Medan, (Analisa). Penggunaan tembakau di Indonesia beberapa tahun belakangan ini baik berupa rokok maupun penggunaan tembakau kunyah (smokeless tobacco use) meningkat tajam. Setidaknya berdasarkan pernyataan Kementerian Kesehatan Indonesia, kebiasaan merokok di kalangan usia muda meningkat, orang tua merokok di dalam rumah dan persentase pengeluaran rumah tangga miskin membeli rokok semakin meningkat.
Sisi lain, kebiasaan mengunyah tembakau di kalangan perempuan Karo sudah dimulai pada usia remaja. Satu di antaranya adalah di Desa Batu Karang, Kecamatan Payung, Karo. Menarik, pasalnya berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan, faktanya usia perempuan Karo mulai mengunyah tembakau sebanyak delapan (8) persen berusia tujuh (7) tahun. Adapun lama waktu mengunyah tembakau waktu mengunyah antara 15-30 menit, frekuensi mengunyah per minggu, lebih kurang sebanyak sembilan kali, frekuensi mengunyah per hari sebanyak 3-5 kali, dan faktor pendorong mengunyah tembakau adalah faktor ketersediaan yang tinggi di dalam rumah oleh orangtua.
Prinsipnya mengunyah tembakau adalah bagian yang melengkapi struktur kebudayaan dan biasanya berkaitan erat dengan kebiasaan yang terdapat di daerah tertentu. Tak dipungkiri kuantitas, frekuensi, dan usia pada saat memulai mengunyah sirih berubah oleh tradisi setempat. Meskipun tak dipungkiri frekuensi penggunaan tembakau kunyah mungkin berkaitan dengan beberapa faktor seperti ketersediaan dan harga tembakau yang digunakan, usia, pekerjaan dan pertimbangan sosial ekonomi yang berhubungan dengan para pengguna tembakau kunyah. Faktanya kebiasaan mengunyah tembakau telah dimulai pada masa anak-anak dan remaja, serta pada orang dewasa.
Sejatinya kecenderungan mengunyah tembakau sudah menjadi kebiasaan sehari-hari pada remaja putri di desa Batu Karang, bahkan menjadi tren pada remaja putri di desa tersebut, dengan mengunyah tembakau mereka akan terlihat lebih menarik karena dapat membuat bibir menjadi merah dan menambah rasa percaya diri remaja putri di desa Batu Karang. Sebetulnya berdasarkan pengamatan Analisa, perempuan Karo yang tinggal di kawasan perkotaan, satu atau dua masih melakukan aktivitas mengunyah tembakau. Apalagi dalam aktivitas pesta adat. Tentu saja tak bisa menolak aktivitas mengunyah tembakau tadi.
Persis yang diungkapkan Nova (30), menurutnya semasa dia remaja dia sering mengunyah tembakau, namun belakangan karena telah menetap di Kota Medan, perempuan ini sudah menghentikan kebiasaannya itu. Begitupun jika dalam acara adat seperti pesta, kalau ditawarkan untuk mengunyah tembakau, Nova tentu tak menolak.
“Itu merupakan tuntutan pekerjaan, pimpinan saya tidak suka melihat bibir dan gigi saya yang merah-merah, dan saya maklum akan hal itu,” katanya kepada Analisa.
Begitupun Nova bilang tradisi mengunyah tembakau tak bisa dia lepaskan dalam hidupnya. Katanya adat itu merupakan kebiasaan leluhur, bukan berarti kita tak bisa fleksibel dengan kekinian.
“Paling penting tahu menempatkan diri dalam situasi, dan tetap menjunjung budaya kita,” pungkasnya tersenyum. (del)