Sampah dan Kesadaran Ekologi Akar Rumput

Oleh: Fajar Anugrah Tumanggor.

Bumi tempat kita bermu­kim saat ini terus mengalami degradasi kualitas lingkungan hidup. Degradasi itu ditandai dengan semakin memburuk­nya kualitas udara, air dan tanah yang kita hirup, pakai, dan tempati. Pemicunya ti­dak lain dan tidak bukan ak­tivitas manusia yang semakin tidak terkontrol, tidak ter­atur, dan tidak tertata dengan baik.

Polusi udara, air dan tanah yang saat ini telah terjadi be­gitu banyak, salah satu pe­nye­babnya adalah masalah sampah. Sampah telah men­ja­di momok menakutkan ba­gi keberlangsungan tidak ha­nya manusia, namun seluruh ekosistem yang ada di bumi. Alasan klise dari semua ini menurut saya, 99 persen ber­asal dari human error, dan 1 persen berasal dari alam.

Tidaklah usah kita melihat data valid mengenai perma­salahan sampah ini. Di seki­tar kita, mari kita saksikan ber­sama-sama bagaimana aktivitas pabrik yang mence­mari udara kita dengan me­ngeluarkan limbah (sampah) hasil produksi bahan mentah. Begitu juga aktivitas masya­rakat yang sering mem­buang sampah sembarangan ke su­ngai atau ke tempat yang se­harusnya dilarang, seperti di jalan raya, masih saja ber­lan­jut sampai saat ini.

Di Kota Medan sendiri, sudah entah berapa kali saya melintasai jalan-jalan yang ada di kota ini, dan semua nya­ris sama pemandangan­nya, terdapat tumpukan sam­pah baik di jalan raya, bahu jalan, sungai bahkan tempat layanan publik. Seakan tidak pernah belajar dari masa lalu, di saat fenomena banjir da­tang menyerang misalnya, lagi-lagi manusia yang me­mang bijak bestari ini me­nge­luh akan keadaan banjir itu.

Padahal bila kita tanam­kan dalam hati untuk memi­liki kesadaran terhadap ling­kung­an, tentu kita tidak akan membuang sampah semba­rang­an, dan banjir dapat di­mi­tigasi. Memang benar per­nyataan, ”manusia cenderung membenarkan yang biasa, dan sulit membiasakan yang benar”.

Untuk kota Medan sendiri, menurut data yang saya per­oleh, setiap hari Medan meng­hasilkan sampah sekitar 2.000 ton (5/1/2016). Pro­duk­si sampah terbanyak ber­asal dari tumah tangga, dan yang terangkat petugas ke TPA per hari 1.500-1600 ton. Artinya, sekitar 300-400 ton tersisa, yang kemudian itulah yang dipungut oleh pe­mulung.

Bayangkan bila sampah-sampah itu dibiarkan berse­rak­an dan tidak ada tindak lanjut yang jelas dari peme­rintah, tentu ini akan mence­mari kualitas air, udara dan tanah yang ada di kota Me­dan. Sampah di ta­nah misal­nya, yang sulit terurai seperti plastik, kaleng, botol, kaca, dan lainnya, akan menye­bab­kan kualitas air di sumur-sumur masyarakat akan se­ma­kin buruk bilamana hujan datang. Rembesan air hujan akan ikut bersama partikel-partikel bahan kimia. Alhasil tak menutup kemung­kinan manusia lagi-lagi yang ter­timpa sial, yakni mengalami beragam penyakit.

Belum lagi dengan ulah manusia yang melakukan pen­cemaran air dengan mem­buang sembarangan sampah rumah tangganya ke sungai. Praktek ini tentu mengaki­bat­kan matinya bera­gam spe­sies ikan yang ada di sungai, sehingga manusia yang sema­kin dirugikan. Tidak hanya air yang tidak bisa lagi digu­nakan untuk keperluan seha­ri-hari karena jauh dari in­deks sehat, tetapi juga me­ngu­rangi pasokan ikan ma­sya­rakat itu sendiri. Lagi dan lagi, manusia yang terkena dampak negatif dari ulah me­re­ka sendiri.

