Oleh: Jalatua Hasugian
SETIAP memperingati Hari Pahlawan, Presiden Repubik Indonesia mengumumkan penganugerahan gelar pahlawan kepada tokoh-tokoh yang dipandang layak menerimanya. Penganugerahan ini dilakukan setelah melewati serangkaian seleksi dan rekomendasi mulai dari tingkat kabupaten/kota, provinsi dan pusat secara berjenjang. Mekanismenya diatur melalui Undang-Undang Nomor: 20/2009 tentang gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan serta Peraturan Pemerintah Nomor: 35/2010 sebagai acuan teknis pelaksanaannya.
Berdasarkan UU tersebut yang dimaksud dengan "Pahlawan Nasional" adalah gelar yang diberikan kepada warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang melawan penjajahan di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang gugur atau meninggal dunia demi membela bangsa dan negara, atau yang semasa hidupnya melakukan tindakan kepahlawanan atau menghasilkan prestasi dan karya yang luar biasa bagi pembangunan dan kemajuan bangsa dan negara Republik Indonesia.
Pemberian gelar pahlawan ini merupakan bentuk penghargaan negara yang diberikan Presiden kepada seseorang yang telah gugur atau meninggal dunia atas perjuangan, pengabdian, darmabakti, dan karya yang luar biasa kepada bangsa dan negara. Dalam UU tersebut juga diterangkan bahwa gelar pahlawan nasional mencakup juga semua jenis gelar yang pernah diberikan sebelumnya, yaitu Pahlawan Perintis Kemerdekaan, Pahlawan Kemerdekaan Nasional, Pahlawan Proklamator, Pahlawan Kebangkitan Nasional, Pahlawan Revolusi dan Pahlawan Ampera.
Untuk memperoleh gelar pahlawan nasional, seleksinya sangat ketat serta harus memenuhi syarat umum dan syarat khusus sebagaimana diatur pada pasal 25 dan pasal 26 UU No. 20/2009. Syarat umumnya adalah: warga negara Indonesia atau seseorang yang berjuang di wilayah yang sekarang menjadi wilayah Indonesia; memiliki integritas moral dan keteladanan; berjasa terhadap bangsa dan negara; berkelakuan baik; setia dan tidak mengkhianati bangsa dan negara; dan tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun.
Sedangkan syarat khusus yang harus dipenuhi adalah: pernah memimpin dan melakukan perjuangan bersenjata atau perjuangan politik atau perjuangan dalam bidang lain untuk mencapai, merebut, mempertahankan dan mengisi kemerdekaan serta mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa; tidak pernah menyerah pada musuh dalam perjuangan; melakukan pengabdian dan perjuangan yang berlangsung hampir sepanjang hidupnya dan melebihi tugas yang diembannya.
Mereka juga dipersyaratkan adalah orang yang pernah melahirkan gagasan atau pemikiran besar yang dapat menunjang pembangunan bangsa dan negara; pernah menghasilkan karya besar yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat luas atau meningkatkan harkat dan martabat bangsa; memiliki konsistensi jiwa dan semangat kebangsaan yang tinggi; dan/atau melakukan perjuangan yang mempunyai jangkauan luas dan berdampak nasional.
Selain inisiatif dari negara usul pemberian gelar, tanda jasa dan tanda kehormatan dapat diajukan oleh perseorangan, lembaga negara, kementrian, lembaga pemerintah non- kementrian, pemerintah daerah, organisasi, atau kelompok masyarakat. Usul tersebut ditujukan kepada Presiden melalui dewan gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan selaku dewan yang bertugas memberikan pertimbangan kepada Presiden dalam pemberian gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan.
Pada pasal 52 PP No. 35/2010, diuraikan lebih detail mengenai mekanisme permohonan usul pemberian gelar, yaitu bahwa pemberian gelar diajukan melalui bupati/walikota atau gubernur kepada Menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial. Selanjutnya menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang sosial mengajukan permohonan usul pemberian gelar kepada Presiden melalui dewan gelar, tanda jasa, dan tanda jehormatan.
Mencermati panjangnya mekanisme pengusulan dan ketatnya persyaratan serta seleksi yang dilakukan tim secara berjenjang, wajar jika banyak tokoh-tokoh yang diusulkan dari daerah tak lolos seleksi. Meskipun masyarakat di daerah asal tokoh tersebut, tahu persis jika orang yang diusulkan memang layak menerimanya. Namun mengingat seleksinya cukup ketat serta pertimbangan tertentu tim tingkat nasional, masyarakat pun harus maklum jika tak semua tokoh usulan daerah diakomodir Presiden melalui dewan gelar, tanda jasa, dan tanda kehormatan. Meski harus maklum, namun masyarakat daerah yang mengusulkan tentu juga mengenyam kekecewaan serta merasa adanya 'diskriminasi'. Padahal semua juga sama-sama berjuang di daerah masing-masing, terutama pejuang pra kemerdekaan.
