Menghilangkan Budaya Korupsi

Oleh: Ramen Antonov Purba

KORUPSI sudah menggurita di Republik ini. Operasi tang­kap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap pejabat PT PAL menjadi bukti. Uang sebesar US$ 25 ribu diamankan KPK dari lokasi OTT. Pejabat ternyata be­lum jera. Hukuman berat yang diberikan belum ampuh untuk meminimalkan korupsi. Banyak­nya lembaga-lembaga yang dibentuk selain KPK untuk melakukan pengawasan terhadap korupsi, ternyata belum ampuh menghilangkan korupsi. Feno­mena ini menjadi sinyal serius bahwa pengungkapan kasus ko­rupsi belum berjalan efektif dan maksimal. Harus ada lang­kah yang lebih tegas, agar korupsi jangan terus dilakukan. Uang negara harus diselamatkan dari tangan-tangan yang tak bertanggung jawab. Uang negara harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Penegakan hukum yang lebih tegas harus dilakukan agar para pejabat takut untuk melakukan korupsi.

Selain KPK yang terbentuk di tahun 2003, ada juga tim yang dibentuk melalui program pemerintah. Namanya Satuan Tugas Sapu Bersih Pungutan Liar (Tim Saber Pungli), yang merupakan salah satu bagian kebijakan pemerintah dalam melaksanakan reformasi di bidang hukum. Tim Saber Pungli langsung dibentuk di daerah-daerah. Hebatnya, hasil tangkapan Tim Saber Pungli tak kalah dengan KPK. Berdasarkan infor­masi (SindoNews/27/3/2017), hasil tangkapan di Provinsi Jawa Barat (Jabar) saja ada 174 kasus. Di provinsi lain juga terjadi penang­kapan-penangkapan. Jika dicermati, Tim Saber Pungli di daerah umumnya melakukan penangkapan di sektor pendi­dikan, kantor instansi pemerintah, bahkan kepolisian. Semakin memperlihatkan bahwa korupsi sudah mengakar ke sendi-sen­di terkecil. Bagaimana negara ini mau maju, jika para koruptor masih terus menjajah. Korupsi menjadikan sulit untuk mewu­judkan kese­jah­teraan dan keadilan.

Fenomena korupsi harus terus dicegah agar jangan menjadi budaya. Mau dibawa kemana negara ini jika koruptor masih saja merajalela. Selama perilaku korup masih dianggap biasa, Indonesia akan semakin tertinggal. Selama masyarakat masih per­misif terhadap korupsi, sulit rasanya untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan. Indonesia akan semakin sulit bersaing dengan negara lain. Indonesia akan semakin jauh dari kemajuan dan keadilan. Rakyat jugalah yang akan menjadi korban, karena kesejahteraan dan kemakmuran yang sema­kin menjauh. Rakyat yang susah semakin susah. Kesenjangan akan semakin menganga lebar. Kelompok yang memiliki akses ekonomi akan semakin sejahtera, sedangkan yang tidak punya akses akan terus terpuruk. Presiden tak boleh abai dengan si­tuasi ini. Korupsi harus dihabisi dari negara tercinta.

Kepada KPK dan Tim Saber Pungli kita mengharapkan kinerja yang lebih serius dan tegas. Penumpasan korupsi harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Tebang pilih jangan dilakukan. Semua pihak sama nilainya di hadapan hukum. Triliunan rupiah dana masyarakat yang selama ini dimakan para koruptor, harus diselamatkan agar bisa dimanfaatkan untuk kesejahteraan masya­rakat. Contoh Kasus E-KTP, dima­na nominal korupsi Rp2,5 triliun (Media Indonesia/20/3/2017). Uang tersebut bisa dipakai untuk membangun infrastruktur ribuan sekolah yang tidak layak di seluruh Indonesia. Berapa anak putus sekolah yang akan terbantu. Berapa anak akan meningkat ilmu pengetahuannya, karena infrastruktur sekolah yang baik dan memadai. Dana tersebut dapat juga dipakai untuk menye­lamatkan ribuan bayi terhadap ancaman gizi bu­ruk. Indahnya Indonesia tanpa korupsi.

