Iringi Usaha dengan Doa

HIDUP itu harus adalah berusaha, tetapi tidak berhenti di situ karena harus diiringi dengan doa. Usaha saja tanpa berdoa, itu namanya sombong. Berdoa saja tanpa usaha itu namanya mimpi. Keduanya harus berjalan harmonis, seperti langkah dua kaki antara kanan dan kiri. Keduanya tidak boleh saling iri. Jika kaki kanan di depan, maka kaki kiri harus rela berada di belakang, begitu "juga sebaliknya.

Usaha adalah bentuk keinginan untuk mencapai apa yang diharapkan. Semen­tara doa adalah permohonan agar usaha yang dikerjakan berjalan dengan baik kepada yang sesuatu Yang Maha Pengatur yaitu Allah,

Banyak orang yang kadang lupa kepada dua hal ini. la ingin mendapatkan sesuatu materi, tetapi lupa berusaha. Hanya berdoa saja, Sementara orang yang mencari materi tanpa dibarengi dengan doa, akhirnya menganggap dirinyalah yang menghasilkan apa yang selama ini didapatkan, sehingga muncul rasa sombong.

Setiap muslim selayaknyalah menem­patkan dua hal ini dalam porsi yang sama. Ketika berusaha harus selalu dibarengi dengan doa. Dan ketika usaha berhasil juga harus diiringi dengan rasa syukur kepada Allah. Namun jika tidak berhasil maka lakukan usaha kembali dan berdoa agar usaha yang kedua ini mendapat ridho dari Allah.

Banyak kita melihat, orang ketika berusaha sering berdoa, memohon agar usaha yang ia kerjakan berkembang. Na­mun setelah usahanya berkembang ia lupa. Bahkan ia tidak ingat lagi untuk berdoa.

Allah sering ditempatkan pada posisi ketika kita mengalami kesusahan, musibah dan bencana. Tetapi jika kita dalam posisi merasa senang dan bahagia, banyak orang yang tidak lagi memohon petunjuk kepada Allah.

Untuk itu, apapun yang kita kerjakan dan hasilnya apakah sesuai dengan yang diharapkan atau tidak semuanya dipu­langkan kepada Allah. Karena Ialah yang Maha Pemberi. Jika kita sudah berusaha keras, dan belum mendapatkan apa yang dicita-citakan selama ini, bukan berarti Allah tidak sayang kepada kita. Boleh jadi, kalau kita mendapatkan apa yang selama ini kita impikan maka akan lupa diri. Dan disinilah rasa sayang Allah kepada orang-orang yang seperti ini, sehingga Ia menangguhkan apa yang diinginkan seseorang lewat doanya. Lalu kapan ia akan menerima hasil dari doa-doa yang selama ini ia mohonkan? Boleh jadi di dunia ia tidak mendapatkan materi yang selama ini diidamkannya, tetapi diakhirat ia mendapatkannya.

Dalam sejarah, di masa Rasulullah- ini kisah sering diceritakan para dai pada setiap kesempatan - ada seorang sahabat yang mulanya tekun beribadah. Sampai-sampai keningnya tebal bagai lutut onta akibat gemarnya ia bersujud. Namanya Tsa'labah bin Hatif Al-Anshari.

la selalu keluar masjid lebih awal, tentu saja hal ini menjadi pertanyaan para sahabat begitu juga dengan Rasulullah, suatu kali Rasulullah bertanya kepa­danya,"Kenapa usai Salat Maghrib engkau tergesa-gesa pulang, seperti perbuatan orang munafik?"

Maka Tsa'labah menceritakan hal ihwahiya, "Begini ya Rasul, istriku di rumah sedang menungguku."

Merasa kurang paham dengan jawaban tersebut, Rasul bertanya lagi,"Menung­gumu untuk apa Tsa'labah?"

'Istriku menunggu sarung yang kupakai ini untuk salat."

"Memangnya kenapa?"

"Kami hanya memiliki satu sarung, ya Rasul, karena itulah setiap aku salat di masjid bersamamu, istriku menunggu giliran di rumah untuk salat,"demikian keterangan Tsa'labah.

Dalam dialog ini dapat kita rasakan bagaimana miskinnya Tsa'labah, karena sepotong kain harus dibagi dengan istrinya.

Singkat cerita, akhirnya ia memohon kepada Rasul untuk memohonkan doa kepada Allah agar mereka diberi rejeki yang banyak.

Maka Rasul pun mendoakannya, "Allahummarzuq tsa'labah niaalan" (Ya Allah berilah Tsa'labah harta benda).

Akhirnya Tsa'labah menjadi orang kaya. Namun lama kelamaan ia lupa ke­pada Allah karena sibuk mengurusi harta­nya tersebut. Bahkan dulunya ketika da­lam ketiadaan ia selalu khusu' mengha­dap Allah, tetapi sekarang ia lebih khusu' meng­hitung-hitung harta yang ia dapat­kan.

Tsa'labah akhirnya menjadi orang yang kufur hanya gara-gara ia tidak mampu menjadikan dirinya sebagai hamba Allah seperti ia miskin dahulu. Sekarang ia sudah menjadi hamba harta.

Oleh karena itu, kalaupun kita ber­keinginan untuk menjadi orang kaya. Tidak ada salahnya berniat demikian, karena memang kita disuruh untuk berusaha. Tetapi jika usaha kita berhasil, jangan sampai diperbudak dengannya. Tetapi jadikanlah harta tersebut cobaan, dan selalulah bersyukur dengan mem­bersihkan harta yang kita dapatkan itu lewat zakat, sedekah dan infaq. Karena dibalik usaha yang kita lakukan itu, ada hak-hak orang-orang kafir dan miskin. Maka berikanlah hak tersebut, karena bagaimanapun harta adalah titip dan harta tidak akan dibawa ke liang lahat.

()

Baca Juga

Rekomendasi