Tebingtinggi Menuju Pusat Perdagangan dan Jasa

Oleh: Chaidir Chandra.

­DALAM dokumen Rencana Pem­ba­ngunan Jangka Menengah Nasional (RP­JMN) Tahun 2015-2019  disebutkan,  Pela­buhan Kuala Tanjung di Kabupaten Batubara merupakan Kawasan Strategis Nasional (KSN). Lokasi KSN Kuala Tanjung akan dijadikan sebagai pelabuhan Hub Inter­nasional pada wilayah Pantai Timur Su­matera dengan jarak relatif dekat dengan Kota Tebingtinggi, jaraknya berkisar 25 kilometer.

Dalam RPJMN yang sudah memasuki tahun ketiga pemerintahan sekarang, juga disebutkan kawasan perkebunan Sei Se­mang­ke di Kabupaten Simalungun adalah sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) dalam Master Plan Percepatan Pemba­ngunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) dengan jarak berkisar 45 km dari Kota Tebingtinggi.

Selanjutnya, tidak lama lagi dan diper­­kirakan tahun ini juga jalan tol Kuala Namu- Tebingtinggi akan diresmikan pema­kaian­nya sebagai bagian tol trans Sumatera. Be­gitu juga  akan dilanjutkan dengan pem­bangunan tol Tebingtinggi-Kisaran dan pembangunan tol Tebingtinggi- Parapat sebagai Kawasan Strategis Destinasi Wisata Nasional.

Dalam dokumen RPJMN Tahun 2015-2019 disebutkan, terdapat 21 Kota Otonom Sedang di seluruh Indonesia yang akan dilakukan optimalisasi perannya termasuk Kota Tebingtinggi. Dari 21 Kota Otonom Sedang dimaksud, 6 di antaranya berada di Sumatera, di antaranya Kota Banda Aceh, Dumai, Bukit Tinggi, Prabumulih, Lubuk Linggau dan satu-satunya di Provinsi Sumatera Utara, Kota Tebingtinggi.

Dari program kebijakan pembangunan Nasional dimaksud,  KSN Kuala Tanjung, KEK Sei Mangke, pembangunan jalan tol, dan optimalisasi peran Kota Otonom Sedang menjadikan posisi Kota Tebingtinggi semakin  strategis.

Selama ini letak geografis Kota Te­bingtinggi dikenal juga sebagai titik simpul transportasi darat untuk logistik dan orang/penumpang dari Medan sebagai ibukota Provinsi Sumatera Utara menuju lintas timur dan lintas tengah Sumatera serta demikian pula sebaliknya.

Pusat perdagangan

Letak strategis Kota Tebingtinggi yang dikenal sebagai kota jasa dan perdagangan,  kiranya  dapat dimanfaatkan sebagai peluang dengan adanya kawasan yang menjadi kebijakan nasional. Jarak relatif dekat dengan Kota Tebingtinggi, bisa diman­faatkan untuk menampung tenaga kerja. Mengurangi angka pengangguran, me­ningkatkan pendapatan masyarakat.

Sebaliknya, Kota Tebingtinggi juga bisa menyediakan jasa pelayanan bagi kawasan sekitarnya. Seperti bidang pendidikan, kesehatan, perumahan, jasa keuangan, jasa perhotelan, pariwisata, kuliner dan jasa lainnya.

Kemudahan akses dari dan menuju Kota Tebingtinggi, kiranya mampu memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang dalam tiga tahun terakhir mengalami penurunan.  Menurut data BPS dalam buku Tebingtinggi dalam angka tahun 2016 lalu,  pertumbuhan ekonomi Kota Tebingtinggi tahun 2013  semula sebesar 6,01%. Kemu­dian,  tahun 2014 menjadi sebesar 5,45% dan Tahun 2015 menurun lagi menjadi sebesar 4.86%.

“Meskipun diakui tren penurunan per­tum­buhan ekonomi dialami secara Nasional, apabila    dilihat dari angka PDRB per kapita atas harga berlaku di Kota Tebingtinggi mengalami peningkatan. Dimana tahun 2013 sebesar 20.088.170,99,   kemudian meningkat di tahun 2014 menjadi 25.4­17.115,93 dan meningkat lagi tahun 2015  sebesar 27.448.­573,98,”  ungkap Kepala Bappeda Kota Te­bing­ting­gi, Gul Bakhri Sire­gar, SIP, MSi.

Kenapa Kota Tebing­tinggi dijadikan sebagai kota jasa dan perdagangan?  Menurut Gul Bakhri, se­mua itu melihat posisi strategis Kota Tebingtinggi sebagai kota jasa dan per­dagangan. Hal ini sesuai dengan kebijakan yang direkomendasikan dalam berbagai kajian dan dis­kusi,   bagaimana mening­katkan peran Kota Tebing­tinggi. Secara gamblang­nya, bagaimana caranya untuk mendatangkan orang ke Tebingtinggi atau apa bidang usaha maupun aktivitas yang membuat orang berkunjung sehingga berdampak pada peningkatan investasi dan peningkatan pertumbuhan ekonomi.

Misalnya, selama ini untuk pelayanan bidang kesehatan, RSUD Dr H Kumpulan Pane sebagai  rumah sakit dengan type B. Rumah sakit ini merupakan pusat rujukan bagi pasien BPJS mencakup wilayah Kabupaten Asahan, Kota Tanjungbalai dan Kabupaten Batubara. Bahkan,   sudah banyak dimanfaatkan penduduk Kabupaten Serdang Bedagai. Rencana ke depan,  bagaimana melengkapi berbagai peralatan medis dan tenaga medisnya supaya me­ningkat menjadi type A. Pada akhirnya,  rumah sakit ini akan semakin banyak pasien yang memanfaatkannya  dan tidak hanya mencakup 4 wilayah itu.

