Leigh Syndrome, Langka dan Mematikan

Oleh: dr. Eric Gradiyanto Ongko.

Apa sebenarnya Leigh Syndrome? Leigh syndrome juga dikenal Leigh’s disease atau subacute necrotizing encephalopathy.

Penelitian dari Montreal Neu­rolo­gical Institute and Hospital, McGill University, telah menemu­kan suatu mu­tasi genetik yang ber­kaitan erat de­ngan Leigh syndrome, sebuah gang­guan metabolik langka yang diwa­riskan me­nye­bab­kan de­gena­rasi dari sistem saraf pusat. Suatu studi mempublikasi­kan di Na­ture Genetics, me­nerawang se­cara vi­tal dalam biologi sel pada gang­guan neu­rologis ini dan membu­tuh­kan perkembangan tekno­logi diag­nos­tik dan pemerik­saan untuk keluarga bersang­kutan dan konseling genetik.

Mengapa disebut langka dan me­matikan? Leigh syndrome meru­pa­kan gangguan neurometabolik ge­ne­tik yang langka dan disebabkan oleh mutasi genetik yang meng­aki­batkan di­sfungsi mitokon­dria. Ini dikarak­te­ristik de­ngan degenerasi dari sis­tem saraf pusat, misalnya otak, me­dul­la spinalis, saraf optik. Mito­kon­dria merupakan kom­partemen dalam sel yang memiliki DNA dan ber­fung­si untuk mendistribusi energi dalam tubuh. Kerusakan dan dis­fung­si pada DNA mito­kon­dria merupakan salah satu faktor dalam lebih dari 40 jenis dari penyakit dan gangguan meta­bolik, terma­suk Leigh syndrome.

Gejala dari Leigh syndro­me bia­sanya dimulai antara usia 3 bulan dan 2 tahun, na­mun beberapa pasien tidak menunjukkan tanda dan gejala sampai beberapa tahun mendatang. Gejala yang tim­bul berkaitan dengan mem­buruknya perkembangan neu­ro­logis yang progresif dan bisa ter­masuk hilangnya kemampuan motorik yang telah dipelajari, nafsu ma­kan yang hilang, muntah, iritabi­li­tas/ gelisah, tonus otot me­lemah (hipotonia), dan episode asidosis laktat, yang dapat mengganggu fung­si respirasi dan ginjal.

Beberapa perbedaan secara genetik, menghasilkan defek pada enzim yang menimbul­kan sindroma ini, pertama kali dinyatakan sekitar 60 tahun yang lalu. Kebanyakan in­dividu dengan Leigh syndrome me­miliki kelainan da­lam memproduksi energi da­ri mitokondria, seperti defi­sien­si dari enzyme of mitochondrial respiratory chain complex atau pyruvate dehydrogenase complex. Pada ba­nyak kasus, Leigh syndrome di­wariskan sebagai autosomal recessive trait. Namun, X-linked recessive dan warisan maternal (orang tua), terhadap mutasi DNA (deoxyribonucleic acid) mi­to­kondria, merupa­kan tam­bahan model transmisi.

Jenis klasik dari Leigh syndrome berkembang saat kanak-kanak (infantile necrotizing encephalopathy) dan biasanya muncul saat usia antara 3 bulan dan 2 ta­hun. Jenis ini mem­pe­­nga­ruhi laki-laki dan perempuan se­­banding.

Dalam kasus Leigh syndrome yang diwariskan se­ba­gai X-linked re­­cessive trait, gejala secara tipikal ber­­kem­bang sejak bayi. Hampir dua kali lebih banyak pada laki-laki di­bandingkan perempu­an pada jenis penyakit ini.

Pada kasus yang jarang, Leigh syn­drome mungkin mulai pada saat re­­maja atau dewasa muda (adult-onset subacute necrotizing ence­pha­lo­m­yelopathy). Pada ka­sus ini, dimana laki-laki memiliki faktor risiko dua kali dibandingkan perempu­an, dan progresifitasnya lebih lambat diban­dingkan dengan jenis klasik.

Peneliti percaya bahwa je­nis klasik dari Leigh syndrome terhitung sekitar 80 per­sen dari semua kasus. Da­lam beberapa literatur, pre­valensi dari Leigh syndrome diperkirakan terjadi 1 dari 36.000-40.000 kelahiran.

