Bulu Mata Palsu Merambah 30 Negara

MESKI masih berusia muda, Amir Sudjono memiliki kemam­puan berbisnis dengan gaya kepemimpinan yang tak diragu­kan. Banyak peng­usaha yang berguru kepada anak muda Pur­wo­kerto, 20 Ja­nuari 1983 lalu itu.

Betapa tidak. Ketika merintis usaha pembuatan bulu mata dan rambut palsu (wig) pada 2008, pekerjanya hanya tujuh orang. Tapi selang beberapa tahun ke­mu­dian, jumlah pegawai PT Bio Takara melonjak drastis hingga mencapai 2.000 orang.

Di wilayah Purwokerto dan Purbalingga, sejak 1960-an ba­nyak warganya menggantungkan nasib dengan menjadi pembuat wig dan bulu mata palsu. Mema­suki era tahun 2.000, investor asing, khususnya dari Korea Se­latan berdatangan ke daerah ter­se­but untuk memproduksi wig dan bulu mata secara lebih cang­gih. Hingga sekarang tercatat ada sekitar 30 perusahaan yang ber­ge­rak di usaha itu dengan jumlah tenaga kerja yang terserap sekitar 50.000 orang.

"Saya beruntung karena umum­­nya karyawan di Bio Taka­ra merupakan generasi kesekian yang selain punya bakat alam, juga telah ba­nyak belajar dari orang tua mereka," tutur Amir.

Membuat bulu mata palsu, bukan pekerjaan mudah, butuh ketekunan, dan waktu yang cukup lama. Semula, Amir yang meraih gelar sarjana Teknik Mesin dan Aerospace dari Cornell University pada 2005, sama sekali tak terpikir akan menjadi pengusaha bulu mata palsu. Ia kuliah di jurusan itu semata karena terke­nal paling susah dan menantang.

"Semasa kuliah saya belum ada cita-cita yang jelas. Tapi dengan mengambil jurusan yang susah, pikiran kita jadi lebih kuat," ujarnya.

Meski begitu, arah dirinya akan menjadi pengusaha terlihat dari ilmu yang ditekuninya kemu­dian di Fudan University Shanghai. Amir mengambil jurusan Chinese Economy and International Finance. Suatu hari, dia mem­baca berita terkait para pe­ng­usaha yang mengeluhkan upah pekerja di China mulai mahal. Hal itu pada saatnya akan me­micu eksodus ke negara lain yang upah pekerjanya masih tergolong lebih murah.

Amir sadar, di kampung hala­man­­nya ada banyak perusahaan modal asing yang beroperasi. Pola pikir mereka pun sepertinya akan sama, sehingga lambat laun akan meninggalkan Indonesia jika dianggap tak lagi kompetitif. Guna me­ngantisipasi hal-hal yang tak diinginkan seperti itulah, dia bertekad mendirikan perusa­haan yang bisa menyerap banyak tenaga kerja.

"Kalau saya kan apapun yang ter­jadi enggak akan mening­galkan negara dan kampung hala­man," kata Amir.

Ketika banyak media memo­tret minimnya kesejahteraan para pekerja di industri bulu mata, dia tak kecut. Sebab para karyawan di Bio Takara tergolong di atas rata-rata. "Karya­wan kami sejah­tera. Gaji mereka di atas UMK dan bahkan banyak yang bisa berlipat-lipat di atas UMK jika produktifitasnya tinggi," katanya.

Selain memperhatikan kese­jah­teraan pegawainya, Amir juga memperhatikan lingkungan ma­sya­ra­kat sekitarnya. Dia, misal­nya, mendirikan sekolah Mulia Bakti untuk tingkat TK, SD, dan SMK. Uniknya, sekolah itu meru­pakan hasil kerja sama berkesi­nambungan antara Bio Takara, pemasok bahan baku dan para pelanggan.

Karena dia berobsesi, para pe­la­jar yang menimba ilmu di se­kolah itu dapat bergaul di kancah Internasional, bahasa pengantar sengaja menggunakan Indonesia, Inggris, dan Mandarin. "Bia­yanya sengaja dibuat agar ter­jang­kau untuk masya­rakat kebanyakan," ujar Amir.

Salah satu kunci kemajuan Bio Takara yang dikelolanya, kata Amir, adalah inovasi produk. Untuk itu dia mengaku hampir se­tiap musim mondar-mandir ke Tokyo, Jepang. Tepatnya kawa­san Harajuku untuk menda­patkan ide-ide desain pro­duknya. Di sana, kata dia, berbagai ma­cam mode yang mungkin tak ter­ba­yangkan oleh orang keba­nyakan justru bisa bermunculan.

"Ibaratnya kalau saya bilang, Harajuku itu pusat laboratorium fashion dunia," tuturnya.

Berkaca dari kesuksesan produk wig dua warna, kata Amir, kini dia tengah mempertim­bang­kan untuk memperkenalkan pro­duk bulu mata dua warna. Meski tampaknya cuma perub

ahan kecil, tapi dia yakin hal ini mem­berikan variasi yang mem­be­da­kan produk perusahaannya diban­dingkan dengan perusahaan lain.

"Saya ingin Bio Takara men­jadi pemain kunci dalam industri produk kecantikan di Asia Teng­gara," katanya.

Soal kapasitas produksi dan omzet perusahaan yang dikelo­lanya, meski menyebutkan ang­ka-angka, Amir mewanti-wanti agar hal tersebut tak perlu diung­kap ke publik. Dia lebih suka me­ng­ungkapkan dua penghar­gaan Primaniyarta yang diraihnya pada 2014 dan 2017 dari Kemen­terian Perdagangan sebagai indi­kasi bonafiditas perusahaannya. Dia meraih Primaniyarta untuk kate­gori 'Eksportir Potensi Unggulan'.

"Waktu 2014 karena Pak Jo­ko­wi belum dilantik, jadi diwa­kilkan oleh Mendag M. Luhtfi," kenang Amir.

Dia memasok produk bulu mata palsu, wig perempuan dan toupess (wig untuk lelaki), ke seki­tar 30 negara di Amerika Tengah, Eropa Barat, Asia Timur, Timur Tengah, dan Eropa Selatan.

"Untuk bulu mata itu kalau yang premium class ya made in Indonesia yang dipilih customer di luar (negeri)," pungkasnya. (dtc)

()

Baca Juga

Rekomendasi