Oleh: Khaddin.
Taman wisata bukit Goa Jepang tampak masih begitu familiar bagi masyarakat warga Lhokseumawe, Aceh Utara, dan sekitarnya. Sebab lokasi tersebut selain situs sejarah sekaligus menjadi sebuah lokasi objek wisata, yang masih sangat diminati warga untuk dikunjungi, terutama saat libur selain tempat wahana permainan lain.
Goa Jepang merupakan peninggalan penjajahan Jepang di tanah “Serambi Mekkah”. Goa Jepang itu sendiri dibangun pada 1942 melalui kerja paksa saat penjajahan Jepang di Aceh. Oleh Jepang, lubang perlindungan ini dijadikan sebagai lubang pemantauan saat itu. Goa ini juga tidak terhubung dengan goa lain di bukit ini. Lubang perlindungan tersebut sepertinya semata-mata untuk pertahanan dari serangan musuh.
Goa ini disebut-sebut menjadi benteng terakhir Jepang sebelum Soekarno mendeklarasikan Kemerdekaan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945.
Selain bukit itu, di Lhokseumawe juga terdapat beberapa bunker (lubang perlindungam) peninggalan Jepang di pesisir Desa Ujong Blang, Lhokseumawe. Sayangnya, bunker ini terabaikan begitu saja dan kini sudah seperti bukan situs sejarah.
Sekarang, lubang perlindungan yang oleh masyarakat setempat populer disebut sebagai Goa Jepang tersebut ramai dikunjungi. Bahkan, sudah sejak beberapa tahun terakhir. Warga yang singgah di Lhokseumawe terutama pada hari-hari libur kerap meluangkan waktu mengunjungi goa peninggalan penjajahan Jepang yang berada di atas bukit Desa Blang Panyang, Muara Satu, Kota Lhokseumawe. Letaknya di lahan seluas 20 hektare, sekitar tujuh kilometer arah barat pusat Kota Lhokseumawe.
Jejak sejarah penjajahan Jepang tersebut berada atas bukit dengan ketinggian 100 kaki dari permukaan laut. Tapi, sejak 2014 dan setelah rampung dipugar, pemerintah kota membuka lokasi ini sebagai objek wisata.
Infrastruktur penunjang untuk menarik kunjungan para wisata ke bukit tersebut pun tersedia seperti sarana teras pandang untuk pengunjung yang ingin menikmati semilir angin dan panorama lautan luas dari atas bukit, fasilitas mandi cuci kakus (MCK), tempat bersantai dan sarana pendukung lainnya yang desain arsitektur lanskapnya menyerupai sebuah taman tempat bersantai di atas bukit itu.
Dari atas bukit, kita juga dapat menikmati panorama alam senja yang datang, bersantai, berswafoto (selfie) seraya menikmati pemandangan laut Selat Malaka dengan riaknya yang tenang, areal perusahaan vital, wajah Lhokseumawe serta lalu lalang kendaraan dari jalan Medan-Banda Aceh, yang tak jauh dari kaki bukit ini.
Di atas bukit ada beberapa goa dengan panjang sekitar 50-60 meter. Warga yang datang kerap melepaskan rasa penasaran dan memilih berjalan-jalan ke dalam goa itu. Untuk masuk ke objek wisata ini, pengunjung hanya membayar tiket masuk Rp5 ribu.
Seorang pengunjung, Mulyadi, mengaku terkesan ketika mengunjungi objek wisata Goa Jepang ini karena selain dapat masuk ke dalam gua juga dapat menikmati pemandangan panorama alam yang bisa dilihat dari atas bukit tersebut.
Pengunjung di Goa Jepang datang berbagai kabupaten/kota di Aceh, seperti dari Aceh Utara, Bireuen, Aceh Tengah, Pidie, Aceh Barat, Langsa, dan warga yang singgah atau melintas di Lhokseumawe.
Mereka datang ke lokasi wisata ini bersama keluarga, sahabat dan saudara untuk melepaskan rasa penasaran terhadap keberadaan gua masa penjajahan Jepang di Aceh.
Kepala Dinas Perhubungan, Kebudayaan dan Pariwisata (Dishubbudpar) Kota Lhokseumawe, Ishak Rizal saat ditanyai Analisa pernah bercerita objek wisata Goa Jepang di Desa Blang Panyang mulai berdenyut dan ramai dikunjungi selain objek wisata andalan, seperti Masjid Islamic Center, waduk reservoir, pantai Ujong Blang dan waduk Jailikat.
Selain itu juga diprogramkan Lhokseumawe nantinya menjadi salah satu kota yang mengandalkan sektor pariwisata untuk meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Karenanya, perlu pengembangan wisata sehingga objek wisata yang dilihat adalah representatif dan layak untuk di kunjungi.
Hal ini, sebutnya, akan terus dikembangkan termasuk peningkatan sarana dan prasarana serta pembangunan fasilitas pendukung lainnya.
“Kami optimis sektor pariwisata akan maju dan berkembang mengingat kota Lhokseumawe adalah jalur transit. Walaupun tidak berkunjung melihat objek wisata, minimal pengunjung melewati, yang memberikan keuntungan bagi kita,” jelasnya.
Kini tidak sedikit warga yang sekadar mendengar cerita dan belum sempat berkunjung ke bukit Goa Jepang masih menyisakan rasa penasaran. Namun akankah Goa Jepang yang mulai dilirik itu benar-benar menjadi destinasi wisata kebanggaan Lhokseumawe?