Oleh: Rhinto Sustono.
LIBUR panjang akhir tahun telah tiba, aktivitas di jalan raya ikut melata. Tak tanggung, satu-satunya akses utama jalur darat keluar kota melalui lintasan timur hanya mengandalkan Jalinsum. Baik yang ke kabupaten/kota di Sumut maupun menuju provinsi tetangga.
Yang pastinya, jalan arteri ini pula yang digunakan menuju dan dari Bandara Kualanamu. Persinggungan aktivitas transportasi ini terkonsentrasi di Km 15 Simpang Kayu Besar, Tanjung Morawa.
“Jangankan akhir pekan atau saat musim liburan, hari biasa pun, setiap saat macet terus terjadi di simpang ini. Karena satu titik kemacetan tidak segera teratasi, kini macet menyebar ke sejumlah persimpangan lainnya,” ungkap anggota DPRD Sumut Satrya kepada Analisa.
Satrya menilai, sehrusnya kinerja polisi, khususnya Ditlantas Poldasu lebih optimal mengurai kemacetan di kawasan simpang tersebut. Terlebih saat musim liburan kini.
Dikatakan, hampir tidak ada skala prioritas dalam mengatasi kemacetan itu. Dua sampai tiga personel saja mengurai kemacetan di persimpangan itu tidak cukup, namun keterbatasan personel itu tidak pernah jadi bahan evaluasi. Termasuk, intensitas keberadaan polantas di simpang itu harus terus-menerus, tidak sekadar kalau ada pejabat yang akan melintas.
Satrya merincikan, selain Simpang Kayu Besar yang menjadi sentral titik kemacetan – yang memperburuk perwajahan gerbang Sumut bagi pendatang yang baru tiba di KNIA – kini macet menyebar di sejumlah persimpangan lain sebagai imbasnya. Sebut saja Simpang Abadi, Simpang Permina, Simpang Abunawas, dan Simpang Sinalko.
“Lalu lintas dari luar kota bisa terkena macet 2 – 3 kilometer. Kini waktu tempuh Lubuk Pakam – Tanjung Morawa bisa lebih 1,5 jam, padahal normalnya hanya dengan 15 – 20 menit,” katanya.
Dari arah sebaliknya, macet panjang Simpang Kayu Besar menghambat arus keluar-masuk Tol Belmera serta arus dari dan menuju Bandara Kualanamu. Baik melintasi arteri maupun dari tol, sama-sama terkena macet hingga lebih 1 km.
Persoalan macet itu tidak terlepas akibat proyek Tol Medan-Kualanamu yang tak kunjung selesai. Bahkan hingga kini proses gant-rugi lahan warga yang terkena tol pun belum semuanya rampung.
Dishub
Terkait macet itu, dulu keluar-masuk kendaraan barang melalui Jembatan Timbang (JT) I Tanjung Morawa milik Dishub Sumut yang berada persis dekat simpang itu selalu menjadi sebabnya. Kini JT I itu tidak lagi beroperasi, namun kenapa kemacetan tidak berkurang?
“Nah ini, seharusnya dengan tidak beroperasinya jembatan timbang ini, personelnya bisa membantu mengurai kemacetan di situ. Tapi kini mereka terkesan ‘makan gaji buta’, bahkan lokasi jembatan timbang malah jadi stasiun ‘taksi gelap’. Malah di situ juga sudah tersedia warkopnya, tempat nongkrong petugas dishub dan para supir,” papar Satrya yang paham betul dengan kondisi tersebut karena ia memang tinggal di Tanjung Morawa.
Agar kemacetan Simpang Kayu Besar bisa terurai, ia mendesak Ditlantas Poldasu dan jajaran untuk serius. Terutama menyiagakan personel yang cukup setiap saat di semua persimpangan yang terdampak macet itu. “Ini harus diseriusi. Masak sudah berlangsung berbulan-bulan tidak pernah ada solusinya?”
Disinggung tentang maraknya pedagang kaki lima (PKL), taksi liar, dan betor yang menyita trotoar dan bahu jalan di seputaran simpang tersebut yang juga menjadi penyebab kemacetan, Satrya mendesak Pemkab Deli Serdang harus bertindak. “Sudah macet, pemandangan sekitar simpangnya amburadul lagi.”
Paling disayangkannya, Tanjung Morawa merupakan penyandang Kecamatan Terbaik Tingkat Sumut 2016, tapi sepertinya Camat Tanjungmorawa Edy Yusuf tidak mampu mempertahankan prestasi yang sudah diraih Timur Tumanggor (camat terdahulu). “Jangankan menciptakan lingkungan sesuai slogan ‘Berseri’ (bersih, rapi, sejuk, rindang, dan indah), mempertahankan saja pun tidak mampu.”
Namun Satrya tidak menampik adanya penertiban dilakukan Satpol PP dan Trantib setempat terhadap pasar tumpah di Pasar 8 Buntu Bedimbar di lintasan arteri bandara.
Jalur Alternatif
Satrya berharap, polisi bisa memberikan imbauan dan informasi tepat terkait jalur alternatif menghindari kemacetan Simpang Kayu Besar tersebut. Menurutnya, siapa pun yang dari Medan menuju Bandara Kualanamu, tidak harus keluar Tol Tanjung Morawa agar tidak terjebak macet. “Bia saja dari Amplas melalui jalur belakang, ke Jalan Datuk Kabu, Tembung, dan keluar dari Desa Sena Batangkuis yang bisa langsung ke bandara. Begitu juga sebaliknya.”
Seharusnya informasi ini disampaikan polisi kepada masyarakat atau justeru melalui Pospam yang tersedia menginformasikan hal tersebut. Bisa juga, polisi langsung berjaga di lapangan dan mengarahkan kendaraan (mobil) pengguna jalan untuk menghindari titik kemacetan.
Khusus yang menuju luar kota, mulai Amplas hingga perbatasan Medan-Tanjung Morawa sudah terdampak macet pengecoran jalan yang tak kunjung selesai. Agar tidak terjebak macet di Simpang Kayu Besar, mobil minibus bisa menempuh jaur alternatif melalui Gang Madirsan dan keluar di Jalan Arteri KNIA kemudian kembali msuk Gang Subur untuk keluar persis di Jalinsum Km 23 menuju Lubuk Pakam.
Pengguna mobil pribadi dari luar kota menuju Medan juga bisa menempuh jalur alternatif melalui Simpang Polres Deliserdang, jalur Paluh Kemiri, Wonosari, Dalu Sepuluh, dan langsung menuju Arteri KNIA untuk sampai ke Jalan Desa Sena menuju Tembung atau ke Amplas.
Alternatif lainnya, jalur dari luarkota bisa melalui Jalan Industri Tanjung Morawa, Jalan Sei Merah, Jalan Bandar Labuhan, Pondok Bambu, Jalan Limau Manis langsung ke Patumbak dan Deli Tua. Atau bisa juga melalui Jalan Limau Manis, Gagng Bambu, Gang Lokasi, Ujung Serdang, dan langsung perbatasan Tanjung Morawa-Medan.
Satrya mengingatkan, selain penempatan personel di pospam, Ditlantas Poldasu juga harus menyebarkan personelnya di sejumlah persimpangan dengan mengarahkan dan menginformasikan sejumlah ruas jalan alternatif yang bisa dilalui pengguna jalan agar tidak menumpuk dan memperparah kemacetan di Simpang Kayu Besar.