Oleh: Bhikkhu Thitavamso Thera.
Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammasambuddhassa
Dalam setiap tradisi berbagai suku diindonesia ini sering kita melihat adanya tradisi mengunjungi orang-orang dari keluarganya yang telah meninggal baik dipemakaman maupun yang telah diperabukan, baik itu kakek, nenek, orang tua maupun sanak sudaranya yang sudah meninggal dengan waktu yang telah ditentukan dari para leluhur terdahulu, ia datang untuk membersihkan perkuburannya dan melakukan doa maupun persembahan dengan harapan agar mereka berbahagia dialamnya saat ini, bahkan dinegara-negara lain juga banyak kita ketahui yang memiliki tradisi serupa, begitu juga dengan masyarakat tiongkok sudah sejak lama mereka melakukan tradisi untuk mengunjungi sanak sudara yang telah meninggal dimana yang dikena dengan Ceng Beng yang berarti bersih dan terang, yang biasanya terjadi sekitar bulan maret-april setiap tahunnya, begitu juga dengan orang Indonesia yang memiliki tradisi leluhur dari tingkok hingga sampe saat ini masih tetap melaksanakannya.
Selama tidak merugikan diri sendiri maupun merugikan makhluk lain tradisi ini baik untuk dilaksanakan karena pada intinya tradisi ini mengajarkan kepada kita untuk memiliki bakti kepada para leluhur dan kedua orang tua walaupun mereka telah meninggalkan kita. Mengingat jasa-jasa mereka amat sangat besar kepada kita sebagai anak-anaknya. Dalam Sigalovada Sutta, kita bisa juga melihat begitu besarnya jasa orang tua kepada anak-anaknya. Mereka telah mencegah anaknya dari tindakan berbuat jahat, mendorong anaknya berbuat kebajikan, memberi anaknya pendidikan, mengajarkan anaknya keterampilan, dan menyerahkan warisan ketika saatnya tiba.
Maka dari itu tidak berlebihan kalau dalam Agguttara Nikhaya, Buddha mengumpamakan ayah dan ibu laksana dewa, dewa tingkat tinggi, yaitu Brahma, dengan ungkapan, ”Brahmana ti matapitaro”. Dalam uraian ini, Beliau pun menjelaskan bahwa orang tua, ayah dan ibu sebagai Pubba-achariya, guru awal, guru pertama bagi anak-anaknya. Bahkan dalam bagian lain dalam Kitab Agguttara Nikhaya, Buddha menyatakan; ”Saya nyatakan bahwa ada dua orang yang tak pernah bisa dibalas jasa budi baiknya. Siapakah keduanya itu? Ayah dan Ibu, Walaupun seseorang menggendong ibunya di bahu kanan dan ayahnya di bahu kiri, dan saat melakukan ini ia hidup seratus tahun; jika ia melayani mereka dengan mengusapi mereka dengan minyak, memijat, memandikan, dan menguruti kaki dan tangan mereka, seandainya mereka buang air sekalipun, semua itu belumlah cukup yang dilakukan terhadap orang tuanya, dan ia belum membalas budi mereka. Seandainya seorang anak menempatkan orang tuanya sebagai raja cakkavati yang memiliki tujuh harta, belum cukup juga yang ia lakukan kepada orang tuanya, ia belum membalas budi mereka. Mengapa demikian? Ayah dan ibu sungguh berjasa terhadap anak-anaknya: mereka mengandung, melahirkan, membesarkannya, memberinya makan, dan menunjukkan dunia kepada anak-anaknya”.
”Namun, seseorang yang mendorong orang tuanya yang tidak punya keyakinan kebenaran, menempatkan dan mengukuhkan mereka dalam keyakinan yang benar, seseorang yang mendorong orang tuanya yang tidak bermoral, menempatkan dan mengukuhkan mereka dalam kemoralan, seseorang yang mendorong orang tuanya yang kikir, menempatkan dan mengukuhkan mereka dalam kedermawanan, seseorang yang mendorong orang tuanya yang tersesat dalam kegelapan batin, menempatkan dan mengukuhkan mereka dalam kebijaksanaan. Anak seperti ini telah melakukan yang cukup bagi orang tuanya, ia telah membalas budi mereka dan lebih dari membalas budi terhadap apa yang dilakukan orang tua kepadanya”.
Jika seorang anak melakukan kebaikan ini maka ia juga akan merasakan kebahagiaan, karena buddha menyetarakan berlaku baik terhadap orang tua sama dengan berlaku baik terhadap para Arya (orang suci), sesuai apa yang telah Buddha sabdakan dalam Dhammapada Naga vagga 332: sukha matteyyata loke, atho petteyyata sukha, sukha samannata loke, atho brahmannata sukha. Berlaku baik terhadap ibu merupakan suatu kebahagiaan dalam dunia ini, berlaku baik terhadap ayah juga merupakan kabahagiaan, berlaku baik terhadap pertapa merupakan kebahagiaan didunia ini, berlaku baik terhadap para Arya juga merupakan kebahagiaan. Karena itu, berbahagialah kita sebagai anak yang masih memiliki orang tua, kita masih memiliki kesempatan untuk membalas jasa mereka. Tetapi bagi kita yang sudah ditinggal orang tua, tidak perlu bersedih, masih ada bakti yang dapat kita tunjukkan kepada mereka dengan berbuat kebajikan untuk dilimpahan jasanya kepada mereka (pattidana).
Sabbe satta bhavantu sukhitatta, semoga semua makhluk berbahagia.
Sadhu Sadhu Sadhu