Oleh : Jekson Pardomuan
”Kataku: “Hikmat lebih baik dari pada keperkasaan, tetapi hikmat orang miskin dihina dan perkataannya tidak didengar orang.” Perkataan orang berhikmat yang didengar dengan tenang, lebih baik dari pada teriakan orang yang berkuasa di antara orang bodoh. Hikmat lebih baik dari pada alat-alat perang, tetapi satu orang yang keliru dapat merusakkan banyak hal yang baik.” (Pengkhotbah 9 : 16 – 18)
Berhikmat tetap lebih baik menjadi pilihan judul renungan ini, karena menurut firman Tuhan yang dituliskan dalam Pengkhotbah dengan tegas menyampaikan bahwa hikmat lebih baik dari pada keperkasaan, tetapi hikmat orang miskin dihina dan perkataannya tidak didengar orang.
Ketika kita berbicara tentang hikmat, ada banyak pendapat terkait hal ini. Ada yang menganggap berhikmat itu hanya milik orang-orang yang dekat dengan Tuhan. Padahal, sejak kita masih kecil orangtua kita sering menasihati kita agar tidak sombong ketika memiliki prestasi, pintar, berhasil menjadi juara dalam sebuah kompetisi dan memiliki kelebihan yang spesial dari Tuhan. Seseorang yang pintar jika tidak berhikmat sama saja dengan manusia yang tidak tahu berterimakasih terhadap berkat-berkat yang dari Tuhan.
Hikmat membuat kita lebih tahan terhadap berbagai bentuk pencobaan. Di dalam Alkitab, banyak terdapat orang-orang pilihan Tuhan yang berhikmat dan meminta hikmat dari Tuhan. Seperti Raja Salomo yang tertulis dalam 1 Raja-raja 3 : 9 ”Maka berikanlah kepada hamba-Mu ini hati yang faham menimbang perkara untuk menghakimi umat-Mu dengan dapat membedakan antara yang baik dan yang jahat, sebab siapakah yang sanggup menghakimi umat-Mu yang sangat besar ini?” 1 Raja-raja 3 : 9.
Ayat di atas merupakan permintaan Salomo kepada Tuhan ketika Tuhan memberi kesempatan kepadanya untuk meminta sesuatu. Karena masih muda dan belum berpengalaman, Salomo meminta hikmat untuk memimpin bangsa Israel. Tuhan mengabulkan permintaan Salomo dan bahkan memberikan bonus kepadanya yaitu kekayaan, kemuliaan dan umur yang panjang.
Dalam kehidupan kita sebagai umat-Nya, kita memerlukan hikmat dari Tuhan agar kita senantiasa berjalan di dalam rencana-Nya. Berbagai masalah yang datang memerlukan keputusan yang tepat agar kita tidak salah langkah. Agar kita tidak terpancing emosi ketika seseorang mempermalukan kita di depan umum. Walaupun sejujurnya kita tahu bahwa apa yang kita lakukan sudah benar dan berdasar pada petunjuk dari Tuhan. Percaya saja kepada Tuhan, pasti akan ada jalan terbaik yang lebih dahsyat Dia tunjukkan.
”Janganlah ada orang yang menipu dirinya sendiri. Jika ada di antara kamu yang menyangka dirinya berhikmat menurut dunia ini, biarlah ia menjadi bodoh, supaya ia berhikmat. Karena hikmat dunia ini adalah kebodohan bagi Allah. Sebab ada tertulis: “Ia yang menangkap orang berhikmat dalam kecerdikannya.” Dan di tempat lain: “Tuhan mengetahui rancangan-rancangan orang berhikmat; sesungguhnya semuanya sia-sia belaka.” Demikian firman Tuhan yang tertulis dalam 1 Korintus 3 : 18 – 20.
Ayat ini mengingatkan kita agar tidak membohongi diri sendiri dan menganggap diri sendiri paling benar ketika diperhadapkan dengan satu persoalan. Lalu, bagaimana caranya kita bisa memiliki hikmat yang dari Tuhan ? Bagaimana caranya kita bisa hidup penuh hikmat dari Tuhan.
Tak perlu heran kalau melihat tingkah pola manusia sekarang yang merasa dirinya paling berhikmat, ternyata ada sesuatu yang ia simpan dan inginkan dari orang-orang yang menganggapnya paling berhikmat. Orang-orang seperti ini biasanya tidak takut lagi sama Tuhan, ia akan merasa apa yang ia lakukan adalah kehebatannya sendiri dan atas kemauannya sendiri.
”Takut akan TUHAN adalah permulaan pengetahuan, tetapi orang bodoh menghina hikmat dan didikan” Amsal 1 : 7. Ayat ini mempertegas bahwa Takut akan Tuhan adalah permulaan pengetahuan, permulaan hikmat yang dari Tuhan.
