“Hari Hak Asasi Manusia” 10 Desember

Menjunjung Tinggi HAM

Oleh: Juandi Manullang

HAK Asasi Manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib di­hor­mati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pe­merintah dan setiap orang demi kehormatan serta perlin­dungan harkat dan martabat manusia sesuai Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Hak Asasi Manusia.

Dari pengertian itu menjelaskan bahwa setiap orang harus men­junjung tinggi HAM tersebut. Setiap orang harus meng­hormati hak asasi setiap orang dan jangan sampai melanggar­nya atau mencabutnya dengan tindakan yang tak terpuji. Mo­men hari Hak Asasi Manusia saat inilah menjadi titik mence­rahkan kembali masyarakat, pemerintah dan semua pihak agar mengingat bahwa hak asasi adalah hak yang melekat dalam diri setiap manusia dan wajib dihormati.

Menjunjung tinggi HAM

Melihat masalah HAM yang terjadi saat ini sungguh memi­lukan. Apalagi mengenai etnis Rohingya yang saat ini masih ter­katung-katung nasib hidupnya di negerinya sendiri. Mereka terbuang di negeri orang lain karena diduga diserang maupun diusir dari wilayahnya. Sungguh menge­rikan. Dari persoalan itu memberikan arti bahwa Hak Asasi Manusia yang dimiliki se­tiap manusia saat ini tidak lagi diingat dan dijunjung tinggi oleh orang lain bahkan negara dan pemerintahnya.

Hak asasi itu seperti terlupakan dan dilupakan oleh oknum penindas. Dalam melakukan aksi itu, tidak lagi mengingat dan mengedepankan Hak Asasi Manusia tersebut. Kita tak tahu apakah khilaf, atau tidak peduli bahkan tidak mau tahu dengan hak asasi itu. Yang pasti peristiwa krisis kemanusiaan kepada etnis Rohingya termasuk ke dalam pelanggaran hak asasi ma­nusia bahkan berujung pada pemusnahan atau genosida.

Bentuk-bentuk pelanggaran terhadap Hak Asasi Manusia bu­kan hanya terpatok pada pengusiran, pemusnahan dan pene­lantaran saja. Namun, pada pemberian pidana mati terhadap pelaku kejahatan pun diletakkan Hak Asasi Manusia itu. Dengan kata lain, Hak Asasi Manusia bersifat luas dan melekat bagi setiap orang. Penulis masih mengingat bagaimana waktu-waktu yang lalu pidana mati yang diberikan kepada para pengedar dan bandar narkoba di Indonesia.

Para pengedar dan bandar narkoba tersebut berasal dari be­berapa negara di dunia. Sewaktu ingin dilakukan pidana mati dengan cara ditembak mati, ada pihak yang kontra yaitu para aktivis HAM yang menyuarakan pidana mati jangan dilakukan karena tidak menjunjung tinggi hak asasi tersebut.

Meskipun begitu tetap saja pidana mati dilakukan oleh pihak terkait sesuai dengan hukum yang berlaku. Artinya, sebenarnya Hak Asasi Manusia itu bersifat luas dan harus dimengerti se­cara mendalam. Begitu juga terhadap tersangka kejahatan saja diberikan hak asasi kepada mereka agar dilakukan prosedur hukum sesuai dengan peraturan yang berlaku. Jangan sampai dipermainkan atau diperlakukan tidak adil oleh penegak hukum. Harus ada bukti-bukti yang akurat dalam menersang­kakan seseorang dan dalam mengadilinya di pengadilan.

Dari hal tersebut, baiknya masya­ra­kat, pemerintah, penegak hukum selalu memperhatikan yang namanya Hak Asasi Manu­sia yang luas dan mendalam itu secara baik agar dianggap tidak melanggar.

Saling mengampuni

Dalam tulisan ini, saya ingin menyoroti bagaimana ajakan dari Paus Fransiskus kepada pemerintah dan masyarakat Myan­mar dalam menyikapi krisis kemanusiaan saat ini. Paus mengatakan semua pihak saling mengampuni. Banyak warga Myanmar menanggung luka kekerasan baik terlihat dan tidak terlihat. Untuk itu, Paus mendesak semua pihak melupakan kemarahan, serta melawannya dengan pengampunan dan kasih sayang (Kompas, 30/11/2017).

Mencermati maksud pernyataan Paus itu agar setiap ma­syarakat dan pemerintah Myanmar segera menyelesaikan krisis kemanusiaan yang terjadi terhadap etnis Rohingya. Jika ada kesalahan, jika ada perbedaan dan perselisihan sebaiknya diselesaikan dengan pengampunan dan kasih sayang. Ajakan itu terasa lebih baik, halus dan bermakna mendalam untuk men­ciptakan perdamaian di dunia.

Kiranya masalah krisis kemanusiaan yang berujung pada pelanggaran HAM itu segera ada titik terang. Tidak semua masalah di sebuah negara harus dilakukan dengan peperangan dan berselisih. Ada langkah mediasi yang seharusnya dike­depankan agar tidak melukai hati dan fisik manusia itu sendiri. Segala prasangka, kesalahpahaman dan kebencian itu tak seharusnya memuncak dan membuat orang lain tersiksa.

Saatnya kasih sayang terhadap sesama itu menjadi dasar untuk mengampuni. Saatnya kasih sayang itu untuk melihat manusia sebagai makhluk yang sempurna dan dicintai. Saatnya Hak Asasi Manusia itu dilindungi dan tidak diciderai apalagi di­rampas. Bagaimanapun sifat, fisik dan perilaku manusia itu harus dianggap sebagai saudara karena sama-sama ciptaan Tu­han yang sempurna. Bagaimanapun kemarahan itu harus mampu diredam tanpa melakukan pembalasan.

Terakhir, mari menjunjung tinggi HAM itu dengan meng­gunakan kasih sayang sebagai landasan utamanya. Anggaplah manusia itu harta yang bernilai dan berharga dengan tidak mengusik hak asasinya. Jika ada sebuah ketimpangan atau penyelewengan, sebaiknya menggunakan hukum yang ada dan dapat pula dengan melakukan mediasi.

Setiap orang harus senantiasa sadar akan hak yang ada pada dirinya dan pada diri orang lain. Jangan membuat orang lain terluka. Jangan membuat kekuasaan menjadi alat untuk ke­sewenangan, tetapi jadikan kekuasaan itu menjadi alat mem­buat cinta yang tiada habisnya kepada sesama. Semoga!!***

Penulis adalah Alumni FH Unika ST Thomas Sumut dan OMK ST Yakobus Sukadono

()

Baca Juga

Rekomendasi