Pegiat Seni Masuk Desa

Mengakrabkan Sastra di Tengah Warga

Oleh: Rhinto Sustono

DARI sebuah acara silaturahmi, penggiat seni kata di Deliserdang menelisik bermacam masalah kehidupan. Para penyair mem­beber segala hal, mulai pudarnya tata nilai kehidupan hingga ron­toknya solidaritas bangsa. Tidak ingin syur sendiri di jagad seni, mereka mengajak warga berak­rab-akrab dengan sastra.

Suatu siang yang cerah, H Yahya berse­mangat menggoes onthel kesaya­ngannya memasuki halaman MIS Hidayatullah di Jalan Tanjung Morawa-Batangkuis, Desa Sena, Kecamatan Batangkuis, Kabupaten Deliser­dang, tempat digelar ajang “Dari Desa Sena, Menggugah Ke-Indonesia-an Kita”. Sejumlah penyair Sumut, Nasib TS, Sugeng Satya Dharma, Porman Wilson Manalu, Hidayat Banjar, dan Mahyudin Lubis menyambut hangat lelaki 70-an tahun pensiunan PT KAI itu.

Di belakangnya, ikut antre mengisi buku tamu Kapolsek Batangkuis AKP B Panjaitan, perwakilan Koramil Batangkuis Serma Sinaga, sejumlah kepala dusun, ibu rumah tangga, para remaja, pelajar, guru, dan mahasiswa. Dalam waktu singkat, ratusan kursi di tenda halaman MIS tersebut sudah dipenuhi tamu.

Penyair, warga desa dan pejabat setempat duduk bersama untuk memeriahkan hajatan memeringati Hari Sumpah Pemuda dengan gelaran baca puisi bersama. Mereka pun silih berganti membaca puisi yang disediakan panitia. Di antara mereka, ada juga yang membacakan karya sendiri.

Kapolsek Batangkuis AKP B Panjaitan, misalnya, memilih membaca puisi yang disiapkan sendiri. Puisinya menyapa warga dan pemuda untuk bersama menjaga keamanan, ketertiban, dan keutuhan bangsa, tentu saja pesan itu disampaikan dengan cara menyentuh karena lewat puisi. “Saya berharap acara yang dapat mempererat silaturahmi warga dari berbagai kalangan seperti  ini bisa sering digelar agar kebersamaan kita tetap terjaga”.

Hajatan itu hanyalah satu dari rangkaian kegiatan para pegiat seni Deliserdang dalam rangka membumikan karya sastra di tengah masyarakat. Berbagai kegiatan serupa tengah digagas dalam rangka mengakrabkan sastra kepada masyarakat. “Penyair bukan petapa kesepian, mereka bagian dari masyarakat, sudah seharusnya karya-karyanya bisa akrab menemui masyarakatnya,” kata seorang pegiat sastra Deli Serdang, Sugeng Satya Dharma.

Bersama pegiat seni lainnya, di antaranya Mihar Harahap, Mahyuddin Lubis, Munir, Sumargi Gunarto, Nasib TS, dan Hidayat Banjar, sepakat untuk tidak memperlakukan karya sastra seperti barang antik di pertapaan yang dipuja-puja tapi jauh dari masya­ra­katnya. “Saatnya sastra dekat dan akrab dengan masyarakat,” timpal pegiat sastra yang juga seorang jurnalis, Nasib TS.

Gerakan mendekatkan sastra kepada warga ini pun didukungan sejumlah komu­nitas pegiat seni yang ada di Deli­ser­dang, antara lain Forum Sastrawan Deli­serdang (Fosad), Aliansi Penulis Waspada (Apwas), Lesbumi, Dekade, Rumah Kata, bahkan dukungan juga datang dari sejumlah tokoh masyarakat, di antaranya Bantu Suprayitno, seorang seniman Deli Serdang yang juga Kepala Desa Sena dengan menyiapkan tempat berkegiatan para sastrawan Deli Serdang, salah satunya MIS Hidayatullah.

Ketua Forum Sastrawan Deli Serdang (Fosad), Mihar Harahap mengatakan, Deliserdang memiliki banyak seniman yang karya-karyanya dikenal lokal maupun nasional. “Ini adalah modal untuk mem­bangun daerah, seniman bisa berkontri­busi dengan karya dan gagasan-gaga­sannya,”ujarnya.

Ia bersama sejumlah seniman daerah itu memimpikan terwujudnya pusat kegiatan seni yang bisa menjadi ikon Deli Serdang. “Fosad bersama kawan-kawan tengah meng­gagas terwujudnya desa seni yang kelak bisa menjadi pusat kegiatan seni, bukan hanya untuk seniman tapi juga bermanfaat bagi masyarakat. Apalagi kini Deli Serdang jadi gerbang Sumut. Kami berharap seniman dan masyarakat bisa berkontribusi ikut mema­jukan pariwisata lewat seni bu­daya,”ujarnya.

Sebelumnya, mereka juga pernah membe­dah novel Habisi Dia karya sastrawan Deli Serdang, Idris Siregar. Bedah buku digelar serangkaian dengan peluncuran novel tersebut.

Setelah hajatan seni Oktober lalu, mereka kembali menggagas “Muhasabah Seniman dan Warga” yang akan digelar akhir Desem­ber nanti. Tempatnya tidak berubah, seniman dan warga akan duduk bersama dalam kenduri puisi, testimony, dan silaturahmi. Siapa pun boleh berpartisipasi di acara itu nantinya.

Begitulah, dari sebuah silaturahmi para pegiat seni, bermacam masalah kehidupan ditelisik, mulai tata nilai kehidupan sehari-hari hingga kehidupan berbangsa. Mereka aset negara yang berperan menjaga dan melestarikan khasanah budaya bangsa. “Namun sudahkah pemerintah kita peduli dengan menyediakan sarana pendukung kegiatan kesenian yang memadai?” tanya Nasib TS.

()

Baca Juga

Rekomendasi