Tidak Mudah Jadi Orang Tua

Salah seorang teman berbicara ke­pada saya bagaimana ia merasakan bahwa menjadi orang tua itu sulit. Kesulitan itu ia dapati ketika ia ‘baru’ menjadi orang tua. Selama ini mungkin ia menganggap bahwa menjadi orang tua itu enak, tinggal menyuruh, melarang, me­nasehati anak-anaknya. Tetapi seka­rang baru ia me­nyadari bahwa menjadi orang tua tidak segampang apa yang dibayangkan.

Ia lalu bercerita, dalam beberapa hari ini anaknya sakit. Badannya panas, se­hingga si anak sering menangis, mere­ngek-rengek, sementara ia dan istri tidak tahu apa yang sedang ditangisi anaknya itu, karena anaknya baru berusia 9 bulan.

Kata-kata yang dilontarkan bayi dalam bentuk rengekannya itu, jelas tidak mereka pahami, sehingga sering ia berseloroh, kalau anak pakai bahasa Arab ia pakai Bahasa Inggeris, begitu juga sebaliknya. Artinya memang tidak ada satupun kata-kata yang diucapkannya dapat dipahami. Namun, Allah sepertinya memberikan isyarat kepada orang tua, untuk mengerti bahasa anak-anak kita. Sehingga jika ia menangis di waktu malam, maka si ibu seperti mengetahui bahwa anaknya haus atau anaknya me­ngalami sesuatu yang tidak mengenakkan. Oleh karena itu si ibu dengan bahasa kasih sayangnya mencoba mendiamkan anaknya tersebut.

“Rupanya sulit juga ya menjadiorang tua,” ujarnya kepada saya. “Satu saja penyakitnya yaitu menangis kita sudah sibuk, belum lagi kalau anak kita sakit, tentu susah mengung­kapkannya”.

“Bayangkan,” ujarnya. Setiap hari saya pergi dari rumah pagi hari, baru pulang sekitar sore hari, bagi kaum bapak kita tidak tahu apa yang dilakukan istri dan anak kita. Tetapi saya dapat merasakan bahwa kasih sayang seorang ibu memang melebihi kasih sayang seorang bapak kepada anaknya.”

Tidak pernah terbayangkan mungkin, bahwa mereka harus ‘melek’ ikut bersakit-sakitan dengan anaknya, bahkan ada rasa khawatir pada saat itu, takut si bayi terkena apa-apa.

Bagi setiap orang, setiap masalah terkadang memberikan makna tersendiri dalam kehidupannya, begitu juga dirinya. Lama ia merenung, karena boleh jadi apa yang dilakukan anaknya ini, juga pernah terjadi pada dirinya pada waktu kecil.

Ketika merenung hal ini, ia lalu teringat kepada ibunya, dan ayahnya. Bagaimana mereka begitu susah mem­besarkannya. Sementara ketika ia sudah besar memikir­kan mereka saja tidak pernah terlintas.

Maka benarlah hadist Nabi yang men­jelaskan bahwa seorang anak harusnya menghormati kedua orang tuanya, karena kedua orang tuanya inilah yang sebenar­nya memberikan ‘sesuatu’ yang belum tentu menurut kita berarti tetapi menurut­nya sangat berarti.

Pantas jika Rasulullah bersabda, “Maukah aku kabarkan kepadamu tentang sebesar-besar dosa, yaitu memperse­kutukan Allah, durhaka kepada orang tua dan berkata bohong (sumpah palsu)” (HR Bukhari-Muslim).

Dalam sebuah riwayat, diceritakan, salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah. “Ya Rasulullah siapakah orang yang pertama yang harus saya hormati,” Rasul menjawab, “ Ibumu !” Lalu sahabat bertanya lagi, “Setelah itu siapa ya Rasul ?” Rasul kembali menja­wab “Ibumu” hingga pertanyaan sampai kepada yang ketiga kali tetapi tetap Rasul menjawab ibumu, baru setelah itu Rasul mengatakan ayahmu.

Hadist ini menjelaskan keutamaan seorang ibu. Ibu harus dihormati, karena ia memberikan kasih sayang yang tidak terbatas kepada anak-anaknya.

Orangtua, merupakan kunci sukses kita. Maka kita harus sadar, tanpa orang­tua, kita tidak ada apa-apanya. Oleh karena itu, selalu gembirakan hatinya, jangan buat mereka bersedih, karena kalaupun kita telah sukses, mereka tidak pernah meminta balas jasa, apa yang telah mereka berikan kepada kita. Jadilah kita menjadi orang tua, agar kita paham bahwa hidup itu penuh pengorbanan dan perlu kasih sayang.

()

Baca Juga

Rekomendasi