Oleh: Fatimahhakki Salsabela, S.Psi
SUDAH pasti sakit itu tidak menyenangkan, baik bagi si sakit maupun anggota keluarganya sebab harus menjaga di rumah sakit. Hal ini membuktikan orang ingin sehat, maka tetaplah menjaga kesehatan, sebab lebih baik menjaga kesehatan dari pada mengobati penyakit.
Tidak enak terbaring di rumah sakit, begitu juga buat mereka yang menjaga pasien. Perasaan tidak enak karena rumah sakit bukan lingkungan yang nyaman bagi orang sehat.
Semakin tidak nyaman bila penyakit pasien yang dijaga semakin parah. Perasaan was-was sangat besar ketika pasien harus masuk ruang Intensif Care Unit (ICU) yakni ruang khusus merawat pasien dalam keadaan kritis. Ruangan ini digambarkan sebagai ruangan penuh stress, bagi bagi pasien maupun keluarganya, bahkan paramedis yang bekerja di ruangan tersebut.
Hal ini karena ICU tempat perawatan pasien kritis, memiliki resiko tinggi terjadi kegawatan yang harus cepat diantisipasi atau ditangani. Pasien di ruang ICU butuh dokter dan perawat yang terampil.
Menurut Hudak dan Gallo (1997), peningkatan pasien berpenyakit kritis, peningkatan teknologi yang makin kompleks, peningkatan populasi usia lanjut, dilema etik, tekanan biaya dan perubahan dalam sistem pemberian pelayanan termasuk keperawatan, merupakan masalah yang dihadapi perawat (paramedis) dan dokter. Seorang dokter dan perawat di ICU harus profesional, bertanggungjawab menjamin pasien kritis dan keluarganya mendapatkan pelayanan keperawatan yang optimal.
Proses keperawatan harus sistematis, perawat dan dokter harus cepat mengevaluasi masalah pasien maka paramedis harus memiliki keahlian meredam rasa takut pasien dan keluarganya. Bila tidak akan menimbulkan reaksi stres yang serius. Paramedis harus seimbang dalam memenuhi kebutuhan fisik dan emosional pasien dan keluarganya dalam lingkungan yang nyaman, tidak menimbulkan stress dan dehumanis.
Dukungan psikososial sangat dibutuhkan pasien dan keluarganya dari paramedis. Semua ini ada dalam manajemen perawatan pasien yang tepat. Hal ini berlaku buat semua pasien yang terbaring di rumah sakit, baik ketika berada di ruang Unit Gawat Darurat (UGD), di kamar rawat inap dan di ruang ICU.
Perawatan dan pelayanan yang baik, standar sangat membantu mengatasi penyakit yang diderita pasien dalam penyembuhan penyakit. Pasien dalam penanganan perawatan yang tidak baik, tidak standar akan memberikan efek negatif kepada pasien sebab dapat mempengaruhi kondisi pasien dari kondisi biasa menjadi kondisi kritis.
Pertimbangan ini harus diprioritaskan, diutamakan para dokter dan paramedis dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien yang dirawat di rumah sakit. Perawatan harus selalu mempertimbangkan aspek biologis, psikologis, sosiologis, spiritual secara komprehensif. Tegasnya asuhan keperawatan kepada pasien tidak hanya masalah patofisiologi tetapi juga masalah psikososial, lingkungan dan keluarga yang secara erat terkait dengan penyakit fisik pasien.
Bagian utama dari pelayanan
Kehadiran rumah sakit untuk menyembuhkan penyakit para pasien. Menyembuhkan penyakit tidak semata-mata masalah patofisiologi tetapi juga masalah psikososial. Terkadang masalah psikososial sangat menentukan kesembuhan para pasien di rumah sakit. Kesembuhan penyakit yang diderita pasien sangat ditentukan psikososial dari pasien itu sendiri maka konsep utama pelayanan di rumah sakit harus bersamaan dengan pelayanan patofisiologi dan pelayanan psikososial.
Konsep psikososial masih banyak yang belum maksimal melakukan di rumah sakit Indonesia, pada hal psikososial merupakan bagian utama dari pelayanan rumah sakit. Pengalaman pasien terhadap pelayanan psikososial sangat membantu penyembuhan penyakit pasien.
Sebaliknya pengalaman pasien yang belum mendapatkan pelayanan psikososial yang baik kerap sekali membuat penyakit yang diderita semakin serius, terkadang membuat pasien menjadi kritis.
