Bintang Kutub Utara Lebih Terkenal

SELAMAT tinggal Matahari! Seru Kapten Nemo saat mencapai Ku­tub Selatan dan melihat ma­ta­hari senja tanggal 21 Maret mera­yap mendekati horizon

Pagi berikutnya, 22 Maret, pu­kul enam pagi, persiapan untuk ke­berangkatan telah dimulai. Ber­kas senja terakhir meleleh bersama malam. Dingin begitu terasa.

Rasi-rasi bintang bersinar terang mengagumkan. Di zenith bersinar Salib Selatan yang me­ngagumkan, bintang kutub di daerah antarktika. –Jules Verne, Dua Puluh Ribu Mil di Bawah Laut

Pertanyaannya, terkait de­ngan kutipan di atas adalah:

1. Mungkinkah Salib Selatan berada di zenith, bila orang berada di Kutub Selatan?

2. Jika tidak, kalau begitu pada lintang berapakah Nautilus berada?

3. Apakah Salib Selatan nampak sebagai “bintang kutub di daerah antarktika”.

Jawabannya adalah: (1) tidak, (2) sekitar 60 derajat Lintang Sela­tan, dan (3) tidak.

Vorontsov-Velyaminov ru­panya ingin menyinggung ke­nya­taan bahwa Jules Verne men­cam­puradukkan pengertian rasi/kons­telasi dengan bintang yang mem­bentuk rasi.

Rasi atau konstelasi adalah gam­bar-gambar yang dibentuk oleh astronom di jaman kuno dengan ca­ra menarik garis-garis khayal di langit dari satu bintang ke bintang lain. Tentu saja gambar yang diben­tuk terserah imajinasi para astro­nom, dan kebanya­kan berasal dari mitologi-mitologi lokal ataukah se­baliknya?

Mitologi lokal berasal dari usaha as­tronom menjelaskan pergerakan ben­da langit?. Oleh karena itu, se­tiap kebudayaan memiliki rasi-rasi­nya masing-masing. Sekelompok bin­tang yang sama dapat diartikan ber­beda oleh kebudayaan bahkan in­dividu yang berbeda, sesuai de­ngan imajinasi masing-masing.

Orang-orang Yunani dan Baby­lo­nia kuno membayangkan gam­bar di kiri sebagai seorang pemburu yang kemudian diberi nama “Orion” oleh orang-orang Yunani, dan jadilah tatanan bintang tersebut diberi nama “Rasi Orion.”

Salib Selatan, atau Crux, adalah salah satu rasi yang tercipta dari penjelajahan bangsa Eropa dalam pencarian jalur menuju sumber rempah-rempah. Karena Bumi bulat, maka tidak semua porsi langit dapat terlihat dari suatu tempat manapun di Bumi.

Kelengkungan Bumi itu sendiri yang menutupi sebagian porsi langit. Oleh karena itu, saat pertama kali menjelajahi Samu­dra, untuk pertama kalinya pe­laut-pelaut Eropa melihat langit yang menau­ngi Bumi bagian selatan.

Pemetaan langit selatan pun dila­kukan, salah satunya oleh Fre­derick de Houtman. Frederick dan adiknya, Cornelis, bersama-sama menjadi orang-orang Belanda per­tama yang mencapai kepulauan Indonesia.

Bersama dengan astronom Pie­ter Keyzer, Frederick memeta­kan langit selatan dan meng­ha­sil­kan katalog bintang yang ke­mu­dian dija­dikan basis oleh Johannes Ba­yer dalam penyusunan atlas Ura­nometria. Dari sini terciptalah Crux atau Salib Selatan.

Ratusan tahun kemudian, di abad modern (tepatnya pada tahun 1930), Ikatan Astronomi Interna­sio­nal (IAU) lalu mengadopsi 88 rasi yang kini orang kenali ber­sama-sama, bersama de­ngan batas-batas resminya. Salib Selatan ada­lah rasi dengan areal paling kecil, namun mengandung bintang-bintang yang paling te­rang di langit.

Kesalahan

Kekeliruan Jules Verne di pa­rag­raf di atas adalah ia menulis Sa­lib Selatan sebagai “bintang ku­tub daerah Antartika.” Kesala­han­nya ada dua: Pertama, Salib Selatan bukanlah bintang, melainkan rasi yaitu sekelompok bintang-bintang yang diimajinasikan membentuk gambar (dalam hal ini: Salib). Ke­salahan kedua terkait dengan bin­tang kutub.

