Bumiku Sayang, Bumiku Malang

Oleh: Darma Amirul.

Seiring berjalannya waktu, bumi se­bagai planet dimana tiga makh­luk hi­dup (manusia, hewan, tum­bu­han) ber­tem­pat tinggal terus me­nga­lami peruba­han. Sayangnya, peru­ba­han yang terjadi cen­derung lebih ter­lihat ke arah keru­sa­kan. Berbagai fak­tor menjadi penye­bab bumi kita ter­cinta ini rusak, mulai dari hal-hal kecil sampai pada hal yang besar. Bo­ros listrik misalnya, ke­bia­saan-ke­bia­­s­aan seperti menghi­dup­kan televisi atau komputer semala­man, charger te­le­pon genggam yang tidak dipakai na­mun masih terhubung ke arus listrik ke­mudian kita tinggalkan begitu saja, da­­pat memicu pemanasan global ka­rena semakin banyak pula energi yang dibutuhkan oleh pem­bang­kit listrik. Kemudian boros BBM (Ba­han Bakar Minyak), butuh waktu yang lama un­tuk bumi merehabilitasi sum­ber daya alam­nya, tetapi manusia de­ngan ce­patnya me­ngeruk sumber daya alam ter­sebut, aki­bat apa? Akibat se­ma­kin ba­nyak peng­guna bahan ba­kar mi­nyak setiap ha­rinya, adapun se­seorang yang berper­gian keluar rumah tanpa tujuan hanya se­kedar berjalan-jalan menggu­na­kan ken­daraan ber­mo­tor­nya, tanpa di­sadari ke­giatan se­perti itu hanya mem­­buang-buang bahan ba­kar mi­nyak, sementara bahan bakar minyak dipe­roleh dari perut bumi. Memang, kita sanggup untuk mem­­­ba­yar listrik mau­pun mengisi BBM, tapi itu bukan ber­­arti kita dapat boros dalam pema­kaian­nya. Masih banyak hal lain yang me­nye­babkan bumi ini se­ma­kin rusak yang sangat meng­kha­wa­tirkan dan meresah­kan keadaan bumi kini dan nanti.

Ada hal yang menarik membahas me­ngenai keadaan bumi, David Meade seorang peneliti sekaligus pe­nulis buku “Planet X: The 2017 Arrival” mengata­kan bahwa September atau Oktober 2017 planet bumi akan hancur, bukti-buktinya adalah intensi­tas gempa bumi yang terus beranjak naik, badai yang belakangan sering terjadi, adanya retakan di bawah permukaan bumi dan lubang yang dalam menunjukan bahwa planet ini akan segera hancur. Sebenar­nya sah-sah saja seseorang mempre­diksi, na­mun menurut saya perlu kita sa­dari bah­wa pada hakikatnya tidak ada satu­pun manusia yang tahu secara pas­ti ka­pan bumi ini akan hancur. Karena bukan hanya David Meade saja yang memprediksi bumi akan hancur, kasus se­belumnya mungkin kita sama-sama tahu tentang pre­diksi bumi akan han­cur pada tahun 2012, namun faktanya, bumi masih ada sampai saat ini. Se­be­nar­nya, bumi ini hanya perlu dirawat dan diperhati­kan oleh manusia sebagai makhluk yang berakal, bukan sibuk mem­pre­dik­si kapan bumi hancur atau asyik mem­­perdebatkan bumi ini datar atau bulat.

Bumiku Malang

Berbagai ulah manusia tidak bisa dibantah telah menyumbang kerusa­kan dibumi ini, contoh kecilnya saja se­perti asap kendaraan bermotor, atau po­lusi yang dihasilkan dari pabrik-pa­brik industri. Perusahaan pertam­ba­ngan juga ikut menyumbang kerusa­kan di­muka bumi terkhusus bumi Indo­nesia. Freeport contohnya, pada tang­­gal 8 Maret 2017, perwakilan suku Amung­me dan Kamoro mendatangi kantor Kementerian ESDM, pada per­te­­muan itu dikatakan oleh salah satu per­wakilan suku Kamoro bahwa Free­port mem­buang limbah secara semba­ra­ngan tanpa ada tempat penampu­ngan, limbah dialirkan begitu saja ke su­ngai, padahal di sana ada ikan dan lain-lainnya.

Kebakaran hutan yang terjadi di Riau beberapa tahun yang lalu juga me­rupakan contoh kerusakan bumi. Men­teri Ling­kungan Hidup dan Kehu­ta­nan mengatakan bahwa, luas lahan dan hutan yang terbakar di Riau pada tahun 2015 mencapai 174 ribu hektare. Bahkan kita sama-sama tahu asap dari ke­bakaran hutan tersebut “merantau” sampai ke negara te­tangga, bahkan Orangutan dan hewan lainnya menjadi kehilang­an habitat akibat peristiwa itu. Baru-baru ini, berita mengenai petani Kendeng yang melakukan aksi pe­nolakan pabrik semen juga telah meng­hebohkan sekaligus memicu rasa simpati publik, para petani me­nolak kehadiran pabrik semen untuk me­lakukan aktivitas penam­ba­ngan. Hal itu dikarenakan petani Ken­deng kha­watir aktivitas penam­ba­ngan akan meru­sak lingkungan dan juga dikha­wa­tirkan dapat meru­sak sumber air, yang mana selama ini air menjadi kebutuhan sehari-hari warga untuk bertani maupun un­tuk berternak.

