Oleh: AS Nasution
SEMARAK pendidikan formal berimbang dengan kehadiran pendidikan non formal di sana sini. Sekolah formal menjamur mulai dari SD, SMP, SMA. Begitu juga dengan pergeliatan dari pendidikan non formal seperti kursus, lembaga pelatihan, taman baca dan lainnya. Penjamuran kedua jenis pendidikan ini tidak berimbang dengan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan dan Pemerinta daerah setempat, sehingga pendiriannya menjadi pendirian asal-asalan bahkan terkadang di jadikan sebagai bisnis proposal yang menggiurkan bagi pendiri.
Pertumbuhan pendidikan formal dan non formal adalah sebuah kemajuan yang baik bagi negara. Apalagi untuk memenuhi kebutuhan pendidikan bagi Umat manusia yang semakin banyak di negara ini, dengan kesibukan dari orang tua dalam bekerja menjadikan pendidikan formal dan non formal menjadi altenatif sebagai tempat penitipan yang baik bagi anak. Apalagi dengan sistem full day school di sekolah formal yang baru-baru ini di gaungkan oleh menteri pendidikan Indonesia.
Melihat kisah orang tua kita kebelakang yang mendidik anak langsung mulai dari belajar membaca, belajar mengaji, belajar berhitung adalah hal yang selalu didapatkan anak ketika sebelum dan sesudah memasuki usia Sekolah Dasar. Namun, ketika melihat fakta sekarang ini berbanding terbalik keadaannya orang tua lebih asyik pada pekerjaannya dan menjadikan Tempat Penitipan Anak (TPA) sebagai tempat pendidikan calistung pertama bagi anak.
Melihat faktanya lagi ketika dahulu orang tua yang menjadikan Tempat Penitipan Anak (TPA) sebagai tempat belajar anak-anak adalah orang tua yang memilki kesibukan ekstra misalnya saja PNS, Wirausaha kantoran yang pergi pagi pulang malam, dan pekerjaan kelas menengah dan tinggi di masyarakat.
Sejalan dengan pergesaran waktu, pergerakan rotasi bumi maka orang tua yang tukang kebun, tukang cuci rumah tangga malah seperti terikut-ikut menitipkan anaknya di penitipan Anak-anak. Sebuah tren yang di ikuti oleh orang tua yang tidak memahami eksistensi dari penitipan tersebut.
Fakta lain saat ini berita yang di muat di koran, radio, dan televisi serta media sosial bahwa kejahatan terhadap anak seperti pedofilia, pencabulan terhadap anak, kekerasan terhadap anak adalah permasalah yang hampir setiap hari menghiasi kabar duka di tanah air. Seperti berita akhir-akhir ini seorang anak tiga tahun yang meninggal di rumah orang tua asuhnya di kecamatan Siantar Timur yang di duga akibat dari kekerasan terhadap ana (Analisadaily/29-03-2017).
Peran dari pendidikan formal dan non formal yang dominan meninggalkan satu pendidikan yang sangat penting bagi berlangsungnya pendidikan anak yaitu pendidikan Informal atau pendidikan keluarga. Sebab-sebab di atas sudah dipaparkan betapa mirisnya kehidupan anak ketika terlepas kendali dari orang tua. Pertanyaan-pertanyaan apakah penting kembali menggalakkan pendidikan informal bagi anak?. Cukupkan dengan mengandalkan pendidikan formal dan non formal dalam pendidikan anak?. Dimanakah peran orang tua sebagai guru perdana anak ketika memasuki dunia pendidikan?.
Kembalikan kesadaran orang tua
Instal ulang pola pikir orang tua terhadap pendidikan anak adalah program utama yang harus dilaksanakan jika ingin menjadikan pendidikan informal kembali bergaung maknanya. Membangun kedekatan orang tua dan anak sehingga memilki kekuatan batin yang satu bisa menghindari perlakuan kasar orang tua terhadap anak, menghindari tindak asusila orang tua terhadap anak, dan menjadikan anak memiliki rasa aman yang baik ketika berada di dekat orang tuanya.
Full day school harus dimanfaatkan orang tua sebagai cara agar setelah pulang dari sekolah anak menjadikan orang tua untuk tempat berbagi keluh kesah di sekolah dan menjadikan orang tua teman bermain setelah pulang dari sekolah. Budaya dongeng malam atau membacakan kisah-kisah penuh hikmah bisa digalakkan kembali oleh orang tua sebagai penghibur kejenuhan anak setelah seharian di sekolah atau kebiasaan lainnya yang mengakraban anak dengan orang tuanya.
Reintegrasi pendidikan informal
Memasukkan kembali atau menjayakan kembali pemikiran-pemikiran pendidikan informal orang tua dalam mendidik anak-anak adalah proses rumit yang harus dilakukan untuk saat ini. Peraturan pemerintah mengenai kebiri para pedofilia tidak mesti dilakukan jika pemerintah mampu menyadarkan keseharianorang tua dalam mendidik anak-anak mereka.
Cyber-cyber crime di dunia maya tidak perlu tiap hari mengintai pelaku-pelaku penjualan anak ketika orang tua bisa mendidik anak menjadi insan yang berani menjadi ‘Aku Kuat Aku Hebat’ atau penanaman keberanian anak terhadap apa pun yang dilaluinya. Kembali menggalakkan pendidikan informal menjadi pekerjaan rumah bagi akademisi yang menerapkan full day school, pemerintah penentu kebijakan, dan seluruh elemen masyarakat agar kembali mendidik anak dari awal dengan baik bukan malah memberikan pendidikan awal anak kepada pebantu rumah tangganya atau kepada tempat penitipan anak.***
Penulis adalah Penggiat Literasi bagi anak-anak jalanan di Amplas dan Lansia di Kampung KB