Dalam Simposium AEO dan Penetapan MITA Kepabeanan di Kantor Pusat Bea Cukai, Jakarta, Selasa (21/2), Wakil Menteri Keuangan, Mardiasmo, menginginkan adanya indikator yang dapat dilihat oleh masyarakat mengenai hasil AEO dan MITA Kepabeanan.
“Kami ingin ‘ultimate goal’ bagaimana ini semua untuk menyejahterakan rakyat,” ucap dia.
Mardiasmo menginginkan DJBC dapat menyinergikan sertifikasi AEO dan MITA Kepabeanan dengan upaya mempersingkat waktu bongkar muat peti kemas di pelabuhan atau “dwelling time”.
Dia menjelaskan kontribusi AEO dan MITA Kepabeanan berperan dalam menurunkan “dwelling time” 30 persen dari waktu rata-rata normal, yaitu dari 3,4 hari menjadi 2,38 hari.
Seperti diketahui bahwa pada 2015, “dwelling time” Indonesia tercatat lebih dari 5 hari dan saat ini sekitar 3-4 hari. Pemerintah sendiri menargetkan “dwelling time” mampu mencapai 2,5 hari.
Kemudian, Mardiasmo juga ingin sertifikasi AEO dan MITA Kepabeanan dapat berpengaruh pada perbaikan indeks kinerja logistik (LPI) Indonesia, yang pada 2016 berada di nomor empat di antara negara-negara Asia Tenggara.
“Tantangannya adalah kecepatan dan keamanan. Ini terkesan bertolak belakang sehingga harus ada terobosan bagaimana bisa berjalan,” ucap dia.
Kontribusi Sertifikasi Bea Cukai mengumumkan penambahan jumlah perusahaan yang masuk dalam AEO dari 40 perusahaan pada 2016 menjadi 44 perusahaan dengan 46 sertifikasi hingga Februari 2017. Selain itu, Bea Cukai juga telah menetapkan 264 perusahaan MITA Kepabeanan hingga awal 2017.
AEO, sebagai program hasil inisiatif Organisasi Kepabeanan Dunia (World Customs Organization/WCO), telah disepakati, diakui, dan diimplementasikan oleh sekitar 160 negara di dunia, salah satunya Indonesia.
Pelaku usaha yang telah bersertifikasi AEO dan tergabung dalam MITA Kepabeanan memberikan kontribusi signifikan di bidang kepabeanan dan penerimaan negara.
Berdasarkan data Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Tanjung Priok, Jakarta, perusahaan AEO dan MITA dari segi jumlah importasi berkontribusi sekitar 26,84 persen atau sekitar 265 ribu kontainer sepanjang 2016.
Perusahaan AEO dan MITA Kepabeanan juga berkontribusi dalam efisiensi biaya penimbunan hingga mencapai 34 persen dibandingkan perusahaan jalur hijau karena waktu penumpukan yang lebih rendah dan proses pengeluaran barang lebih cepat.
Kontribusinya terhadap penerimaan negara mencapai 29,30 persen dari total penerimaan negara berupa Bea Masuk dan Pajak Dalam Rangka Impor pada 2016 yang masuk melalui Pelabuhan Tanjung Priok.
Ke depannya, fasilitas ini diharapkan akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan nasional karena murahnya biaya logistik.
Mardiasmo menambahkan dengan terwujudnya sinergi antarinstansi pemerintah dan kemitraan dengan pengguna usaha melalui program AEO, dapat memberi kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi. (Ant)