Sampai tahun 2016, sebanyak 168 orang putra-putri terbaik bangsa Indonesia telah ditetapkan dan dianugerahi gelar Pahlawan Nasional, sejak era Presiden Soekarno hingga Joko Widodo. Tahun 2016 lalu, Joko Widodo menganugerahkan gelar pahlawan kepada lima tokoh nasional yaitu: Bernard Wilhem Lapian (Sulawesi Utara), Mas Isman (Kosgoro), Komjen Pol Moehammad Jasin (Jawa Timur), I Gusti Ngurah Made Agung (Bali), serta Ki Bagus Hadikusumo (Yogyakarta). Dengan penambahan tersebut, jumlah Pahlawan Nasional yang sebelumnya 163 orang, kini menjadi 168 orang yang terdiri dari 156 pria dan 12 wanita.
Di luar pulau Jawa, Sumatera Utara termasuk daerah yang memiliki banyak pahlawan nasional. Dari 168 pahlawan nasional, tercacat 11 (sebelas) orang diantaranya berasal dari Sumatera Utara. Mereka adalah: Sisingamangaraja XII (1961), Dr. Ferdinan Lumbantobing (1962), K.H.Zainal Arifin (1963), Mayjen D.I. Panjaitan (1965), Tengku Amir Hamzah (1975), Adam Malik (1998), Jenderal Abdul Haris Nasution (2002), Kiras Bangun (2005), Mayjen Tengku Rizal Nurdin (2005), TB. Simatupang (2013) dan Letjen Djamin Ginting (2014). Rencananya, tahun 2017 ini, Presiden Joko Widodo akan menetapkan satu lagi tokoh asal Sumatera Utara, Lafran Pane, pendiri Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) sebagai pahlawan nasional.
Pahlawan Daerah Lewat SK Gubernur?
Jika mengacu pada ketentuan UU dan PP yang ada sekarang ini, tentu sangat sulit bagi tokoh- tokoh di daerah untuk bisa dinobatkan sebagai pahlawan nasional. Padahal masyarakat sangat berkeinginan agar para pejuang serta orang-orang berjasa di wilayahnya mendapatkan penghargaan dari negara. Kita berharap ada solusi dari pemerintah pusat untuk tetap menghargai pahlawan-pahlawan daerah yang sulit lolos seleksi tingkat nasional. Jangan sampai, generasi muda kita melihat adanya perlakuan yang 'diskriminatif' terhadap para pejuang, yang mayoritas juga berasal dari daerah, termasuk yang sudah ditetapkan sebagai pahlawan nasional.
Setidaknya, gubernur diberikan kewenangan untuk menganugerahkan gelar kepahlawanan daerah di provinsi masing-masing. Artinya, jika selama ini kita hanya mengenal pahlawan nasional, kedepan kita juga punya pahlawan daerah sebagai wujud apresiasi kita terhadap perjuangan tokoh-tokoh di daerah yang selama ini masih 'terlupakan'.
Dengan demikian, generasi muda kita terutama para pelajar dan mahasiswa di daerah tetap bisa mengapresiasi serta meneladani nilai-nilai perjuangan pendahulunya meski hanya untuk tingkat daerah. Hal ini juga akan memudahkan para guru pelajaran sejarah, untuk memberikan contoh-contoh perjuangan di masa lalu, dengan mengungkap peran pahlawan daerah, yang nilai juangnya juga sama dengan pahlawan nasional dalam rangka eksistensi NKRI.
Soal mekanisme dan seleksi teknisnya, tentu bisa mengadopsi peraturan yang telah ada untuk seleksi nasional. Hanya saja, perlu perubahan regulasi yang mengatur kewenangan bagi Gubernur untuk menetapkan penganugerahan pahlawan daerah. Hal ini juga akan memudahkan Presiden jika kelak akan menganugerahkan gelar pahlawan nasional, tinggal menyeleksi saja dari tokoh-tokoh yang sudah ditetapkan Gubernur sebagai pahlawan daerah.
Kalau pun tidak lolos sebagai pahlawan nasional, paling tidak gelar pahlawan daerah tetap melekat dan menjadi memori kolektif masyarakat dalam mengapresiasi perjuangan di masa lalu. Kita berharap, ada dorongan dari elemen-lemen masyarakat, para wakil rakyat serta pemerintah daerah sendiri tentang perlunya penganugerahan pahlawan daerah ini. Jangan sampai, karena kelamaan menunggu anugerah pahlawan nasional dari Presiden, tokoh-tokoh pejuang kita di daerah malah terlupakan.***
* Penulis, Dosen FKIP Universitas Simalungun, Pematangsiantar