Oleh: Jekson Pardomuan
“Saudara-saudara, janganlah kamu bersungut-sungut dan saling mempersalahkan, supaya kamu jangan dihukum. Sesungguhnya Hakim telah berdiri di ambang pintu.” (Yakobus 5 : 9)
SETIAP orang pasti pernah bersungut-sungut saat disuruh orangtua atau disuruh guru kelas mengerjakan tugas di rumah. Kebiasaan bersungut-sungut seringkali membuat kita jadi mudah marah, mudah menyerah dan cenderung tidak percaya diri. Bersungut-sungut sesungguhnya tak jauh berbeda dari upaya penolakan kita terhadap sesuatu hal. Apalagi bagi kita mungkin tidak masuk akal, tapi tetap juga diperintahkan.
Kebiasaan bersungut-sungut seringkali muncul pada orang-orang yang tidak memiliki penguasaan diri, kesabaran dan mudah marah. Dalam sebuah antrian yang sangat panjang, seorang ibu mengomel dan bersungut-sungut saat mengambil nomor antrian di depannya ada 15 orang sudah berdiri menunggu giliran. Si ibu yang berada di urutan ke-16 bersungut-sungut dan tidak sabar menunggu gilirannya.
Lalu, seorang petugas keamanan di gedung itu menegurnya agar tidak ribut dan mengganggu yang lain. Kalau mau dapat nomor antri kecil, sudah pasti harus datang lebih cepat. Kalau datang terlambat berarti harus siap menerima risikonya. Tak ada orang yang datang ke bank atau ke kantor pelayanan lainnya mau lama-lama. Semua orang mau cepat dan mudah saat mendapatkan pelayanan.
Dalam Filipi 2 : 14 – 15 dituliskan “Lakukanlah segala sesuatu dengan tidak bersungut-sungut dan berbantah-bantahan, supaya kamu tiada beraib dan tiada bernoda, sebagai anak-anak Allah yang tidak bercela di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya dan yang sesat ini, sehingga kamu bercahaya di antara mereka seperti bintang-bintang di dunia.”
Mendengar kata bersungut-sungut kita akan segera ingat bangsa Israel yang terkenal dengan sifat ini. Cerita tentang bersungut-sungut ini sudah ada juga di dalam Kitab Perjanjian Lama. Padahal mereka berjalan dalam lindungan Tuhan secara langsung, mengalami sendiri bagaimana Tuhan menyertai mereka secara nyata. Namun tetap saja ketika situasi menjadi sulit, mereka pun dengan mudah mengeluh.
Bersungut-sungut, bahkan mencari kambing hitam untuk pelampiasan. Dan Musa pun seringkali terkena getahnya. Salah satu contoh nyata mengenai sifat jelek bangsa Israel ini bisa kita lihat ketika mereka baru saja mengalami keajaiban Tuhan yang membelah Laut Teberau agar mereka bisa lepas dari kejaran Firaun dan bala tentaranya. Setelah melewati Laut Teberau, mereka pun masuk ke padang gurun dan selama tiga hari tidak mendapatkan air sama sekali. (Kejadian 15:22).
Mereka pun kemudian sampai ke Mara dan memperoleh air, tetapi ternyata airnya begitu pahit sehingga tidak bisa diminum. (ay 23). Dan ayat berikutnya dengan jelas menggambarkan kekesalan mereka. "Lalu bersungut-sungutlah bangsa itu kepada Musa, kata mereka: "Apakah yang akan kami minum?" (ay 24). Dari penggalan kecil kisah bangsa Israel ini kita bisa melihat penyebab orang bersungut-sungut. Mereka bersungut-sungut karena tidak mendapatkan apa yang diharapkan, ketika mendapat masalah dalam hidup, ketika merasa mendapat perlakuan tidak baik juga ketika ditimpa beban berat. Inilah yang seringkali menjadi penyebab kita bersungut-sungut.
Kebiasaan bersungut-sungut sangat sulit dihilangkan jika tidak dari lubuk hati yang paling dalam. Bersabar dalam segala hal adalah perintah Tuhan di dalam Alkitab. Jangan pernah bersungut-sungut lagi apabila hari ini kita mengalami kesulitan dalam banyak hal. Serahkan saja semuanya kepada Tuhan, dan Tuhan akan bertindak.
Mungkin sebagian dari antara kita akan berkata dan bersungut-sungut lagi. Sampai kapan Tuhan akan menjawab doaku? Sifat bersungut-sungut mampu merampas sukacita yang berasal dari Tuhan. Itu adalah sebuah sifat yang sama sekali tidak produktif dan hanya akan menambah masalah bagi diri kita saja. Oleh karena itu kita hendaknya bisa mencermati apa yang ditulis oleh Paulus mengenai kesabaran tanpa menjadi kehilangan kepecayaan dalam menanggung beban yang tengah kita alami hari ini.
Hati yang tidak terkendali dipenuhi oleh sungut-sungut atau keluh kesan akan mampu merusak masa depan kita. Ingatlah bahwa menjadi orang percaya bukan berarti akan aman dan nyaman setiap saat. Masalah pasti ada dan selalu datang tak terduga. Namun yang membedakan adalah kehadiran Tuhan bersama kita akan selalu membawa pengharapan. Sebagai orang percaya kita dituntut untuk terus meningkatkan iman kita agar jangan mudah mengeluh atau bersungut-sungut.
Sikap yang selalu bersungut-sungut bisa terjadi karena iman percaya kita kepada Allah mulai goyah, dimana yang kita pandang adalah persoalan yang kita hadapi dan bukan memandang kepada Allah, sebab orang yang memandang persoalan hidupnya itu berarti ia tidak akan mampu melihat kuasa Allah, karena pada akhirnya persoalan itu menjadi lebih besar dan menutupi hati dan pikiran kita sehingga kita tidak bisa berpikir dengan jernih dan menaruh semua pengharapan dalam tangan Tuhan.
Yesus mengatakan "Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari." (Matius 6:34). Masa susah akan selalu hadir dalam hidup kita, tetapi jangan sampai kita kecewa dan menjadi seperti bangsa Israel di jaman Musa dalam bersikap. Tuhan sendiri tidak menyukai sifat gampang bersungut-sungut seperti itu, karena itu artinya sama dengan tidak bersyukur atas segala yang telah Tuhan berikan kepada kita.
Mendekatkan diri pada Tuhan dan selalu berpedoman pada firman-Nya akan membawa kita ke dalam satu fase “suka bersyukur dan bersabar”. Firman Tuhan dalam Pengkhotbah 3:11 menuliskan “Ia membuat segala sesuatu indah pada waktunya, bahkan Ia memberikan kekekalan dalam hati mereka. Tetapi manusia tidak dapat menyelami pekerjaan yang dilakukan Allah dari awal sampai akhir.”
Kalau kita tetap diam dan terus mengucap syukur, sambil menantikan pertolongan Tuhan datang maka pengharapan itu tidak akan menjadi sia-sia, itulah kenapa firman Tuhan katakan mengucap syukurlah dalam segala hal. Dan yang terpenting lagi adalah jangan selalu bersungut-sungut ketika menghadapi sebuah persoalan. Amin.