Sensasi Naik “Kuda Besi” di Pinggiran Kota

Oleh: Hari Murti, S. Sos.

Sebagian jalanan di bagian pinggiran Kota Medan menghadirkan sensasi ter­sen­diri bagi pengemudi. Sensasinya se­perti naik kuda wisata di Gundaling, Kota Berastagi. Apalagi jika tekanan ban keras  dan shock breaker sudah mati, serasa  kudanya makin kencang berlari. Cuma ritme guncangan saja yang berbeda an­tara kuda wisata di Berastagi  dengan kuda besi di kota ini. Kalau kuda sunggu­h­an, ritme guncangan lebih teratur, se­ba­gai­mana irama empat kaki kuda yang fluk­tuatif. Kalau kuda besi, ritme gun­ca­ngannya sering mengejutkan. Secara sta­tistik, sensasi guncangan kuda besi se­kitar 8 – 10  kali per kilometer. Juga, be­sar guncangan tentu berbeda-beda.

Ya, kita tahu apa yang saya maksud dengan serasa naik kuda besi di Kota Me­dan. Permukaan jalan yang tidak rata ada­lah sebab kendaraan kita berguncang-gun­cang laksana naik kuda yang lari ken­cang. Mari kita simak mengapa terjadi guncangan dan kita pisahkan pula mana guncangan yang menyesakkan dada, mana pula yang memang sementara da­lam rangka perbaikan.

Penyebab

 Secara garis besar, ada dua penyebab mun­culnya sensasi naik kuda besi  yang pe­nuh guncangan ini. Pertama, adalah ton­jolan di permukaan jalan. Ditinjau dari kemunculan tonjolan, bisa dibagi dua bagian lagi. Pertama adalah tonjolan yang muncul secara tidak sengaja, mi­salnya curahan semen atau permukaan as­pal yang tidak rata. Ada juga aspal be­ton yang belum kering, tetapi sudah di­lalui pengguna jalan sehingga muncul lu­kisan-lukisan “indah” di permukaan­nya. Yang kedua, adalah tonjolan yang di­sengaja adanya, yang orang Medan me­nyebutnya sebagai “polisi tidur”.  Di da­lam gang-gang, jumlah tonjolan yang bia­sa disebut “polisi tidur” ini  banyak. Mulai dari “polisi tidur” permanen ter­buat dari semen sampai yang seadanya mo­dal kayu broti sisa bangunan atau ban mobil bekas yang dipalangkan, yang jelas selalu berguncang tubuh kita karenanya. Kasihan tukang becak dayung, kadang dialah kuda besi itu sendiri karena harus turun dan mendorong becaknya dari be­lakang untuk bisa melalui “polisi tidur” yang terlalu tinggi. Gara-gara polisi tidur dalam gang, sering terjadi guncangan juga  antartetangga karena ada yang te­rima dan tidak kalau ada “polisi tidur” baru yang dibuat.

Kedua, adalah lubang. Lubang ini juga memberi sensasi kuda besi tersendiri. Apalagi jika air hujan sedang meng­ge­nangi. Secara garis besar juga, ke­mun­culan lubang  sensasi kuda besi ini terbagi dua. Pertama, lubang yang muncul sen­diri. Biasanya, karena air hujan me­ren­dam aspal cukup lama dan sering,  yang lalu diinjak oleh kendaraan berat  se­hingga mengikis aspal dan meninggalkan per­mukaan aspal berkerikil kasar. Walau ke­rikil ini kecil-kecil, getarannya cukup mem­buat terasa di tangan dan kaki. Kedua, faktor sengaja, yaitu penggalian di sana-sini yang mengakibatkan per­mu­kaan jalan berlubang-lubang.

Lubang Buatan

Atas sekian banyak penyebab sensasi guncangan kuda besi ini, lubang galian yang disengaja adalah hal yang tentunya kita dukung. Kita mesti tahu bahwa di bawah permukaan tanah itu ada yang na­manya drainase. Drainase inilah yang ber­fungsi untuk mengalirkan air yang ber­lebihan di permukaan agar bisa sam­pai sendiri ke sungai dan laut sana. Dan, memang kota sebesar Medan mem­bu­tuh­kan updating selalu saluran drainase-nya sesuai dengan beban yang dipikulnya. Jadi, tak perlu heran apalagi kritik kalau ada lubang galian seperti ini.  Memang be­gitulah pola updating konstruksi drai­nase kota-kota  besar di belahan ma­na­pun di muka Bumi ini. Ibarat penyakit, diperlukan bedah operasi untuk meng­angkat tumor di bawah kulit, dan lalu di­jahit sehingga secara sementara tidak mulus-lah permukaan kulit itu.

