Oleh: Isnaini Kharisma.
KOTA Langsa merupakan salah satu kawasan otonom termuda di Provinsi Aceh. Secara geografis, wilayah kota ini mempunyai kedudukan strategis baik dari aspek ekonomi maupun sosial budaya. Memiliki potensi di bidang industri, perdagangan, dan pertanian, Kota Langsa berprospek baik bagi pemenuhan pasar di dalam maupun luar negeri.
Langsa berada sekitar 400 kilometer dari banda Aceh. Letaknya yang strategis di bagian timur Provinsi Aceh serta berbatas dengan Selat Malaka, menjadikan Kota Langsa kaya dengan pantai yang menawan. Salah satunya Pantai Kuala Geulumpang. Di kota ini, Syariat Islam ditegakkan.
Sebagai kota bersejarah, tentu Langsa memiliki kekhasan dan keunikan berbeda. Peradaban lama masyarakat setempat menyisakan Gedung Balee Juang di Jalan Jenderal Ahmad Yani Langsa. Karena arsitekturnya yang unik, gedung itu pun menjadi daya tarik untuk dikunjungi, dijadikan spot foto, dan kegiatan lainnya.
Gedung yang dibangun pada masa kolonial itu, selain sebagai saksi sejarah, juga khas dan artistik. "Balee Juang ini bernilai sejarah, yakni tentang heroiknya perjuangan para pemuda bangsa dalam merebut kemerdekaan dari kolonial Belanda. Bangunan bersejarah di jantung Kota Langsa ini, arsitekturnya bergaya khas Belanda,” kata arsitek, Dr Raflis Tanjung, ST MT IAI.
Bangunan yang ada sejak 1920 itu, sebelumnya bernama Het Kantoorgebouw Der Atjehsche Handel-Maatschappij Te Langsar. Gedung seperti itu hanya ada di Aceh, seperti di Kuta Raja dan di Kota Langsa. Tepat di depan gedung, ada kantor pos yang bercirikan sama.
Dominasi Putih
Menurut Raflis, kekhasan gedung bersejarah identik dengan cat putih. Kalau catnya mau diubah bisa saja, namun hanya dari sisi terkecil bangunan. Misalnya entraince-nya atau sedikit dikolaborasikan dengan gaya arsitektur modern, tanpa mengenyampingkan tampilan asli bangunannya.
Secara struktur, Gedung Balee Juang itu hampir sama dengan bangunan peninggalan Belanda lainnya. Penggunaan zat kapur sebagai perekat, menggantikan material semen. Sehingga saat perawatan, Khususnya mencat, harus benar-benar mengkaji bahan yang cocok untuk serat yang kasar.
Dominasi putih harus tetap dipertahankan, imbuhnya, sebagai ikon bangunan sejarah. Jika ada rencana untuk mengubah atau menambah strukturnya harus hati-hati, karena bangunan sejenis itu umumnya minim material besi atau cenderung menggunakan rolag batu sebagai penyalur gaya tekanannya. Makanya saat merenovasi, tidak boleh banyak getaran lateral karena bisa merubuhkan bangunan tersebut.
“Satu hal unik dari arsitektur bangunan Balee Juang itu, pondasinya belum atau tidak menggunakan tiang pancang. Pada dasar tiang bangunan lebih cenderung menggunakan pasir halus sebagai roll bukan sendi, hal ini untuk mengantisipasi getaran akibat gempa,” tandasnya.
Secara fasad bangunan, Balee Juang berlantai dua menjulang itu persis berada di persimpangan. Hal lazim pada arsitektur peninggalan kolonial, kerap dilengkapi balkon di bagian atas pintu masuknya. Juga ventilasi melengkung dan ventilasi simetris di atas pintu dan jendela, bahkan menyembul dari beberapa sisi atap gentingnya,
Penanda khas arsitektur pada bangunan peninggalan Belanda, juga ditandai dengan adanya batu antik sebagai pembatas balkon. Hal lainnya, yakni keberadaan kanopi pembatas pandangan di atas jendela dan pintu utama. Tidak ketinggalan, adanya banyak jendela pada setiap dinding ruangan, yang menjamin ketersediaan pasokan udara dalam ruangan.
Keutuhan bangunan bersejarah itu, disempurnakan pula dengan pagar besi berpilar beton yang mengelilingi lingkungan bangunan. Meski berpagar, namun tidak menghalangi mata untuk memandang sisi luar Balee Juang.