Banda Aceh, (Analisa). Rektor Universitas Syiah Kuala (Unsyiah) Banda Aceh Prof Dr Ir Samsul Rizal M.Eng menilai laju pertumbuhan guru besar (profesor) di Kampus Unsyiah hingga saat ini masih relatif lambat.
Di sisi lain, jumlah guru besar yang akan segera memasuki masa purnabakti juga relatif besar. Hingga tahun 2025, paling tidak 10 orang guru besar akan memasuki masa pensiun.
“Fakta ini menjadi alasan utama, mengapa jumlah guru besar di Unsyiah masih relatif minim, dan masih jauh dari mencukupi kebutuhan yang ideal ntuk sebuah perguruan tinggi berbasis riset dan pengembangan,” kata Samsul Rizal.
Hal itu disampaikan Rektor Unsyiah dalam sambutannya saat memimpin Rapat Senat Terbuka pengukuhan dua Guru besar di Gedung AAC Dayan Dawood, Kamis (30/11). Kedua guru besar tersebut adalah Prof. Dr. Djufri M.Si dan Prof. Dr. Ir. Marwan
Kedua guru besar ini kemudian menyampaikan orasi ilmiahnya. Diawali dengan Prof. Dr. Djufri,M.Si dengan judul Peranan Teknologi Ekologi Tumbuhan dalam Riset Keanekaragaman Hayati (Studi Kasus Hutan Rawa Gambut).
Lalu Prof. Dr. Ir. Marwan dengan judul Intensifikasi Proses Melalui Rekayasa Reaktor Kimia untuk Meningkatkan Produktivitas dan Daya Saing Industri Kimia Prioritas Nasional.
Rektor Unsyiah menjelaskan, pengukuhan kedua guru besar ini menjadikan jumlah guru besar di Unsyiah sebanyak 49 orang. Upacara pengukuhan hari ini merupakan yang kedua kalinya dilaksanakan Unsyiah dalam tahun ini.
Samsu sangat mengapresiasi kepakaran kedua guru besar Unsyiah ini. Meskipun keduanya berbasis kepakaran yang berbeda, namun keilmuan yang mereka miliki sangat tepat untuk menjadi pendukung utama kerangka industri berbasis sumber daya alam lokal.
Sangat diperlukan
“Kepakaran Prof. Dr. Djufri, M.Si misalnya di bidang ekologi akan sangat diperlukan untuk menyelami lebih dalam tentang ketersediaan alam dan keanekaragaman hayati yang kita miliki,” terangnya.
Dengan kepakaran ini, kita bisa memperoleh pengetahuan yang mendasar mengenai vegetasi, sehingga bisa memahami dengan benar bagaimana tumbuhan memberikan indikasi habitat mereka kepada manusia melalui kehadirannya, kesuburannya, atau kelimpahannya.
“Secara lebih detail, kepakaran ini bahkan bisa menjadi kunci untuk memahami peristiwa yang pernah terjadi di masa lalu, serta memprediksi kejadian dan fenomena alam hayati di masa depan,” ungkap Samsul.
Begitu pula kepakaran Prof. Dr. Ir. Marwan di bidang rekayasa proses industri kimia. Kepakaran ini sangat dibutuhkan bukan saja dalam skala lokal, tetapi juga dalam skala nasional dan internasional.
Intensifikasi proses industri kimia yang ditawarkan oleh Prof.Dr.Ir Marwan melalui rekayasa reaktorkimia, sangat dibutuhkan dalam upaya meningkatkan produktivitas dan daya saingin dustri kimia prioritas nasional.
“Kami sangat yakin dan percaya, kepakaran Prof. Dr. Ir. Marwan akan menjadi salah satu simpul penting untuk mewujudkan keinginan Indonesia menjadi negara industri yang tangguh dan berdaya-saing, melalui peran sektor nonmigas,” pungkas rektor. (mhd)