Bila seseorang memotret langit dalam jangka waktu yang lama, ia dapat melacak pergerakan bintang di langit. Bintang bergerak meling­kar mengikuti gerak rotasi Bumi pada sumbu­nya. Namun, bintang Polaris tidak ikut bergerak karena posisinya berada persis di atas sumbu rotasi Bumi.

Bintang kutub adalah bintang yang posisinya persis di atas sumbu rotasi Bumi. Sebagaimana  orang ketahui, Bumi berputar bagaikan gasing raksasa pada sebuah sumbu. Di permukaan Bumi, lokasi kedua sumbu ini berada di tempat yang orang namakan Kutub Utara dan Kutub Selatan. Bila orang berada persis di Kutub Utara dan melihat langit yang persis ada di atas kita, maka kita akan melihat sebuah bin­tang cukup terang yang diberi nama Polaris atau Bintang Utara.

Karena lokasinya yang sa­ngat spesial ini, orang di Bumi Belahan Utara diajari untuk dapat menge­nali bintang dan rasi tempat bintang ini berada, agar mereka dapat me­nentukan arah bila ter­sesat.

Karena rotasi Bumi inilah maka semua benda langit bagaikan ber­gerak dan dari waktu ke waktu beru­bah posisinya: terbit di Timur dan tenggelam di Barat. Namun, ka­rena Polaris terletak persis di atas sumbu rotasi Bumi, maka bin­tang tersebut tidak ber­gerak dan diam di langit.

Posisi spesial Polaris membuat Kong Hu-Cu menjadikannya con­toh dalam sebuah perum­pa­ma­an­nya: “Jadilah pemimpin yang bijak­­sana, niscaya engkau akan se­perti Bintang Utara: Ia diam di tem­patnya sementara bintang-bintang lain memposisikan diri di sekitarnya.”

Bila di Langit Utara ada Bintang Kutub bernama Polaris, adakah Bintang Kutub di Langit Selatan? Ternyata ada juga, sebuah bintang bernama Sigma Octantis. Apabila orang mungkin pernah mendengar nama Polaris atau Bintang Utara, mengapa Sigma Octantis terasa asing di telinga? Hal ini karena Sig­­ma Octantis adalah bintang re­dup yang hampir-hampir tak ter­lihat mata telanjang.

Dalam terminologi astronomi, Sigma Octantis punya magnitudo 5.5 (ambang kemampuan mata ada­lah sekitar magnitudo 6), se­men­tara Bintang Utara jauh lebih terang: magnitudonya 2. Artinya, Polaris 25 kali lebih terang daripada Sigma Octantis. Oleh karena itu, wajarlah apabila orang lebih me­ngenal Polaris daripada Sigma Oc­tantis: tanpa alat, orang lebih mudah menemukan Polaris.

Sebagai gantinya, yang ada di La­ngit Selatan umumnya diajari untuk dapat mengenali Crux atau Salib Selatan ini. Di negeri Asia ini, Rasi Salib Selatan lebih dikenal sebagai Rasi Gubuk Penceng, ka­rena imajinasi nenek moyang yang bangsa petani lebih cocok memba­yang­kan kelompok bintang terse­but sebagai sebuah saung yang miring.

Rasi ini tidak persis berada di se­kitar Sigma Octantis, letaknya se­kitar 30 derajat dari “Bintang Se­latan” tersebut. Namun, sumbu ter­panjang salib tersebut menunjuk ke arah Sigma Octantis. Oleh ka­rena itu, apabila orang dapat mene­mukan rasi ini di langit dan menarik garis pada sumbu terpanjang salib tersebut,    orang dapat menemukan arah selatan.

Apabila orang berada persis di Kutub Utara, maka Polaris akan berada tepat di atas kita. Apabila kita berada persis di Kutub Selatan, maka Sigma Octantis akan berada persis di atas kepala.

Dalam narasi Jules Verne, dia me­nulis bahwa Salib Selatan berada di zenith, persis di atas kepala. Ka­rena Salib Selatan letak­nya seki­tar 30 derajat dari Sigma Octantis, maka tidak mungkin Kapten Nemo bisa berada di Kutub Selatan apa­bila ia mengamati Salib Selatan be­rada persis di zenith.

Dengan demikian jawaban per­tanyaan nomor satu adalah tidak. Kalau begitu, di manakah lokasi Kapten Nemo? Tentunya sekitar 30 derajat dari Kutub Selatan, yang berlokasi di 90 derajat Lintang Selatan. Jadi lokasi Nautilus ada di Lintang 60 derajat Selatan. (lsc/ar)

()

Baca Juga

Rekomendasi