Dari ‘Kepiting Jepit’ Sampai ‘Anjing Kencing’

Oleh: J Anto.

SUATU malam di tahun 2010, telepon genggam di tangan Mimie berdering. Telepon dari Tiongkok. Suara si penelpon, Surya Dharma, Sekretaris PSKI terdengar jelas: "Mimie pemainmu ada yang jatuh, tangannya patah waktu berlatih salto di kamar, dia nggak bisa main dan harus dioperasi."

Tak hanya kaget, Mimie pun geleng-geleng kepala mendengar kabar tersebut. Ia kenal benar pemain tersebut. Namanya Asiong, usianya saat itu 16 tahun. Bertanding di kejuaraan internasional merupakan pengalaman pertama mereka. Juga bagi tim kenchi Indonesia yang waktu itu diwakili Malaka Kenchi Club.

Insiden terjadi sehari sebelum pertandingan dimulai. Saat itu tim kenchi Indonesia baru usai melihat tim India berlatih. Sesampai di kamar tempat atlet  menginap, Asiong langsung berlatih sendiri. Ia meniru gerakan seorang pemain penyerang India. Apa  yang ditiru?

"Melakukan salto, tapi karena belum pernah melakukan, akibatnya saat meniru berlatih salto, ia jatuh dan tangannya cedera," tutur Willy, pemain senior di Malaka Kenchi Klub yang saat itu juga ikut dalam kontingen.

Cerita itu menggambarkan olahraga kenchi di Indonesia memang masih butuh banyak perhatian serius. Harap tahu untuk nomor gaya bebas (free style), memang ada 9 jurus atau gerakan. Misalnya flying dragon kick atau salto, snack kick (smes) dengan menggunakan tapak  kaki sembari terbang dekat net, snake cover pass, dsb. Semua jurus itu, saat itu masih cukup ‘asing’ bagi kontingen kenchi Indonesia. Memang di tanah air sudah dipelajari, tapi masih secara otodidak, terutama lewat youtube.

Momen mengikuti turnamen di luar negeri pun tak mereka sia-siakan.  “Kami minta bimbingan dari sejumlah pemain asing, terutama dari Tiongkok, Vietnam, Hongaria,” tutur Willy.

Umumnya klub-klub kenchi di tanah air saat itu tidak punya pelatih. Sampai tahun 2008, gaya permainan di klub-klub kenchi masih sama seperti yang diajarkan para pemain senior atau veteran, yakni gaya  tendang atau push. Belum ada gerakan salto atau pijak.

Selain kebutuhan akan pelatih profesional, masalah lain  yang tak kalah penting adalah rekrutmen pemain muda. Maklum, gaya yang dipertandingkan pada turnamen internasional adalah gaya bebas dan akrobatik. Gaya tendang, yang dimainkan atlet senior baru diper­tandingkan untuk tingkat Asia. Bahkan kadang hanya turnamen di Tiongkok.

Sementara surplus pemain kenchi di Indonesia justru ada pada gaya tendang dan minus gaya bebas. Ke depan, menurut Eddy Tukimin, PSKI berencana mem­promosikan kenchi ke sejumlah sekolah. Ada juga jalan pintas lain yang ditempuh. Menurut Mimie, merekrut atlet sepak takraw bisa jadi alternatif lain. Soalnya gerakan salto pada kenchi sama persis dengan sepak takraw. Masalahnya, apakah klub bisa menjamin masa depan pemain?

Cari Keringat

Soal surplus pemain kenchi senior diakui banyak pihak. Tak sedikit pemain kenchi senior berlatih hanya untuk mendapat  keringat atau menjaga kebugaran. Ng Koen Kiaw (63), sering dipanggil nenek karena memang sudah dikaruniai 6 orang cucu, sudah bermain kenchi sejak 2008. Sejak muda ia memang penyuka olahraga. Tenis meja, tenis lapangan ia tekuni, tak terkecuali kenchi.

Sampai saat ini misalnya ia masih bermain tenis sekaligus kenchi. Selain untuk menjaga agar tubuhnya tetap bugar, olahraga juga jadi sarana sosialita.

"Nenek  ini dikenal punya gaya tendangan gaya an­jing kencing," ujar Darsin dari POG sembari terkekeh. Gaya anjing kencing yang dimaksud adalah menyepak dengan cara memutar ujung  kaki ke depan. Persis seperti saat pemain melakukan backhand, bedanya menggunakan ujung kaki, bukan tangan.

"Dulu waktu masih muda, saya takut kalau Darsin main di depan, karena Darsin dikenal punya gaya kepiting jepit. Tapi sekarang Darsin sudah tua, gerakan kepiting jepitnya sudah lemah," timpal  Ng Koen Kiaw sembari terkekeh pula. Gaya kepiting jepit adalah menyepak bola dengan dinding kaki kiri maupun kanan.

Begitulah, bagi pemain senior dan veteran, bermain kenchi gaya tendang, selain untuk menjaga kebugaran fisik, juga media untuk bercanda ria. Walau begitu, ada juga klub kenchi yang serius mengembangkan gaya tendang. Salah satunya Red Star Kenchi Club (RSCK). Semula klub ini Cemara Asri Kenchi Klub, namun setelah tempat berlatih pindah ke Jalan Perwira, berubah jadi RSCK.

“Kenapa disebut bintang merah? Karena di RSCK memang banyak bintang kenchi untuk pemain laki-laki maupun perempuan,” ujar Ketua RSKC, Handi Halim (50). Pada turnamen KSKI 2016, RSCK tampil  sebagai juara untuk nomor putra dan putri senior.

Hendi mengakui, kenchi baru populer di kalangan komunitas terbatas.

Terutama kenchi yang untuk prestasi. KONI, induk organisasi olahraga nasional, juga belum mengakui sebagai salah satu cabang olahraga nasional. Namun hal itu tak membuat klub-klub kenchi kecil hati. “Kita harus tetap semangat sembari melakukan berbagai pembenahan,” ujar Handi.

()

Baca Juga

Rekomendasi