Salomo hidup mengikuti ketetapan-ketetapan Daud, ayahnya (1 Raja-raja 3 : 3). Apa yang dijalani Daud semasa hidupnya, pergumulannya, kesesakan, kejatuhan dalam dosa, bahkan kemenangan demi kemenangan yang diraihnya, semuanya itu dijalani dengan memiliki hati yang berkenan di hadapan Allah. Dan semuanya itu diajarkan kepada anaknya Salomo.
Kehidupan yang takut akan Tuhan mendatangkan hikmat bagi Salomo. Seiring dengan bertambahnya waktu, hikmat yang Tuhan berikan kepada Salomo semakin terasah dan makin tajam. Terbukti dari kitab-kitab yang berisi tulisan Salomo (Amsal, Pengkotbah, Kidung Agung). Begitu luar biasa hikmat yang turun atas Salomo. Ini semua dimulai dari sikap hati yang takut akan Tuhan, hormat akan Tuhan, tunduk akan Tuhan.
Kemudian, Roma 8 : 9 menuliskan ”Tetapi kamu tidak hidup dalam daging, melainkan dalam Roh, jika memang Roh Allah diam di dalam kamu. Tetapi jika orang tidak memiliki Roh Kristus, ia bukan milik Kristus”
Roh Kudus merupakan penolong bagi kita (Yohanes 14 : 16 - 17). Roh Kudus dicurahkan untuk menjadi penuntun bagi umat Tuhan. Dengan hidup mengandalkan Roh Tuhan-lah kita dapat mengerti apa yang menjadi rencana-Nya. Kita harus belajar hidup dalam Roh dan berjalan dalam Roh.
Dengan mengalir mengikuti tuntunan Roh Kudus, maka hikmat Tuhan juga akan mengalir tepat pada saat dibutuhkan. Pada saat masalah datang dan pada saat pilihan harus dilakukan, maka saat Itulah Roh Kudus akan membantu kita dengan memberikan hikmat tentang apa yang harus kita perbuat atau apa yang harus kita lakukan.
Kuasa dan Hikmat
Takut akan Tuhan dan hidup berjalan dalam Roh, maka hikmat dari Tuhan akan mengalir dalam kehidupan kita. Pola pikir kita akan dibaharui dan menjadi semakin bijaksana dalam Tuhan. Banyak orang akan diberkati melalui kehidupan kita. Karena, ketika kita berhikmat maka sikap kita terhadap sesama akan berbeda dengan orang-orang yang tidak berhikmat.
Kolose 3 : 16 menuliskan ”Hendaklah perkataan Kristus diam dengan segala kekayaannya di antara kamu, sehingga kamu dengan segala hikmat mengajar dan menegur seorang akan yang lain dan sambil menyanyikan mazmur, dan puji-pujian dan nyanyian rohani, kamu mengucap syukur kepada Allah di dalam hatimu.”
Sebagai orang percaya, di dalam hidup kita ada Roh Kudus yang adalah sumber hikmat itu. Tetapi apabila kita hidup dalam kedagingan, hawa nafsu dan tidak mau tunduk kepada kehendak Tuhan, kita telah memadamkan Roh Kudus yang ada di dalam diri kita. Akibatnya hikmat tidak kita dapatkan, padahal Roh Kuduslah yang memberikan hikmat itu kepada kita. Sebaliknya, jika hidup kita dipenuhi Roh Kudus, kita akan mengerti apa kehendak dan isi hati Tuhan.
Buat apa kita memiliki kekuasaan tapi tidak berhikmat. Setiap kali melihat karyawan berbuat salah kita langsung memecatnya, atau setiap kali kita melihat ada orang berkumpul membicarakan sesuatu kita langsung berprasangka bahwa kumpulan orang tersebut sedang membicarakan kita. Padahal, kenyataan yang ada adalah mereka sedang membicarakan sesuatu yang lain di luar dari diri kita.
Dalam menjalani hidup dimuka bumi ini, kita harus menyelaraskan kemampuan kita dengan hikmat yang dari Tuhan. Karena berhikmat tetap lebih baik daripada kita memiliki keahlian, kepintaran dan potensi yang bisa diandalkan. Berhikmat akan dengan sendirinya menempa kita menjadi anak Tuhan yang rendah hati dan tahu berterimakasih. Yang paling penting adalah mengandalkan hikmat dari Tuhan, kemudian barulah ditunjang oleh kepandaian dan skill kita.
Jangan pernah merasa paling berhikmat sementara kehidupan kita sangat jauh dari Tuhan. Berdoa saja mungkin kita sering menunda dan menghindar, apalagi saat diminta berdoa di acara-acara tertentu. Berdoa susah, apalagi membaca firman Tuhan yang menjadi tuntunan hidup kita sepanjang hayat. Sekali lagi, mengucap syukurlah senantiasa dan takutlah akan Tuhan, karena takut akan Tuhanlah permulaan hikmat dan pengetahuan. Amin.