Selain galian saluran drainase, ada juga galian kabel serat optik, pipa air, dan galian fondasi bagi pelebaran jalan. Bisa kita bayangkan langit-langit Kota Me­dan akan seperti jaring  laba-laba rak­sasa jika kabel-kabel yang semakin hari semakin bertambah itu masih dari jalur atas, bukan jalur bawah tanah. Kita bisa pa­kai internet wireless juga karena ada­nya kabel bawah tanah yang dibangun ope­rator tentunya. Juga, penggalian lu­bang di pinggiran jalan yang akan di­masukkan ke dalamnya material fondasi untuk di atasnya dibangun aspal peleba­ran jalan. Ini semua tentu kita dukung ka­rena memang dibutuhkan sedikit pe­ru­sakan sementara untuk melakukan perbaikan konstruksi. De­mi­kian juga pipa air, bukankah demikian nyi­nyir kita mengomeli pemerintah soal hak masya­ra­kat akan air bersih? Anda ten­tu berpikir bah­wa air PAM bisa masuk ke rumah Anda itu pakai sistem  pipa ba­wah tanah yang ru­mit.

Maka, saya heran melihat banyak se­kali penulis yang mengritik pengga­li­an-penggalian itu, tetapi di sisi lain dia juga mengritik ketika sepeda motornya mo­gok karena banjir atau pohon depan ru­mahnya berbuah kabel-kabel. Perlu bagi mereka ini melihat secara langsung ke dalam lubang penggalian itu dan ber­ta­nya pada para pekerja apa gunanya, baru-lah silakan mengritik.  Coba pikir, bagaimana jika ada tumor di bawah kulit me­reka dan harus diangkat, tetapi dokter tidak boleh membedah dan menjahit kulit itu? Mau coba pakai cara kerja bim­sa­la­bim, kan, tidak mungkin bisa?

Oleh karena itu, kita harus dukung pe­merintah Kota Medan yang sekarang se­dang giat melakukan penggalian kons­truksi bawah tanah. Memang, pasti akan ada “korban” dari kegiatan itu, misalnya ta­man yang menjadi rusak, jalanan yang menjadi macet, penebangan pohon, atau pemandangan yang tidak rapi. Maka, bandingkanlah “korban” jangka pendek  yang kita berikan itu  dengan hasilnya jangka panjang yang akan dinikmati ke­lak. Juga, kita harus apresiasi kerapian di ba­gian tengah kota, yang masih bisa di­katakan lumayan jika dibanding dengan ba­gian pinggiran.

Yang Perlu Dikritik

Yang perlu kita kritik soal sensasi naik “kuda besi” di Kota Medan juga ba­nyak. Itulah tonjolan dan lubang-lu­bang yang tidak perlu, tetapi cukup ba­nyak  dan sangat mengganggu. Lihatlah, se­mua orang serasa berhak membuat po­lisi tidur di mana saja, kapan saja, jum­lahnya sesuka hatinya sendiri, dan lain­nya. Beberapa truk pengangkut adonan se­men  dan truk tanah timbun  tercecer mua­tannya  di jalan dan mengering. Ada juga pekerjaan konstruksi jembatan dan aspal beton yang tidak rapi di bagian ujung­nya, yang lebih mirip dengan jem­ping-an dibanding sambungan antara aspal kerikil dengan aspal beton. Teman saya yang datang dari Jakarta bahkan membuat kuping saya panas, menyebut orang Medan tak ada seninya dalam mem­buat jalan. Juga, sparator bekas yang di­­bongkar tidak diangkut dengan cepat. Ini sensasi naik kuda besi yang tidak per­lu tentunya.  

Jika melihat ke atas, banyak seka­li spanduk ukuran lebar yang sudah buruk ko­yak-moyak bergelantungan dihembus angin yang menimbulkan kesan kumuh. Pernah di dekat sebuah universitas negeri terkemuka, sebuah tiang lampu merah  yang patah ujungnya berbulan-bulan meng­gantung-gantung karena tertahan ka­bel lampu yang  tipis. Kalau kabel itu tidak kuat menahan beban yang menggan­tu­nginya dan jatuh menimpa orang, entah jadi apa itu orang. Gara-gara sibuk me­nengok ke atas untuk selamat dari tim­pa­han sesuatu, lubang dan tonjolan di ba­wah menghempas.

Ya, kita tahu bahwa pemerintah Kota Me­dan sedang menangani pekerjaan be­sar dahulu, seperti pembangunan drai­nase, fly over, pelebaran jalan, menata pa­sar tradisional, dan masih banyak lagi pe­kerjaan besar lainnya. Maka dari itu, kita mesti sabar menunggu agar tonjolan dan lubang yang tidak perlu itu segera di­atasi setelah selesainya pekerjaan besar itu. ***

Penulis adalah pemerhati sosial, anggota Forum Penulis Buku Muatan Lokal Sumatera Utara.

()

Baca Juga

Rekomendasi