Oleh: Azmi TS. PEREMPUAN berbaju merah jambu itu sedang asyik meniup lilin untuk menyelesaikan pekerjaannya. Tangan kirinya memegang sehelai kain mori yang siap untuk menampung lelehan lilin yang ditiupkan itu. Lukisan ini menggambarkan suasana seorang wanita cantik sedang melakoni pekerjaan membatik. Latar lukisan dibuat dengan memanfaatkan obyek yang jadi pusat perhatian (point of interest). Lewat penyelesaian (finishing) detail-detail obyek yang memilih warna natural (alamiah).
Uniknya lagi sipelukisnya mampu menghadirkan suasana itu dalam teknik cat minyak yang begitu sempurna. Terlihat kesempurnaan figur wanita yang dibuat secara proporsional baik anatomi maupun drafery (lipatan kain) busana yang dikenakannya. Begitu pula pemilihan warna yang terkadang lembut, diikuti goresan kuas cat minyak yang berjejak transparan. Cat minyak berwarna alamiah memanfaatkan ruang berdimensi melalui garis perspektif yang efektif. Perpaduan detail obyek dengan latar pada lukisan dominan dijumpai dalam lukisan “Panen di Sawah”.
Karya lukisan Hasim ini diberi judul “Wanita Membatik,1969”. Hal senada juga dijumpai dalam melukiskan potret “Adam Malik, 1975”, sapuan kuas yang transparan lebih kuat. Kemahiran memainkan jejak lembut hampir tak di miliki pelukis selain Hasim. Dalam jajaran pelukis papan atas di Indonesia nama pelukis ini hampir tak pernah disinggung-singgung. Padahal karyanya punya ciri khas baik dalam tematik maupun teknik melukisnya yang berkarakter.
Di sisi lain pelukis ini juga gemar menghadirkan suasana kehidupan di pedesaan yang serba tradisional dan marjinal. Suasana kedamaian dalam kehidupan masyarakat desa yang sedang memanen hasil bumi untuk di jual ke pasar. Lukisan itu terpajang secara gamblang dalam “Aktivitas di Pasar Tradisional”. Pasar artinya tempat orang melakukan jual beli barang hasil panen tanaman padi, buah-buahan, palawija dan seterusnya.
Aktivitas masyarakat cukup meriah di pasar atau tempat jual beli kebutuhan pokok sehari-harinya. Terpapar apik dalam lukisan “Pasar Rakyat”. Pada desa tertentu pasar rakyat ini hanya ada pada hari tertentu saja, dan tidak setiap hari. Lukisan tentang pasar digambarkan sempurna oleh Hasim melalui sekumpulan orang saling tawar menawar harga. “Penjual Buah”, sebuah lukisan yang mampu bercerita tentang pembeli dengan pedagang buah segar.
Kehidupan pedesaan identik dengan masyarakat yang selalu menghargai satu dengan yang lainnya terutama menyangkut keagamaan. Saling bertoleransi menghargai keberagaman baik kepercayaan maupun etnik dan saling membantu. Suasana desa yang begitu asri melengkapkan keberadaan bumi pertiwi bagaikan surgawi dunia. Bumi nusantara yang binneka (berbeda) ini merupakan anugerah dari Tuhan nan kuasa. Itulah yang tersirat pada karya Hasim.
Lukisan Hasim juga berhasil menghadirkan nuansa cinta damai di antaranya berjudul “Wanita dan Sesaji”. Tema religi kehidupan di Pulau Dewata Bali juga tercermin dalam lukisan “Persembahan”. Tak kalah dahsyat adalah ketika ia bercerita tentang keasrian alam indahnya sebuah “Ngarai”, mungkin ini sebuah destinasi yang ada di Sumatera Barat. Sebetulnya banyak pelukis yang menghadirkan suasana alam cinta damai, tapi yang diciptakan Hasim sungguh istimewa.
Pelukis yang bergaya Mooi Indie memang mahir seperti itu. Kehadiran masyarakat berlevel pinggiran, alam pegunungan, sungai, danau dan juga petani. Selain akses jalan yang belum bagus, dahulu kala juga banyak memakai tenaga hewan lembu, transportasi itu bernama pedati. Lukisan itu pernah juga dibuat oleh Hasim dengan judul “Pedati”, ini kini sudah sulit dijumpai karena berganti dengan alat moderen.
Pada hakekatnya manusia ingin selalu hidup berdampingan, saling mengasihi dan cinta damai itulah pesan tersirat pada lukisan Hasim. Lukisan cinta damai untuk saling bersahabat terpapar molek dalam lukisan “Panen, 1975” dan juga “Panen Padi di Sawah”. Para wanita sedang mengumpulkan setangkai rumpun padi, bekerjasama (gotong royong) menggarap hasil panen itu. Suasana itu menunjukkan betapa ringan sebuah beban, akan terasa ringan kalau dikerjakan secara gotong royong.