Jangan lemahkan lembaga

pemberantas korupsi

Ada saja upaya melemahkan lembaga pem­berantas korupsi. Revisi UU nomor 30/2002 tentang KPK merupakan salah satu con­tohnya. Banyak yang menilai, DPR merevisi UU KPK sebagai upaya pelemahan. Usulan menghilangkan wewenang KPK bertolak belakang dengan dasar pemikiran pendirian KPK, dimana KPK diharapkan bisa menjadi lembaga yang mam­pu bekerja secara efektif dan efisien. Kita tentu bertanya apa tujuan DPR. Mengapa upaya melakukan revisi terus dila­ku­kan. Semoga upaya ini bukan bertujuan untuk mengaman­kan ang­gota DPR yang melakukan korupsi. Terlebih KPK sedang serius mengungkap korupsi E-KTP.

Lembaga pemberantas korupsi seha­rusnya diperkuat. Idealnya kita mendukung segala upaya yang dilakukan dalam rangka menga­mankan uang rakyat. Seharusnya kita menjadi informan melaporkan siapa yang korupsi. Lembaga pemberan­tas korupsi seperti KPK harus didukung. Demikian juga Tim Saber Pungli. Semua lembaga ini harus ditopang. Kepentingan pekerjaan mereka untuk rakyat. Jika ada pihak-pihak yang berupaya memin­cangkan harus dihantam. KPK dan Tim Saber Pungli bukan cuma reskrim tindak pidana khusus, juga memi­liki tugas negara untuk menindak, mencegah, menuntut dan meram­pas barang-barang hasil korupsi. Sangat berdosa mereka yang sengaja melakukan upaya pelemahan, dengan tujuan melindungi kroni-kroni dan golongannya.

Merubah hukuman

Banyak yang mengatakan jika hukuman yang diberikan kepada koruptor ringan. Sementara aktivitas mereka selain merugikan negara, juga merugikan rakyat. Kita perha­tikan kasus korupsi Wisma Atlet, para ter­sangka dihukum 10-15 tahun penjara. Sementara kerugian negara triliunan rupiah. Korupsi Bank Century, dimana para ter­sangka dihukum sekian puluh tahun. Potensi melakukan korupsi kembali sangat besar. Harus ada upaya baru terkait dengan hukuman yang diberikan. Berdasarkan informasi (Kompas/9/12/2015), negara dunia memberikan hukuman beragam bagi para tersangka korupsi, seperti : 1) Tiongkok : Negara yang paling keras menindak pelaku korupsi. Siapapun yang terbukti melakukan korupsi lebih dari Rp 214 juta, bisa dipidana hukuman mati. Tahun 2014 ada 55 tindakan hukuman mati yang dilakukan di Tiongkok; 2) Singapura : Hukuman mati bagi koruptor berlaku di Singapura. Hukum di Singapura sangat tegas terhadap pelaku korupsi. Pada kurun 1994-1999, hukuman mati diberi­kan pada lebih dari seribu orang; 3) Malaysia : Jika pejabat di Malaysia terbukti korupsi, maka hukumannya adalah hukum gantung.

Memperhatikan negara-negara tersebut, hukuman di In­donesia cenderung sangat ringan. Ini dapat menjadi gambaran kepada pemerintah kedepan. Ada baiknya hukuman benar-benar diberlakukan untuk menim­bulkan efek jera. Memang akan bertentangan dengan Hak Asasi, tetapi akan lebih ber­tentangan lagi jika koruptor terus melakukan aksi tak tahu ma­lu­nya. Koruptor harus diberi rasa takut, yang benar-benar me­na­kutkan. Rakyatlah yang harus disejahterakan dan dimakmur­kan. Kita berharap akan ada perubahan demi menimbulkan efek jera. Untuk Indonesia yang bersih dari korupsi. Untuk Indonesia yang semakin baik dan bermartabat. ***

* Penulis Pengajar di Politeknik Unggul LP3M Medan

()

Baca Juga

Rekomendasi