Selain itu, adanya pan­dang­an antroposentrisme yang begitu kuat dalam ma­syarakat semakin mengeksis­tensikan degradasi kualitas lingkungan hidup. Cara pan­dang dikotomis yang dipe­nga­ruhi oleh paham antropo­sentrisme yang menganggap alam merupakan bagian ter­pisah dari manusia, dan ma­nusia adalah pusat dari sistem alam, mempunyai peran be­sar terhadap terjadinya keru­sakan lingkungan (Naess, 1993;Nasr,1990).

Cara pandang demikian telah melahirkan perilaku yang eksploitatif, destruktif dan tidak bertanggung jawab terhadap kelestarian sumber­daya alam dan lingkungan­nya.

Menumbuhkan Kesadar­an

Untuk memitigasi dampak yang berkelanjutan dari deg­radasi kualitas lingkungan hi­dup ini, mari kita tumbuh­kan kesadaran ekologis kita sebagai makhluk yang ditu­gaskan oleh Tuhan untuk menjaga dan mengelola bu­mi beserta isinya. Lingkung­an sehat dan bersih adalah ha­rapan kita semua. Tidak ha­nya sekedar harapan, kita juga harus melakukan aksi untuk menciptakan keseim­bangan alam yang tentunya berimbas pada kualitas hidup manusia itu sendiri.

Di dalam kisah penciptaan alam semesta ini, dikatakan di dalam Kejadian 1:32 :”Maka Allah melihat segala yang dijadikanNya itu, sung­guh amat baik...”. Ayat ini merupakan kesimpulan dari keseluruhan ciptaan-Nya yang diciptakan sedemikian sempurna oleh Allah (terma­suk manusia). Tidak ada yang cacat di hadapan-Nya.

Dari awal manusia dicip­ta­kan Allah, manusia ditem­patkan di tengah Taman Eden (Kejadian 2:8-9) agar manusia dapat mengusaha­kan dan memlihara taman itu dengan sebaik-baiknya untuk memenuhi kebutuhan jasma­ni manusia itu sendiri. Arti­nya sudah cukup jelas, bahwa Tuhan telah mengamanatkan kepada kita, manusia, untuk memperlakukan lingkungan hidup sebaik-baiknya untuk kebaikan kita.

Sekarang kita memang mengalami defisit kesadaran yang demikian akut. Rata-rata manusia saat ini tidak lagi melesatarikan lingkung­an hidup dengan baik. Mere­ka dengan mudah mem­buang sampah sembarangan, tidak memikirkan dampak negatif yang ditimbulkan. Se­mua ser­ba apatis, dan ujung-ujungnya jika terjadi dampak negatif pada manusia, mere­ka hanya bisa menggerutu, menggerutu tidak jelas, se­perti orang gila. Inilah reali­ta­nya, dan masih berlanjut sampai saat ini.

Kita tidak bisa mengutuk gelap, kita harus segera me­nyalakan lilin. Sekarang lah saatnya kita umat manusia merenungkan kembali ayat Alkitab di atas. Jadikan itu sebagai pedoman kita dalam melestarikan lingkungan hi­dup kita. Mari tumbuhkan ke­sadaran akar rumput dari diri kita masing-masing. Jika kita memang masih mau uda­ra yang kita hirup itu bersih, tanah yang kita tempati itu sehat, dan air yang kita pakai bersih dan higenis, mari tidak membuang sampah semba­rangan, mari tidak buang limbah pabrik sembarangan, dan mari biasakan yang benar dan jangan benarkan yang biasa.

(Penulis adalah mahasis­wa Departemen Ilmu Politik FISIP USU angkatan 2014 dan pegiat literasi di Toba Writers Forum)

()

Baca Juga

Rekomendasi