Apa penyebab dari Leigh syndro­me? Menurut dr. Eric Shoubridge, ahli neurosains dari Canadian Institutes of Health Research, The Neuro, me­lakukan investigasi dan menya­ta­kan bahwa defek pada mesin pro­duksi protein, atau translasi, meru­pa­kan penyebab utama dari penya­kit mitokondria dan meka­nisme yang meregulasi sebe­rapa besar translasi sampai sekarang masih belum dike­tahui. Dengan menggunakan teknik biologi molekular dan analisis DNA, tim dapat ‘pin point’ suatu mutasi di dalam gen TACO1 yang mengkode suatu aktivator translasi yang penting untuk memproduksi protein yang di­sebut COX-1. Studi ini juga yang per­­tama mengidentifikasi protein ala­­mi manusia. COX-1 me­ru­pakan kom­ponen kritis dari salah satu enxim dalam jalur produksi energi dalam sel, dan gangguan yang terjadi pada produksi COX-1, me­nimbulkan hilangnya aktivi­tas enzim dan timbul gejala dari Leigh syndrome.

Dalam Leigh syndrome, anak yang lahir awalnya ke­lihatan sehat akan mengalami gangguan perkem­bangan da­lam pergerakan dan per­nafas­an yang semakin parah se­iring waktu, umumnya terja­di kematian saat umur 3 tahun. Masalahnya ada­lah mitokondria yang seha­rusnya bertanggungjawab untuk memben­tuk energi pada sel-sel, tidak dapat me­menuhi kebutuhan energi untuk per­kembangan otak dan lainnya.

Menurut dr. David Thor­burn, The United Mitochondrial Disease Foundation, Leigh syndrome disebabkan lebih dari satu defek. Seti­dak­nya ter­dapat 26 defek yang dapat di­iden­tifikasi.

Embryonic stem cells (ESC) mem­buktikan sistem model yang baik dapat me­nen­tukan bagian mu­tasi da­lam gen Complex-1, dikenal menjadi salah satu penyebab Leigh syndrome, mulai ber­dampak pada perkemba­ngan embrionik (sel telur). Mutasi yang menyebabkan defisiensi Complex-1 mengganggu pro­ses produksi ener­gi dalam sel-sel, dan pada pe­nelitian model ESC tikus, ditemu­kan efek negatif pada perkem­bang­an sis­tem saraf.

Ada beberapa perbedaan tipe se­cara genetik yang mempengaruhi defek meta­bo­lik yang menyebabkan Leigh syndrome. Kondisi di mana yang menyebabkan ku­rangnya satu atau lebih dari beberapa enzim (mi­sal­­nya mitochondrial respiratory chain enzymes atau kompo­nen en­zim dari pyruvate dehydrogenase complex). Defi­siensi enzim-enzim ini me­nye­babkan perubahan (muta­si) dalam satu dari beberapa jenis penyakit genetik (genetic heterogeneity). Mutasi ini dapat diwariskan sebagai autosomal recessive trait, X-linked recessive trait, atau mutasi yang ditemukan di DNA mito­kon­dria. Pada be­berapa kasus dari Leigh syndrome, tidak ditemukan be­r­asal dari ulah genetik.

Terdapat banyak faktor penyebab dari Leigh syndro­me, seperti mutasi nDNA (nuclear DNA) yang diawali dengan perubahan struktur genetik dari masing-masing gen ibu dan ayah, sampai defisiensi nDNA based enzyme (NADH-CoQ dan cytochrome C-oxidase) juga dinyatakan men­jadi penye­bab sejumlah kasus dari autosomal recessive Leigh syn­dro­me. Risiko untuk dua carrier ibu-ayah untuk mewariskan gen defektif ini akan mempe­ngaruhi anak men­derita Leigh syndrome merupakan 25% dari setiap kehamilan. Risiko anak menjadi carrier sebanyak 50% dari setiap ke­hamilan. Jadi kemung­ki­nan anak lahir normal dari ibu-ayah carrier merupakan 25% dari se­tiap kehamilan.

Apa saja gejala dari Leigh syndro­me? Leigh syndrome dibagi menjadi be­berapa sub­divisi, antara lain adult-onset subacute necrotizing en­ce­pha­lomyelopathy, infantile necrotizing encephalopathy, dan X-linked infantile necrotizing encephalopathy.

Gejala-gejala dari klasik Leigh syndrome (infantile NE), suatu gang­guan neuro­lo­gis yang progresif, di­mulai antara usia 3 bulan sampai 2 ta­hun. Pada banyak kasus, tanda pertama yang muncul merupakan hilangnya ke­mam­puan motorik yang su­dah dipelajari. Ketika terjadi saat awal onset (misalnya umur 3 bulan); kontrol per­ge­rakan kepala yang lemah, dan kemampuan menghisap (ASI) yang buruk akan mun­cul. Ke­adaan ini bisa disertai dengan naf­su makan yang pudar, muntah be­rulang, iri­tabilitas/gelisah, mena­ngis terus menerus, dan bisa ke­jang. Keterlam­batan perkem­bangan dalam menca­pai gra­fik normal juga bisa terjadi. Akibatnya anak tersebut akan gagal tumbuh dan gagal men­ca­pai berat ba­dan yang ideal yang seharusnya (failure to thrive).

