Pelukis Kaca Toto Sunu

Oleh: Azmi TS. MELUKIS di atas permukaan yang licin misalnya kaca tidaklah mudah, selain proses berbeda pelakunya juga tak banyak. Menerakan cat di atas kaca memerlukan keterampilan khusus ditambah tingkat kesabaran yang tinggi. Pelukisnya juga harus bisa melakukan pewarnaan dengan proses terbalik, biasanya diawali dengan warna dasar cerah (lembut). Warna yang dipilihpun benar-benar cocok dengan efek kaca yang cenderung bisa berkilat atau terkadang meredup.

Selanjutnya pemolesan warna agak gelap, hingga sampai kepada tingkat intensitas yang akan membentuk gradasinya. Tanpa punya keahlian khusus belum tentu tercapai pembentukan ruang, ritme dan harmoni, terlebih lagi warna hanya sekali gores. Salah memilih warna tak akan bisa ditimpa atau diakali hanya bisa diulang dari semula lagi. Hanya pelukis yang benar-benar menguasai teknik dan karakter warna yang bisa mengkombinasikannya.

Pelukis kaca yang komunitasnya begitu melimpah tentu teringat kepada kota Cirebon sekitar tahun 1970, hingga 1980-an sempat booming. Daerah ini cukup potensial hampir selalu ada pelukis kaca dengan kreativitas tersendiri. Rata-rata kemahiran melukis di atas permukaan kaca adalah warisan turun temurun (bakat alamiah). Salah seorang pelukis yang punya keistimewaan dalam pengungkapan bentuk dan warna itu, adalah Sumbar Priyanto Sunu. Akar lukisan kaca Cirebon aslinya berupa kaligrafi, batikan dan wayangan.

Pria berbadan kurus kelahiran Purwokerto ini, kebetulan beristrikan wanita yang berdomisili di Cirebon. Karena keahliannya berkreasi di atas kaca dia pernah diundang ke Istana Negara pada era Soeharto.

Keistimewaan karya Toto Sunu panggilan akrabnya selain lukisannya agak berbeda dari pakem Cirebon, juga selalu dikemas dengan bingkai mewah. Hal ini dikarenakan masih ada hubungan kerabat dengan pengusaha bingkai terkenal “Johan Frame” di Jakarta.

Lukisan kaca memang tidak segempita senilukis yang umumnya di atas kanvas, namun apabila melihat karya Toto Sunu pasti mitos itu berubah. Sekilas tak ada bedanya lukisan kanvas, baik teknik warna atau figur-figur yang dijadikan objeknya. Dia berhasil menghadirkan suasana lain yang menganggap lukisan kaca seni tak berkelas tradisional (puritan). Ada nuansa cerita berlandaskan karikatur yang dekoratif. Terutama figur-figur itu dominan berbadan gendut dan berwajah serta mata agak bulat-bulat mirip karikatur.

Tentunya dalam khasanah seni kaca Cirebon gaya Toto Sunu agak mencengangkan dan menimbulkan suasana baru. Lukisan kaca Cirebon klasik selalu menampilkan simbol wayang dan pemandangan dekoratif, tapi belum beranjak dari pakem. Pemberontakan Toto Sunu ternyata berkah baginya sehingga karyanya sudah bertebaran di seluruh pelosok nusantara hingga Paman Sam (USA). Yang pasti walaupun lukisan kaca tidak booming (meledak) di pasaran, tapi Toto Sunu sudah berani mengatasi kepenatan berkarya.

Cara yang ditempuhnya itu bisa melanggengkan bertahannya lukisan kaca tetap bisa ada regerasinya. Masalahnya lukisan kaca akan selalu berhati-hati untuk meletakkan atau menempelkan ke dinding karena bahannya mudah pecah sekaligus berat. Kalau sudah jatuh akan berantakan semuanya jadi potongan kecil atau tidak utuh lagi. Jadi bagi penggemar lukisan kaca harus berpikir ulang, selain daya tahan kuat, tapi juga riskan dari insidentil (kejadian). Medium kaca yang dipakai tebalnya 0,55 mm dengan ukuran biasanya di atas 50 cm ke atas, tergantung objek yang akan dikarikaturalkan.

Karya lukisan yang banyak memparodikan rakyat awam misalnya berjudul “7 Gadis Pedang Bunga, 2010” dan “Panen, 2012”. Dia juga mensatire terhadap rakyat yang haus hiburan dalam lukisan “Mencari Hiburan, 2010”. Mengangkut kehangatan dalam keluarga terpapar jelas pada lukisan “Keluarga Bahagia, 2015”. Begitu pula tak lupa dia mengingatkan persoalan krusial jender (feminim) lewat lukisan “Wanita Karir, 2008”. Serta masih banyak sisi kehidupan masyarakat yang dipastikan akan pasti mengundang decak kagum dan tersenyum.

Pengalaman berpameran tunggal dan bersama yang pernah dilakoni yakni: Pameran Cirebon bersama pelukis Cirebon di Hotel Sahid Jaya Jakarta (1989). Pameran Tunggal di Mitra Budaya Jakarta (1990). Pameran Tunggal di Hotel Indonesia (1991). Pameran Lukisan Kaca Cirebon di Hotel Indonesia (23-30 Oktober 2000). Pameran Lukisan Kaca bersama dengan pelukis seluruh Indonesia di Bentara Budaya Jakarta (8-18 Juli 2004). Melukis dengan mata tertutup di Global TV dalam acara “Kaki Langit” (2005).

()

Baca Juga

Rekomendasi