Perubahan bumi dari tahun ke tahun banyak digambarkan di media-media, seperti Gletser Pedersen di Alaska yang telah mencair dan jelas perbedaannya dari musim panas tahun 1917 - musim panas 2005, Laut Aral yang semakin mengering sejak Agustus 2000 sampai Agustus 2014, Danau Powell yang juga mengering dan terlihat jelas perbedaan­nya semenjak Maret 1999 – Mei 2014, Hutan Rondonia di Brazil yang menggundul sejak Juni 1975 – Agustus 2009.

Jadi sebenarnya yang membuat bumi dikatakan malang itu bukanlah karena keadaannya yang telah berlubang besar dan dalam seperti hasil karya Freeport, atau karena kehilangan hutan akibat kebakaran yang terjadi di Riau, lebih jauh dari itu, bumi dikatakan malang karena masih ada ulah manusia yang serakah dan tidak peduli akan keberlang­sungan hidup di muka bumi, padahal ma­nusia adalah makhluk yang memim­pin di muka bumi yang diberikan akal dan pikiran oleh sang pencipta. Lalu, akibat ulah manusia yang serakah dan tidak peduli itu, makhluk hidup lainnya (hewan) telah kehilangan habitatnya, pohon-pohon pun ditebang secara ilegal. Bumi seperti dikepung habis-habisan oleh berbagai hal yang membuatnya se­makin rusak.

Bumiku Sayang

Dari banyaknya ulah manusia yang serakah dan tidak peduli dengan keadaan bumi, kita beruntung karena masih ba­nyak pula mereka yang prihatin dan pe­duli terhadap keadaan bumi demi ke­berlangsungan hidup setiap makhluk di muka bumi. Seperti Friends of The Earth yang banyak menjalani program me­ngenai kesehatan satwa, tumbuhan, ta­nah, air, dan berfokus pada usaha peng­urangan Global Warming. Kemudian Green­peace, organisasi yang berpusat di Amerika yang me­nentang keras peru­sakan lingkungan, terutama kerusakan akibat polusi. WWF (World Wildlife Fund), organisasi yang berkantor pusat di Swiss dengan logo panda ini bergerak mendorong pelestarian global, WWF juga menangani masalah spesies yang terancam punah, pencemaran akibat po­lusi, serta perubahan iklim.

Di Indonesia sendiri juga terdapat organisasi dan gerakan-gerakan yang bertujuan melindungi bumi. Sobat Bumi salah satunya, organisasi yang merupa­kan tempat bagi anak muda untuk me­lakukan kegiatan yang inovatif dan ber­kelanjutan dalam melindungi bumi, di dalamnya anak muda ditempah agar me­miliki kesadaran dan kecintaan yang lebih terhadap bumi. Lalu, terdapat ke­giatan melindungi bumi lainnya yang dilakukan oleh komunitas yang bernama Bike To Work, komunitas ini peduli akan masalah lingkungan terutama ke­ter­sediaan udara bersih di perkotaan dengan cara bersepeda sebagai alat trans­portasi dalam menjalankan aktivitas sehari-hari. Komunitas lainnya ialah Greenlifestyle, komunitas ini menjadi wadah bagi masyarakat untuk berdiskusi mengenai hal-hal yang bisa dilakukan dalam menerapkan gaya hidup yang ramah lingkungan. Kegiatan perlin­du­ngan bumi lainnya yang tidak asing di­telinga warga Medan ialah Toba Go Green, kegiatan yang dilakukan adalah menanam pohon yang bertujuan untuk penghijauan, serta perlindungan terha­dap satwa, dan masih banyak lagi man­faatnya.

Dari berbagai kegiatan yang dilaku­kan organisasi maupun komunitas yang bertujuan untuk melindungi bumi sangat perlu untuk diapresiasi. Bahkan lebih dari itu, kita dapat ikut serta jika memang memiliki kepedulian terhadap keadaan bumi. Tetapi, bentuk kepedulian itu bu­kan hanya dengan cara mengikuti orga­nisasi maupun komunitas pecinta bumi, kebiasaan-kebiasaan kita sehari-hari se­bagai hal yang praktis juga dapat berpe­ran dalam melindungi bumi. Seperti hemat menggunakan listrik, mengguna­kan kendaraan bermotor hanya untuk hal-hal yang penting, tidak membuang sampah sem­barangan. Jadi, kepedulian kita akan keadaan bumi saat ini, me­nunjukan apakah kita seseorang yang visioner atau tidak, karena perlu kita sa­dari masih akan ada yang hidup di bumi ini walaupun kita sudah meninggal dunia. ***

Penulis adalah Mahasiswa (Ilmu Kesejahteraan Sosial) di Universitas Sumatera Utara.

()

Baca Juga

Rekomendasi