang tinggal di Dusun Lho­bya ini. Sebab, mereka lebih memilih untuk tetap melakukan aktivi­tas kemasyarakatan cukup dalam kawasan tersebut. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, mereka hanya hasil kebun yang mere­ka tanam. Jika hasilnya lebih banyak, mereka akan keluar dan menjualnya ke penduduk desa.

Tokoh agama Dusun Lhobya, Tengku Maimun, mengungkapkan, mereka telah lama menetap di kawasan perbukitan itu dan menjalankan rutini­tas kemasyarakatan layaknya seperti masyarakat pada umumnya. Hanya saja kehidupan yang dilakoni tidak semudah masyarakat lainnya yang terpantau dan terbantu oleh berbagai program pemerintah.

Keterbatasan sarana dan prasarana tidak terlalu mereka hiraunkan. Bagi mereka, yang terpenting adalah bisa hidup dengan aman, damai dan bisa beribadah dengan lebih baik serta jauh dari hiruk-pikuk keduniaan.

Selama menetap di kawasan yang sulit terjangkau itu, mereka belum pernah dikunjungi oleh kepala daerah­nya. Baru pada Sabtu itu, mereka mendapatkan kunjungan dadakan Wakil Bupati Abdya, Muslizar MT beserta rombongan.

Mereka terharu atas kunjungan tersebut dan menjadikan momentum sebagai ajang dalam melepaskan keinginan mereka agar dapat hidup lebih baik, layaknya masyarakat yang tinggal di desa-desa lain.

Jika diperhatikan, kehidupan ma­sya­rakat yang tinggal di kawasan itu memang termasuk memprihatinkan. Mereka hanya bertahan hidup dengan kondisi seadanya tanpa perhatian dari pemerintah setempat.

Wakil Bupati Muslizar mengaku ada tiga faktor pendorong kunjungan mendadaknya itu yang juga mengajak Wakapolres Abdya Kompol Jadmiko SH, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Nyak Seh, Kabid Kependudukan ZA Zufri, Muspika Babahrot, tim Tagana, dan BFLF.

Pertama, karena hubung­an sesama manusia. Kedua, saudara seakidah dan berada dalam wilayah kepemimpin­annya. Terakhir, selaku pe­mimpin memiliki tanggung jawab moral untuk melihat kehi­dupan mereka. Dengan melihat langsung dan men­dengarkan keluhan mereka serta mencari tahu mengapa mereka emilih meng­­a­singkan diri dan hidup dalam kondisi seadanya yang pe­nuh keterbatasan.

Tak terdata, memprihatinkan

Dari hasil kunjungan ini terungkap, sebanyak 24 KK yang berdiam di kawasan tersebut tidak tercatat dalam data kependudukan. Bahkan, tidak tercatat dalam data fa­silitas yang telah diprogram­kan oleh pemerintah seperti BPJS kesehatan dan lainnya.

Menurut Muslizar, ke­hi­dupan warganya di Dusun Lhobya ini memang mem­pri­hatinkan. Mereka hidup dalam kondisi serba ter­batas. Mereka tinggal di di rumah berkonstruksi kayu. Namun, kehidupan mereka benar-benar bersahaja.

Dalam pertemuan yang tergolong singkat itu, masya­rakat me­nyam­­paikan bebera­pa aspirasi yang menjadi tang­gung jawab pemerintah. Di antaranya, akses jalan yang memadai, jembatan, pe­layanan kesehatan, listrik serta sejumlah sarana pen­du­kung lainnya.

“Kami butuh jalan, Pak, agar kami bisa dengan mu­dah menjual hasil kebun. Ka­mi butuh lampu penerang, tenaga kesehatan, sarana iba­dah dan pendidikan. Kami hanya ingin hidup dengan aman dan tenang dalam ber­ibadah,” ujar Wabup mengu­tip harapan warga setempat.

Berbicara tentang kebu­tuhan masyarakat Dusun Lhobya dan tanggung jawab pemerintah terhadap kese­jah­teraan rakyatnya, Wabup Muslizar telah menyampai­kan persoalan itu kepada Bu­pati Abdya, Akmal Ibrahim dan mendukung sepenuhnya rencana pengembangan serta pemberdayaan ekonomi warga setempat.

Tidak hanya itu, kondisi masyarakat terpencil ini juga telah disam­paikan langsung kepada tim dari Kementerian Transmigrasi dan Tenaga Ker­ja, termasuk Dinas Trans­migrasi dan Ketenaga­kerjaan Aceh dan Abdya.

Mengatasi keadaan ini, sebut Muslizar, dalam waktu dekat, seluruh penduduk yang tinggal di daerah ter­pencil itu juga akan didata ulang untuk pembuatan kartu tanda penduduk (KTP), pembuatan kartu BPJS Kese­hatan.

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Abdya juga akan fokus mem­bangun jalan dan jembatan agar akses trans­portasi dusun itu lebih mu­dah dan bisa dijangkau oleh kendaraan bermotor, dan pem­bangunan jaringan lis­trik yang melibatkan tim re­lawan yang saat ini sudah terbentuk.

Selain itu, sarana pendidi­kan, keterampilan, keseha­tan, termasuk penerapan program unggulan Bupati/Wa­kil Bupati Abdya, yakni pe­ngelolaan gunung.

Karena itu pula, mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Ka­bupaten (DPRK) Abdya ini menginginkan ke­terlibatan pemerintah pusat dan provinsi untuk mewu­judkan program pengemba­ngan di wilayah tertinggal itu.

Harapan atas terwujudnya sejumlah program yang akan dijalankan itu sendiri terlihat jelas dari raut wajah dan tata­pan warga dusun yang telah lama menanti perhatian dari pemerintah ini.

“Intinya, mereka terharu atas kehadiran pimpinan daerah untuk kali pertama se­lama Abdya mekar dari ka­bu­paten induk Aceh Selatan. Mereka juga merasa senang dengan program pengemba­ngan yang akan dilakukan,” paparnya.

Kita tentu berharap, tata­pan berbinar dan penuh asa warga Dusun Lhobya ini ti­dak akan berubah menjadi ta­tapan kosong.

()

Baca Juga

Rekomendasi