Sejarawan: Hari Jadi Kota Binjai Sesat

Binjai, (Analisa). Sejarawan Universitas Negeri Medan (Unimed), Dr phil Ich­wan Azhari menilai, hari jadi Kota Binjai yang diperingati pada 17 Mei setiap tahun dinilai  tidak re­levan. Menurutnya, 17 Mei 1872 se­bagai periode awal terbentuk­nya Kota Binjai yang bersamaan dengan peristiwa Perang Sunggal, justru ti­dak memiliki kaitan apapun.

“Bagi saya, hari jadi Kota Binjai itu se­sat,” katanya, saat menjadi narasum­ber di acara bedah buku berjudul Kilas S­e­jarah Perjuangan Pra dan Pasca Prok­la­masi Kemerde­kaan di Kota Binjai ka­ra­ngan HM Yunus Tampubolon, di Aula Gedung Balai Kota Bin­jai, Jumat (12/5).

Dipaparkannya, hari jadi Kota Bin­jai awalnya  dite­tapkan pada 27 Juni 1917 oleh Pemerintah Kolo­nial Hindia Be­­landa, me­nyu­sul ditetapkan­nya wi­layah itu sebagai “gementee” atau kota­praja.

Apalagi kemunculan Bin­jai sebagai se­buah kota yang memiliki sarana dan fasilitas publik, tidak lepas dari pesat­nya pertumbuhan industri per­kebunan di Sumatera Timur.

“Tidak bisa kita pungkiri, kalau Binjai itu identik seba­gai kota kolonial, se­hingga status gementee mulai 27 Juni 1917 merupakan hari jadi Kota Binjai yang asli,” terang­nya.

Namun  disayangkan, lanjutnya, pe­ne­­tapan hari jadi Kota Binjai justru ber­ubah menjadi 17 Mei 1872, me­nyusul ke­­luarnya Keputusan Dewan Perwakilan Rak­yat Daerah (DPRD) 1985.

“Saya kira, kuncinya itu ada Pemko Binjai. Kalau saja serius dan berani merumuskan hal itu, saya kira sejarah Kota Binjai tidak lagi rancu. Arti­nya, jangan hanya seminar tanpa ada kelanju­tan,” ucap­nya.

Terkait peluncuran buku berjudul “Ki­las Sejarah Per­juangan Pra dan Pasca Prok­­l­amasi Kemerdekaan di Kota Bin­jai” karangan HM Yunus Tampubo­lon, Ich­wan menga­ku, menyambut baik hal itu.

Sebab menurutnya, pem­buatan dan buku tentang se­jarah lokal maupun se­jarah kota di Sumatera Utara, masih men­jadi suatu hal yang  lang­ka.

Hanya saja Ichwan meni­lai, harus dila­kukan beberapa penyempurnaan, ter­uta­ma menyangkut periodisasi, serta pe­nye­suaian fakta dan data. Sehingga karya sejarah yang dihasilkan tidak hanya sebatas fragmen.

“Bagi saya, buku Kilas Se­jarah Per­juangan Pra dan Pasca Proklamasi Ke­mer­­dekaan di Kota Binjai ini sudah ba­gus, walaupun masih ada beberapa hal yang harus disempurnakan lagi,” ujarnya.

Secara khusus, lanjutnya, dia  ka­gum dan berterima kasih ke­pada Yunus selaku penu­lis, karena mampu menghasilkan ka­rya sejarah, meskipun me­mi­liki ke­terbatasan kemam­puan teknis dan fi­nan­sial,” timpal Ichwan.

Narasumber lainnya, Yopi Rahmat, me­nilai buku berju­dul “Kilas Sejarah Per­juangan Pra dan Pasca Proklamasi Ke­­merdekaan di Kota Binjai” karangan HM Yunus Tam­pubolon memiliki bebe­rapa sisi menarik.

Sebab dia menilai, meski buku itu ma­sih memiliki se­jumlah kekurangan, namun ada beberapa informasi baru dan menarik, yang coba di­sampaikan penulis.

“Satu hal yang menarik dan baru saya ke­tahui, di buku ini  ada diseritakan ten­­tang perjua­ngan Tengku Amir Ham­zah, untuk menjadikan Bahasa Melayu sebagai bahasa persa­tuan,” ungkap Yopi.

Walikota Binjai, HM Ida­ham, dalam pi­dato tertulisnya dibacakan Sekdako Bin­jai, M Mahfullah Pratama Daulay, me­nyambut baik acara bedah buku ber­judul Kilas Sejarah Perjuangan Pra dan Pasca Proklamasi Kemerdekaan di Kota Binjai karangan HM Yunus Tam­pu­bo­lon.

Sebab dia menganggap, pembuatan buku sejarah ten­tang Kota Binjai efektif da­lam menjamin peningkatan peng­e­ta­huan, pemahaman, dan wawasan ma­sya­rakat tentang sejarah daerahnya.

Dia berharapkan seluruh peserta dapat mem­berikan ma­sukan dan kritik bagi pe­­nulis, demi menjamin pe­nyem­purnaan dan relevanai karya sejarah yang diha­silkan.

“Jadikan nilai sejarah, se­bagai refleksi dan landasan dalam bersikap dan menen­tukan langkah membangun Kota Binjai di masa depan,” seru walikota.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pari­wisata Kota Binjai, Mukramah menyata­kan, be­dah buku berjudul “Kilas Se­jarah Perjuangan Pra dan Pas­ca Proklamasi Kemerdekaan di Kota Binjai” karangan HM Yunus Tampubo­lon, meru­pakan rangkaian kegiatan me­nyam­but peringa­tan hari jadi Kota Binjai ke-145.

Dalam hal ini, kegiatan itu melibatkan ra­tusan peserta dari unsur satuan kerja pe­­rangkat daerah (SKPD), para guru se­jarah, kalangan aka­demisi, budayawan, ko­muni­tas pemerhati sejarah, dan pe­lajar.

“Tujuan dilaksanakannya kegiatan ini, tidak lain untuk memotivasi masyarakat, ter­u­tama para kalangan akade­misi, pe­merhati sejarah, dan pelajar, agar mem­buat karya sejarah tentang Kota Binjai,” je­lasnya. (wa)

()

Baca Juga

Rekomendasi