SEMUA orang pasti mendambakan postur tubuh tinggi semampai dan atletis. Namun apa jadinya jika seseorang memiliki tinggi di atas normal. Hal inilah yang dialami seorang remaja lelaki berumur 19 tahun asal Michigan, Amerika Serikat (AS).
Dia mencatatkan namanya dalam buku rekor dunia, the Guinness Book of World Records, sebagai remaja tertinggi di dunia. Dengan tinggi badan 2,37 meter, pria bernama Broc Brown itu mengalami kesulitan untuk mendapatkan sepatu yang pas dengan ukuran kakinya.
Seiring dengan perkembangan zaman dan berkat kemajuan teknologi, Brown akhirnya bisa memiliki sepatu yang cocok dan pas. Pola sepatu tersebut dicetak menggunakan mesin pencetak tiga dimensi.
Seperti diberitakan AP, Brown harus menggunakan sepatu berukuran 28 dalam skala yang dipakai di AS.
Tak disebutkan berapa panjang telapak dari sepatu itu. Namun sebagai gambaran, untuk ukuran 14 saja, panjang telapak sepatu mencapai lebih 30 centimeter.
Broc Brown merupakan penderita sindrom "Sotos" yang juga dikenal dengan sebutan cerebral gigantism. Sindrom Sotos atau sotos-dodge syndrome adalah kelainan genetik langka yang ditandai dengan pertumbuhan fisik yang berlebihan selama tahun-tahun pertama kehidupan.
Pertumbuhan berlebihan sering dimulai pada masa bayi, dan berlanjut ke tahun-tahun awal usia remaja. Berdasarkan data yang ada, rata-rata ditemukan satu kasus semacam ini di antara 15.000 orang.
Bibi Brown, Stacy Snyder berujar, akibat pertumbuhan yang cepat itu, keponakannya kerap mengalami sakit kronik di bagian punggung dan nyeri di lutut.
Sakit itu belum termasuk sejumlah penyakit lain yang dideritanya. Menurut Snyder, tak ada satu pun orang yang bisa memastikan kapan pertumbuhan Brown akan berhenti.
Sepatu hasil cetak tiga dimensi
"Saya bisa berjalan-jalan di toko dan membawa pulang lima pasang sepatu sekaligus jika saya mau," ujar perempuan itu. "Tapi sayangnya, ukuran untuk dia tak bisa ditemukan," sambung Snyder.
Mendengar persoalan ini, Feetz, sebuah perusahaan yang berkedudukan di California datang membantu. Perusahaan sepatu itu menggunakan aplikasi untuk mengubah foto kaki seseorang ke dalam hasil cetak tiga dimensi.
Dengan teknologi tersebut, maka kemungkinan bisa mencetak sepatu dalam ukuran yang tak lazim secara tepat. CEO Feetz Lucy Beard lalu mengirimkan sepasang sepatu berwarna hitam/merah ke rumah Brown di Michigan Center, akhir pekan lalu.
Warna sepatu itu pun dibuat sama dengan warna klub basket NBA favorit Brown, Chicago Bulls.
"Wou," pekik Brown. "Astaga, saya tak suka ini. Saya mencintai ini. Terima kasih," ujarnya ketika menerima sepatu itu. Beard mengaku, pencetakan sepatu ukuran besar itu merupakan kali pertama bagi perusahaannya.
"Kami belum pernah melakukan hal ini sebelumnya. Namun kami sangat bahagia bisa melihat Broc mendapatkan sepatu yang nyaman," akunya. "Kami mendapat kehormatan untuk mewujudkan ini," ungkapnya lagi.
Beard lalu mengatakan, umumnya sepatu produksi Feetz dijual dengan harga antara 99 dollar AS hingga 250 dollar AS, atau kira-kira Rp 1,3 juta hingga Rp 3,3 juta per pasang.
Namun, sepatu khusus yang dibuat untuk Brown diperkirakan menghabiskan biaya minimal 400 -500 dolar AS atau kira-kira Rp 5,3-6,7 juta. Saat Brown menginjak usia 18 tahun pada 2015, dia pun ditetapkan sebagai remaja paling tinggi di dunia.
Dengan ukuran sepatunya saat ini, dia pun berpikir bisa kembali membukukan rekor baru di the Guinness Book of World Records. "Ini tentu merupakan sepatu hasil cetak tiga dimensi terbesar di dunia," jelasnya. (ap/sun/idp/es)