Ketua PSMTI Sumut, Tongariodjo Ang­kasa Ginting:

Tradisi Ceng Beng Hidupkan Perekonomian Masyarakat

Medan, (Analisa). Ketua Paguyuban Sosial Marga Tiong­hoa Indonesia (PSMTI) Sumatera Utara (Su­mut), Tongariodjo Ang­kasa Ginting me­minta pe­merintah dan kepolisian men­dukung dan men­yuk­ses­kan pe­laksanaan Ce­ng Beng (ziarah kubur) 2017.

Ritual Ceng Beng kata­nya merupakan kegiatan rutin yang dilaksanakan setiap ta­hun, dan berdampak pada  hidupnya pere­konomian masyarakat. Selain itu juga ber­dampak peningkatan pen­dapatan asli dae­rah (PAD).

“Tahun ini Ceng Beng puncaknya jatuh pada 4 April 2017. Ceng Beng bisa di­lak­sanakan 10 hari sesudah atau sebelum 4 April,” ucap  Tongariodjo kepada war­ta­wan, Selasa (21/3) di Jalan S Parman Me­dan. 

Dikatakannya, Ceng Beng merupakan tra­disi budaya etnis Tionghoa bukan ritual ke­agamaan. Karena itu, sebagian besar war­­ga Tionghoa dari lintas agama apa pun me­maknai Ceng Beng untuk berbakti kepa­da leluhur dengan men­ziarahi kubur lelu­hur, mem­per­sembahkan buah-buahan se­kaligus berdoa.

“Saat Ceng Beng inilah dapat diwu­judkan bakti kepada leluhur, baik kakek, nenek ataupun orangtua yang sudah tiada dengan cara mengunjungi dan mem­ber­sihkan ku­buran, mem­berikan persembahan serta sem­bahyang,” ujar Tong­ariojo seraya menye­butkan ajaran leluhur Tionghoa, suk­ses apa pun kita. Kita harus  me­nghormati orangtua dan leluhur dengan tidak melu­pakan jasa-jasanya.

Karena itu momen Ceng Beng tersebut, maka para perantau etnis Tionghoa baik dari luar kota ataupun luar negeri akan kem­bali ke kota asal untuk berziarah ke makam leluhur.

Kehormatan

“Pastinya  kehadiran para perantau etnis Tionghoa untuk melaksanakan Ceng Beng bakal menambah devisa pen­dapatan daerah, baik dari sek­tor pariwisata, hotel, kuliner, transportasi dan sebagainya,” kata Tonga­riodjo.

Menurutnya Ceng Beng ada­­lah bentuk penghormatan ke­pada jasa arwah leluhur yang sudah tiada.

Tradisi ini, katanya, secara turun temu­run telah dijalan­kan etnis Tiong­hoa di mana­ pun berada.

Dengan meng­hormati para luluhur be­rarti ia telah menghormati diri sendiri, karena itu ia   mengingatkan dan mengajak etnis Tiong­hoa melalukan Ceng Beng de­ngan khidmat dan se­derhana

Ketua PSMTI Medan Djono Ngatimin menyatakan selain keamanan di lapangan, pihaknya juga meminta dinas perhubungan untuk membantu kelancaran lalu lintas di sejumlah perkuburan Tionghoa. Sebab, se­lama ini kendala yang terjadi di la­pangan kemacatan panjang.

Wakil Ketua Bidang Humas, Halim Loe SE me­nam­bah­kan tradisi Ceng Beng tidak hanya dilakukan etnis Tionghoa beragama Buddha, tetapi juga dari agama lain. Sebab Ceng Beng merupakan budaya bukan ke­giatan keagamaan.

Hal senada juga disam­paikan Wakil Ke­tua Bidang Sosial, Solihin Chandra. Karena ritual keagamaan maka saat Ceng Beng masya­rakat selalu ziarah ku­bur untuk me­nun­jukkan bakti kepada leluhur.

Sekretaris PSMTI Sumut, Djoko Dhar­manadi menga­takan pada saat Ceng Beng, juga dimanfaatkan untuk ber­kumpul atau reuni guna mem­­pererat silahturahmi ke­luar­ga dan kerabat.

“ PSMTI mempunyai misi dan visi me­lestarikan budaya Tionghoa,termasuk acara Ceng Beng. Ada lima kebudayaan  Tiong­hoa yakni Imlek, Ceng Beng, festival Bak Chang, Kue Bulan dan perayaan makan cenil,” ujar Joko seraya mengajak warga untuk menja­lankan Ceng Beng secara se­derhana dan khidmat

Turut hadir para per­te­muan itu  Benda­hara PSMTI Sumut, Indra Ang, (twh)

()

Baca Juga

Rekomendasi