Oleh: Meyarni
Tombak Sulu-sulu adalah salah satu situs budaya yang ada di Kecamatan Baktiraja, Kabupaten Humbahas. Tombak Sulu-sulu hanyalah satu dari beberapa situs budaya yang ada di Baktiraja. Situs lainnya yakni Aek Sipangolu, Kompleks Istana Sisingamangaraja (I-XII).
DI kompleks istana sendiri ada terdapat sejumlah situs budaya yang berkaitan dengan dinasi Raja Sisingamangaraja. Antara lain, Makam Sisingamangaraja XI, batu siungkap-ungkapon, tikar 7 lapis, rumah bolon dan bale pasogit (rumah ibadah Sisingamangaraja dan pengikutnya).
Tombak sulu-sulu berupa goa batu yang dikelilingi pohon-pohon unik. Beberapa kalangan menyebut pohon ini sebagai Sangka Madeha. Pohon ini unik karena akar-akar yang tumbuh di sekujur batang pohon. Pohon ini merupakan tumbuhan endemik yang hanya bisa ditemukan di Tombak sulu-sulu. Tombak sulu-sulu sendiri terletak di bibir jurang di kaki bukit dan posisinya tersembunyi. Jauh dari pemukiman. Untuk menuju kesana, harus melewati sejumlah perkampungan dan persawahan. Memasuki Tombak sulu-sulu, seolah memasuki kawasan hutan yang gelap dan dingin.
Tombak sulu-sulu memiliki kisah tentang kelahiran dinasti Sisingamangaraja. Dikisahkan bahwa di kawasan inilah ibunda, Sisingamangaraja I, yakni Boru Pasaribu, mendapat wahyu dari Yang Kuasa. Sebelumnya Boru Pasaribu sering menangis dan bersedih karena tidak mempunyai anak. Hal itu kerap menjadi pertengkaran dengan suaminya. Karena itulah ia selalu bersedih dan tak henti memohon kepada Yang Kuasa agar diberikan seorang anak.
Hingga pada suatu malam, ia pun bermimpi. Di dalam mimpinya ia didatangi seorang yang sudah tua. Orang itu menyuruh agar ia berdoa di sebuah gua yang ada di dekat tempatnya tinggal. Dengan catatan, Boru Pasaribu harus membersihkan tubuhnya terlebih dulu dengan marpangir (mandi jeruk purut). Selain itu ia juga mesti berpantang dan berpuasa. Termasuk tidak boleh mengkonsumsi daging babi, anjing dan beberapa hewan melata.
Boru Pasaribu menuruti kata orang tua itu. Tak berapa lama, ia pun mengandung anak laki-laki yang kemudian dikenal sebagai Sisingamangaraja I. Seiring waktu, saat ia semakin dewasa. Ia tumbuh menjadi anak yang pintar dan cakap. Karena kesaktian dan kepintarannya, Sisingamangaraja I kemudian tampil menjadi pemimpin di Bakkara, salah satu wilayah di Baktiraja.
Sebagian masyarakat Batak meyakini bahwa Raja Sisingamangaraja (I-XII) merupakan utusan Tuhan yang dilahirkan di Negeri Bakkara. Kehidupan masyarakat Batak di era itu tidak lepas dari ajaran dan aturan kehidupan yang diberikan oleh Raja Sisingamangaraja.
Sisingamangaraja sendiri merupakan panutan dan penuntun kehidupan bagi masyarakat Batak. Karena mewariskan berbagai pesan hidup yang sampai saat ini banyak dijadikan dasar perilaku masyarakat Batak yang baik. Salah satunya Dalihan Na Tolu atau tiga falsafah kehidupan hidup.
Ia kemudian mendirikan kerajaannya di Bakkara. Tokoh inilah yang kemudian menjadi cikal bakal dinasti Sisingamangaraja sampai yang ke-XII. Seperti kita tahu, Sisingamangaraja XII merupakan pejuang dari Tanah Batak yang menentang kolonial Belanda. Presiden Soekarno mengangkat Sisingamangaraja XII, yang bernama asli Patuan Bosar ini, menjadi Pahlawan Nasional.
Perjuangan Sisingamangaraja XII melawan penjajahan selama 30-an tahun, tak lain agar orang Batak lepas dari penindasan. Tujuan itu sesuai dengan arti dari nama Tombak sulu-sulu itu sendiri. Tombak sulu-sulu memiliki arti tersendiri dalam bahasa Batak Toba. Tombak sendiri dalam bahasa Indonesia berarti hutan belantara. Sedangkan sulu-sulu adalah obor atau penerang. Dalam arti Tombak sulu-sulu adalah hutan belantara yang memancarkan setitik cahaya. Inilah salah satu nilai yang penting dari keberadaan situs Tombak sulu-sulu. Karenanya warisan budaya ini sangat penting mendapat perhatian dari semua orang.
Sisi Geologis
Terlepas dari cerita itu, Tombak sulu-sulu ternyata juga memiliki catatan geologis. Menurut Geolog Gagarin Sembiring, Tombak sulu-sulu merupakan batuan karst yang telah berumur 250 juta tahun. Batuan ini terbentuk akibat pergeseran lempeng bumi. Batuan ini diikat akar-akar pohon yang sangat kuat sehingga tetap kokoh hingga kini. Dalam arti, keberadaan batu ini sejak ribuan tahun lalu telah mendapat perhatian dari masyarakat Batak di sekitar itu.
Tombak sulu-sulu menjadi salah satu situs budaya yang didaftarkan sebagai warisan dunia dari Humbahas. Bersama dengan Aek Sipangolu dan Kompleks Makam Sisingamangaraja. Situs-situs ini masuk dalam data base geosite Geopark Toba dari Kabupaten Humbang Hasundutan.
Seperti kita ketahui, Geopark Toba merupakan bagian dari upaya pelestarian peninggalan geologis yang ada di berbagai belahan bumi. Geopark menjalin mitra dengan UNESCO lembaga PBB yang menangani benda-benda budaya dan bersejarah. Kawasan Danau Toba sendiri sudah masuk dalam daftar waiting list.
Salah satu faktor yang membuat Kawasan Danau Toba layak menjadi geopark adalah peninggalan geologis, berupa geodiversity, biodiversity dan kulturdiversity yang dihasilkan setelah letusan Gunung Toba. Seperti kita tahu, dalam sejarahnya Gunung Toba pernah meletus sebanyak 3 kali. Letusan ini oleh sejumlah penelitian telah merubah iklim dunia. Letusan yang pertama terjadi sekitar 800 ribu tahun silam. Yang kedua meletus 300 ribu tahun kemudian. Yang ketiga terjadi pada 74 ribu tahun silam. Letusan ketiga dianggap paling dahsyat. Letusan itu telah mengangkat dasar Kaldera Toba ke permukaan menjadi daratan yang disebut Pulau Samosir.
Begitu juga dengan jejak geologis lain yang ada di Baktiraja. Bahkan menurut para geolog, di daerah ini terdapat batuan dasar dari Kaldera Toba yang terangkat akibat letusan supervulcano Toba yang pertama. Batuan dasar tersebut telah berusia sekitar 250 juta tahun. Salah satu batuan yang terangkat itu adalah Tombak sulu-sulu. Saat Gunung Toba itu meletus, sebagian besar batuan dasar ini tertutupi abu vulkanik yang tebal. Abu vulkanik ini kemudian membatu. Sehingga sebagian besar batuan dasar Kaldera Toba di kawasan ini, terdiri dari lapisan-lapisan.***