Jika onset dari klasik Leigh syndrome telat (misal­nya umur 24 bu­lan), anak tersebut akan mengalami kesulitan mengartikulasikan kata (disartria) dan gangguan koordinasi pergerakan vo­lunter (sadar) seperti berjalan atau berlari (ataksia). Ke­mam­puan intelektual yang telah dipelajari sebelumnya akan semakin melemah dan disabilitas intelektual akan ter­jadi.

Kelemahan neurologis yang prog­resif berkaitan de­ngan Leigh syndro­me ditan­dai dengan berbagai jenis ge­jala termasuk kelemahan general, to­nus otot yang le­mah (hipotonia), cang­gung, tremor, kaku otot, yang meng­akibatkan pergerakan menjadi lambat dan kaku pada kaki, dan/atau hilang­nya refleks tendon (jaringan penghubung tulang dengan otot). Akhirnya perkembang­an neurologis akan terhambat sepenuhnya.

Episode dari asidosis lak­tat dapat terjadi dan dika­rakteristik oleh pe­ning­­katan abnormal kadar asam lak­tat dalam darah, otak, dan ja­ring­an lainnya dalam tubuh. Secara perio­dik, kadar kar­bon dioksida dalam da­rah da­pat meningkat secara abnormal (hiperkapnia). Asidosis laktat dan hiperkapnia bisa menimbulkan regresi psiko­motor dan gangguan per­na­fasan, jantung dan ginjal.

Anak dengan Leigh syndrome bia­sanya mengalami masalah per­na­fasan termasuk henti nafas se­saat secara tiba-tiba (apnea), kesu­litan berna­fas (dispnea), pernafasan ce­pat abnormal (hiperventi­la­si), dan/atau pola perna­fasan abnormal (Cheyne-Stokes). Be­berapa anak juga meng­ala­mi kesu­litan menelan (dis­fagia). Ma­salah visual juga bisa terjadi seperti abnormally rapid eye movement (nystagmus), sluggish pupils, mata juling (strabismus), kelum­puhan otot mata atau gangguan peng­lihatan yang mengakibatkan ke­buta­an.

Leigh syndrome juga ber­dampak pada jantung. Bebe­rapa anak dengan gangguan ini mengalami perbesaran abnormal pada jantung (hi­per­trofi kardiomiopati) dan pertumbuhan berlebihan pa­da jaringan penyekat ruangan jantung (asymmetrical septal hypertrophy). Penyakit yang mem­pengaruhi sistem saraf tepi dari sistem saraf pusat (peripheral neuropathy) yang terjadi secara cepat, dapat me­nyebabkan kelemahan pro­gresif pada lengan dan kaki.

Gejala dari X-linked infantile Leigh syndrome sama dengan klasik Leigh syndro­me. Gejala dari onset dewasa Leigh syndrome (subacute NE), jenis gangguan yang sangat ja­rang, secara menye­luruh mulai dari re­maja atau dewasa muda. Gejala ini­sial secara umum berkaitan de­ngan penglihatan dan dapat termasuk ke­lainan seperti kaburnya lapangan pan­dang tengah (central scotoma), buta warna dan/atau kebu­ta­an prog­resif karena degene­rasi saraf optik (bilateral optic atrophy). Pada sekitar umur 50 tahun, individu akan mera­sakan kesulitan dalam koordinasi ge­rakan volunter yang progresif (atak­sia). Tambahan dalam gejala onset lam­bat termasuk kelum­puhan seba­gian dan gerakan otot involunter (spas­­tic paresis), kejang otot menda­dak (clonic jerks), kejang grand mal, dan atau berbagai jenis demensia.

Untuk saat ini, sindroma ini be­lum dapat disembuh­kan, terapi juga masih terba­tas dan tidak begitu efek­tif. Prog­nosis dari sindroma ini bisa dibilang buruk. Tergan­tung dari de­feknya, secara tipikal individu da­pat hidup sampai beberapa tahun atau re­maja. Individu yang di­diag­nosa de­ngan Leigh syndrome atau tidak me­nunjuk­kan gejala cenderung memi­liki umur yang lebih panjang.

()

Baca Juga

Rekomendasi