Di bidang pendidikan, selama ini penduduk di daerah hinterland sudah memanfaatkan sarana pras­arana pendidikan di Kota Tebingtinggi. Mulai dari level Sekolah Dasar, Se­kolah Menengah dan Per­guruan Tinggi. Walaupun, masih sebatas Perguruan Tinggi Swasta (PTS). Se­mentara, pendidikan se­ting­kat Akademi telah ada milik Pemko Tebingtinggi yakni Akademi Kebidanan (Akbid) dan ada juga Ak­bid yang dikelola swasta. Sangat penting dan dibu­tuhkan ke depan, berdi­rinya Perguruan Tinggi Negeri (PTN) minimal setingkat Politeknik de­ngan proyeksi mencetak para intelektual dan calon tenaga kerja yang siap pakai mengisi lapangan kerja.

Bidang perdagangan, sarana prasarana pasar yang dikelola Pemko Tebingtinggi ada 5 lokasi.  Selain memberikan pelayanan kepada warga Tebingtinggi, juga sudah dimanfaatkan penduduk hinterland. Tapi, dia mengakui masih diperlukan peningkatan fasilitas menuju pasar modern. Demikian juga halnya dengan pasar swalayan, selama ini dikelola private   menjadi tempat berbelanja bagi penduduk dari kawasan hinterland.

Bidang jasa perbankan, terdapat sekitar 9 Bank Cabang dan 4 Unit Cabang Pem­bantu yang selama ini dimanfaatkan sebagai transaksi jasa perbankan bagi nasabah yang bukan hanya untuk penduduk Kota Te­bingtinggi.

Perdagangan hasil-hasil produksi perta­nian, Kota Tebingtinggi bukan wilayah per­tanian.  Tapi, lebih dikenal sebagai tempat pemasaran karet yakni pada industri pengo­lahan cumb rubber dengan skala ekspor yang bahan bakunya bukan hanya dari daerah sekitar bahkan berasal dari wilayah Tapanuli Bagian Selatan. Begitu juga dengan pe­masaran hasil bumi berupa kelapa sawit, coklat, kemiri dan pinang. Hasil produksi pertanian dimaksud dijual ke penampung/gudang yang ada di Kota Tebingtinggi.

Dalam transaksi perdagangan ini juga ada imbal baliknya, dimana para saudagar setelah menjualkan barangnya akan mem­beli/membawa berbagai kebutuhan seperti bahan material bangunan (semen, seng, batu bata, keramik, pipa dan lainnya). Bahan-bahan listrik, barang elektronik hingga kebutuhan rumah tangga seperti beras, makanan hasil produk home industri dan lainnya. Harga yang relatif berimbang de­ngan harga pasaran di Kota Medan, ini uang  menjadi alasan bagi pelaku pasar untuk mem­beli barang yang tersedia di Kota Tebingtinggi.

Kota MICE

Satu kebijakan program potensial untuk dikembangkan ke depan, dengan men­jadikan Kota Tebingtinggi sebagai Kota MICE (MICECity): Meeting, Insentive, Convention, Exhibition. Peluang untuk menjadikan Kota MICE ini,  disadari Walikota terpilih Ir H Umar Zunaidi Hasibuan, MM, yang disampaikan melalui pemaparan visi-misi ketika momen Pilkada beberapa waktu lalu.

Untuk beberapa sektor pembangunan, pencapaian menuju Kota MICE, sebagian diantaranya tinggal melanjutkan berbagai fasilitas yang sudah ada. Disamping itu, masih diperlukan pengembangan fasilitas lain yang belum optimal dan membangun sarana prasarana yang belum ada.

Kedepan yang dibutuhkan Kota Tebing­tinggi menuju Kota MICE diantaranya, perlu dibangun gedung pertemuan yang repre­sentatif berupa convention centre tempat dimana orang-orang yang terkait dengan akti­vitas KSN Kuala Tanjung dan KEK Sei Mang­ke serta dari kawasan sekitarnya untuk mela­kukan pertemuan-pertemuan, seperti seminar, kongres, lokakarya, rapat dan  workshop

Pertumbuhan ekonomi Kota Sedang di Indonesia turut menentukan pertumbuhan ekonomi secara Nasional, lebih besar kontribusinya jika dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi Kota Metropolitan. Perlu melakukan optimalisasi peran Kota Sedang seperti Tebingtinggi juga dipro­yeksikan untuk menekan laju perpindahan penduduk (urbanisasi) yang jika tidak dikontrol melalui pembangunan berba­gaifasilitas agar memenuhi Standar Pelaya­nan Perkotaan (SPP) menuju Kota Layak Huni maka diprediksi arus urbanisasi akan semakin meningkat dari tahun ke tahun.

Alternatif solusi yang disampaikan di atas merupakan harapan ideal yang dibutuhkan Kota Tebingtinggi dalam kurun waktu lima tahun kedepan, seiring dibutuhkannya dukungan dalam mewujudkan Kota MICE. Langkah awal, dalam mewujudkan Kota Tebingtinggi sebagai pusat pelayanan jasa dan perdagangan menuju Kota MICE telah dituangkan dalam Kajian Teknokratis RPJMD yang akan ditindaklanjuti dengan penyusunan RPJMD Tahun 2017-2021.

Demikian pula kajian tentang arah kebija­kan untuk masa depan Kota Tebing­tinggi, akan dielaborasi dalam blue print opti­malisasi perannya dalam mendukung Kebija­kan Pembangunan Nasional melalui pendam­pingan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Semoga semua ini bisa tercapai dan men­dapat dukungan dari Pemerintah Pusat.

()

Baca Juga

Rekomendasi