Psikologi dari Bahasa Yunani kuno sama dengan psyche: jiwa, logos. Dalam arti bebas psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa atau mental.
Psikologi tidak mempelajari jiwa atau mental secara langsung karena sifatnya abstrak. Psikologi membatasi pada manifestasi dan ekspresi dari jiwa aau mental tersebut.
Hal ini sejalan dengan konsep World Health Organization (WHO) pada tahun 1948 yang mendefinisikan kesehatan adalah sebagai keadaan lengkap dari fisik, mental, sosial dan kesejahteraan, bukan hanya bebas dari penyakit atau kelemahan. Definisi kesehatan tidak sekedar penyakit maka kesehatan multidimensionalitas.
Kesehatan masuk masalah kesejahteraan sosial dalam konseptual individu sebab pada dasarnya manusia itu makhluk sosial.
Tegasnya kesehatan bukan hanya aspek fisik, biologi dan fisiologi saja tetapi masalah psikologi menjadi sangat penting buat para pasien yang terbaring di rumah sakit, begitu juga buat keluarga pasien.
Tidak bisa dibantah, ilmu psikologi tidak hanya menganalisis penyakit, tetapi juga masalah gangguan psikologis untuk kesembuhan para pasien di rumah sakit.
Sudah pasti pasien yang terbaring di rumah sakit mengharapkan kesembuhan. Rasa was-was mempengaruhi tingkat kecemasan pasien dan keluarga pasien yang dirawat di rumah sakit. Baik yang dirawat di kamar, dirawat di ruang ICU pasti memiliki kecemasan, apakah penyakit yang diderita bisa sembuh.
Kecemasan pasien dan keluarga pasien disebabkan kurangnya informasi dan komunikasi antara paramedis dengan pasien dan keluarga pasien.
Masalah kecemasan pasien dan keluarga pasien ketika dirawat di rumah sakit seharusnya mendapat perhatian serius sebab tidak dapat dipisahkan dengan kesembuhan pasien dari penyakit yang dideritanya. Kondisi yang tidak nyaman, standar di lingkungan rumah sakit menimbulkan masalah psikologis pasien yang bisa membuat penyakit diderita tidak sembuh dan sebaliknya bertambah buruk.
Sikap, perilaku paramedis yang tidak berimpati, tidak bersahabat seperti suara tawa, canda dan berdiskusi tentang penyakit pasien di depan pasien dan keluarganya menimbulkan stress. Sebaiknya semua sikap, perilaku kurang berimpati, pembicaraan dan tawa jangan terdengar pasien. Begitu juga dengan perilaku paramedis panik, bingung membuat pasien dan keluarga pasien stress.
Begitu juga dengan lingkungan rumah sakit yang tidak nyaman, mulai dari tempat tidur, lampu penerangan, suara-suara yang tidak nyaman membuat pasien stress. Ketidaknyamanan menambah kelelahan fisik dan psikis membuat penyakit semakin berjangkit. Kondisi pasien harus diperhatikan dengan sepenuh hati. Hal ini masih jarang dilakukan paramedis di rumah sakit di Indonesia. Hasil kajian penulis tentang memperhatikan pasien dengan sepenuh hati belum dilakukan dengan baik disebabkan banyak faktor dan faktor yang paling utama disebabkan masih terbatasnya jumlah paramedis, dokter dengan pasien.
Di samping itu disebabkan juga karena paramedis kurang memahami kerjanya secara sempurna. Kajian psikologis belum dilakukan sehingga paramedis cederung bekerja rutinitas bagaikan mesin, pada hal yang dihadapi bukan mesin akan tetapi manusia. Solusi yang harus dilakukan yakni menyeimbangkan jumlah paramedis, dokter dengan pasien di rumah sakit. Melengkapi sarana dan prasarana rumah sakit minimal pada tahap standar. Paling utama lagi mempersiapkan paramedis yang bekerja sepenuh hati dalam merawat pasien.
Kondisi ini penting sebab masih sedikit paramedis dan dokter pemula belum diberikan pemahaman psikologi orang sakit, para dokter pemula di rumah sakit masih banyak berperilaku tidak standar di depan pasien dan keluarganya. Hal ini bisa diminimalkan dengan memberikan pemahaman dan ilmu tentang penyembuhan penyakit yang diderita pasien dengan perawatan dan pengobatan sepenuh hati, yakni menghindari timbulnya stress bagi pasien dan keluarganya.
(Penulis pemerhati masalah psikologi masyarakat, alumni Fakultas Psikologi UMA)