Medan, (Analisa). Para pedagang Pasar Kemiri, Simpang Limun Medan mengeluhkan besarnya biaya lapak jualan (Kios) yang dibanderol pihak pengembang (pihak ketiga) kepada mereka.
Biaya lapak yang dinilai beberapa pedagang tidak wajar karena kondisi kios yang dibangun masih cukup mahal dipatok sebesar Rp12,5 juta per pedagang.
Hal ini terungkap saat Komisi C DPRD Kota Medan dipimpin Ketua Komisi C Boydo HK Panjaitan, SH, didampingi Dame Duma Hutagalung dari Fraksi Gerindra, Zulkifli Lubis dari partai PPP dan Mulia Asli Rambe (Bayek) dari Partai Golkar itu melakukan kunjungan kerja (kunker) ke pasar tersebut, Senin,(20/2).
"Kami bukannya tidak mau bayar uang kios yang dibanderol Rp12,5 juta per orang per kiosnya. Tapi bapak boleh lihat sendiri kondisinya. Apakah pantas uang yang kami bayar sebesar itu sementara kiosnya setelah dibangun, masih seperti ini. Lagian ukuran lapak jualan kami berbeda dengan surat yang ada sama kami,” keluh salah seorang pedagang Yetti Sitanggang di hadapan para anggota dewan.
Dulu mau dicor semen, sambungnya, nyatanya hanya dibuat keramik yang gampang pecah. Sejak awal komitmen dari pengembang dengan para pedagang juga tidak ada, tiba-tiba langsung main bangun aja. Apa dasar mereka (pengembang, red) mematok harga sebesar Rp.12,5 juta kepada mereka.
Pedagang kelapa ini meminta kepada Boydo Panjaitan dan anggota Komisi C DPRD Medan lainnya untuk meninjau ulang pembangunan pasar tersebut. Karena menurut penilaian mereka pembangunannya diduga asal jadi.
Mendengar keluhan para pedagang, Boydo HK Panjaitan bertanya kepada pedagang apakah mereka masih mau membayar jika pembangunannya dilanjutkan? Karena sebagai pedagang yang baik pastilah tidak mau jika tidak membayar kios, apalagi untuk dibuat usaha.
Saat politisi PDIP ini mempertanyakan keluhan para pedagang Pasar Kemiri langsung kepada Plt Kepala Pasar Kemiri Suwito SE, Ia mengakui dan tidak bisa berbuat apa-apa.
“Selaku Plt Pasar Kemiri, memang ada kami mendapat laporan para pedagang yang berjualan di Pasar Kemiri sebagian ada yang tidak mau membayar sewa kios sebesar Rp12,5 juta karena menurut para pedagang kios yang telah dibangun masih tidak layak dan diduga asal jadi,” ujarnya.
Sementara itu, Dame Duma Sari Hutagalung dari Fraksi Gerindra mempertanyakan masalah surat perintah kerja (SPK) yang dipegang pengembang saat membangun kios saat itu.
“Kalau memang tidak ada kesepakatan, kenapa bisa pengembang langsung membangun kios, kan bisa dilihat SPKnya dari siapa,” ujarnya.
Selanjutnya, Komisi C DPRD Medan ini menjelaskan akan menjadwalkan pemanggilan kepada Kepala Pasar Kemiri, Senin depan (27/2) untuk mendengarkan penjelasan langsung yang konkret terkait permasalahan tersebut.
“Kami Komisi C, akan menjadwalkan pemanggilan resmi Kepala Pasar Kemiri untuk mendengarkan langsung permasalahan yang sebenarnya. Sehingga kami dapat mengetahui duduk permasalahannya. Intinya kedatangan kami hari ini, untuk mendengarkan langsung dari para pedagang terkait laporan yang kami terima,” kata Boydo.
Terpisah, Kepala Cabang I PD Pasar Kota Medan, Muksin Lubis, SH saat ditemui wartawan di Pasar Kemiri mengatakan, akan mencarikan solusinya buat para pedagang.
“Kami akan mencari solusi yang terbaik bagi para pedagang. Karena sepengetahuan kami saat itu, pengembang tidak ada memberikan sket gambarnya dan bagaimana sistem kerja sama yang mereka lakukan dengan para pedagang saat itu. Kalau saja ada kerja sama membangun kepada kami, maka kami ada dasar untuk menangih sewa kios kepada pedagang.
Saat ini hanya sebagian saja pedagang yang mau membayar kios, sebagian lagi tidak mau karena ada kesepakatan,” tuturnya.
Selanjutnya, pihaknya akan mendata ulang pedagang, dan membicarakannya kembali sehingga seluruh pedagang dapat membayar kios sesuai kesepakatan yang akan dibuat terlebih dulu. (mc)