Surabaya, (Analisa). Dugaan praktek striptis di rumah karaoke dewasa di kawasan Simokerto dibongkar Satreskrim Polrestabes Surabaya. Polisi mengamankan pelanggan, penari serta menetapkan 'mami' dan supervisor rumah karaoke sebagai tersangka.
"Kedua tersangka ini diduga melanggar Pasal 30 Undang-undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Pornografi dan atau pasal 296 KUHP jo pasal 55 KUHP dan Pasal 56 KUHP," kata Wakasat Reskrim Polrestabes Surabaya Kompol Bayu Indra Wiguno saat jumpa pers bersama Kasubbag Humas Polrestabes Kompol Lily Djafar, Sabtu (18/2).
Bayu menerangkan, anggotanya mendapatkan informasi dugaan praktik penari striptis di kawasan Ngaglik, Kecamatan Simokerto. Penyelidikan dilakukan sekitar tiga bulan.
Pada Jumat (17/2/2017) dinihari, polisi menggerebek rumah karaoke tersebut. Di suatu ruangan, ditemukan tiga tamu bersama tiga wanita pemandu karaoke. Tiga pemandu sebut saja Vero, Dora dan Tania kondisinya sudah hampir bugil dan melakukan tarian striptis. Mereka langsung dibawa ke mapolrestabes untuk dimintai keterangan sebagai korban.
Selain itu, polisi juga mengamankan mami NS dan supervisor karaoke EB ke mapolres. Keduanya dijadikan tersangka, karena diduga menyediakan jasa pornografi atau mengambil keuntungan dari perbuatan cabul.
Kata Bayu, tamu atau pelanggan ini datang ke rumah karaoke, kemudian oleh mami NS ditawari tiga perempuan untuk menjadi pemandu suara atau melakukan adegan tarian striptis.
Tarif ketiga pemandu suara atau lagu itu Rp60 ribu per jam untuk satu orang. Setiap booking, mereka mendapatkan Rp40 ribu, sedangkan manajemen Rp20 ribu (mami Rp15 ribu dan manajemen Rp5 ribu). Booking-nya minimal tiga jam. Di luar tarif tersebut, pemandu lagu tersebut dapat menari striptis dan tersangka mendapatkan uang Rp600 ribu dari tamu.
"Barang bukti yang kita amankan seperti uang Rp600 ribu, buku laporan kegiatan, juga ada nota pembayaran," terangnya.
Bayu menambahkan, sampai saat ini pihaknya masih terus mendalami kasus tersebut. Termasuk akan memintai keterangan pemilik rumah karaoke dewasa itu. Selain itu, pihaknya juga akan berkoordinasi dengan Dinas Pariwisata Pemerintah Kota Surabaya, atas temuan tersebut.
"Kita tidak melakukan penutupan rumah karaoke itu, karena kita hanya memproses pidananya. Apakah ditutup atau tidak rumah karaoke itu, kewenangannya ada di Pemkot Surabaya. Kita akan koordinasi dengan pemko," jelasnya.
Sementara salah satu korban mengatakan, dirinya rela melakukannya (menari striptis) karena dipaksa pelanggan. "Ini baru pertama kali dan tidak sampai telanjang. Kami tidak bisa menolaknya, karena kami menghormati tamu, kami ingin profesional," kata salah satu penari striptis. (dtc)











