Oleh: Kalvin Ginting Ns, M.Kes.
Perawat merupakan salah satu pekerjaan mulia karena sabar merawat pasien yang sakit. Tepat pada 12 Mei 2017 kemarin, semua perawat bersukacita memperingati Hari Perawat Sedunia. Karena peranan perawat yang begitu mulia untuk kepentingan masyarakat, International Council Of Nurses (ICN) sebagai konsil keperawatan internasional menetapkan tema “A Voice to Lead Achieving The SDG’s” dimana lebih menekankan pada peranan perawat pada Sustainable Development Goals (SDG’S).
Pertanyaannya, mengapa perawat harus terlibat dalam cita-cita global yang ada dalam SDG’s? Karena perawat memiliki peranan dalam memenuhi kebutuhan masyarakat di semua lini kehidupan. Perawat merupakan profesi yang memiliki peranan dalam meningkatkan kesehatan Individu ataupun masyarakat.
Florence Nightingle menjelaskan bahwa terdapat social determinan yang mempengaruhi kesehatan. Determinan tersebut seperti hygine dan nutrisi, pengaruh sosial ekonomi terhadap kesehatan lingkungan di rumah, pendidikan maupun sanitasi.
Konsep sosial determinan ini bukanlah konsep baru didalam dunia keperawatan. Perawat sebagai ambassador dan leader dalam hal ini juga memiliki perananan dalam meningkatkan derajat kesehatan dan juga memodifikasi serta melakukan advokasi kepada pemangku kebijakan akan faktor determinan yang mempengaruhi kesehatan tersebut.
Virginia Henderson sebagai salah satu tokoh keperawatan dimana mencetuskan keperawatan dilaksanakan secara holistik. Holistik ini diartikan bahwa dalam meningkatkan derajat kesehatan tidak hanya berfokus pada masalah fisik langsung yang dihadapi oleh klien, namun perlu diperhatikan pendekatan dan penyelesaian masalah secara komperhensif termasuk pemicu atau determinan dalam masalah kesehatan tersebut. SDG’s merupakan sebuah roadmap dalam visi meningkatnya derajat kesehatan, perdamaian maupun kesejahteraan dunia.
Perawat juga menjadi bagian dari tenaga kesehatan yang membantu orang agar tetap sehat. Karena setiap harinya mereka mau melayani pasien sakit dalam situasi apapun.Kesabarannya tidak pernah pudar menghadapi pasien berbagai sifat. Baik mulai dari menolong pasien penyakit ringan hingga penyakit berat.
Gaji masih rendah
Penghargaan dan apresiasi terhadap perawat di Indonesia masih sangat kurang, padahal perawat menjadi garis depan kualitas pelayanan kesehatan. Gaji perawat sangat tidak seimbang dengan pekerjaan melakukan asuhan keperawatan. Padahal pekerjaan perawat itu berat dan melelahkan, kadang satu perawat harus melayani pasien yang sangat banyak.
Kualitas pelayanan kesehatan adalah sistem dan tidak bisa dilakukan oleh hanya satu pihak saja. Seringkali keberhasilan pelayanan kesehatan hanya disangkutkan dengan keberhasilan satu profesi tenaga kesehatan saja padahal ada peran perawat di dalamnya, tapi tugas perawat ini kurang dihargai.
Tuntutan kepada perawat tidak hanya harus ramah dan baik kepada pasien, tetapi perawat juga harus memiliki kompetensi, keterampilan dan kemampuan yang baik dan untuk itu harus digali dengan sebuah riset.
Gaji perawat di Indonesia termasuk paling rendah se-ASEAN. Standar gaji di Indonesia masih kalah dengan Thailand yang menggaji perawatnya Rp 7 juta per bulan. Padahal biaya hidup di Thailand sama dengan di Indonesia.
Sekedar mengingat Gubernur Sumatera Utara (Gubsu) H T Erry Nuradi mengeluarkan Surat Keputusan penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) Sumatera Utara tahun 2017 sebesar Rp 1.961.354,69. Surat Keputusan Gubsu tetang UMP 2017 ditetapkan tanggal 28 Oktober 2016 tersebut menjadi acuan dalam penetapan Upah Minimum Kabupaten/kota tahun 2017. Namun Gaji Perawat di lapangan khusunya di Sumatera Utara masih ada di bawah satu juta rupiah per bulannya.
Harus digaji layak
Beberapa faktor yang melandasi kenapa Perawat sudah seharusnya dan selayaknya dibayar dengan gaji mahal:
1. Perawat adalah pekerja profesional sebagai professional. Perawat memiliki standar keilmuan yang harus dikuasainya baik itu secara teori maupun praktik.
Untuk itu, seorang Perawat memiliki tanggung jawab dan tanggung gugat yang jelas dikarenakan batasan keilmuannya yang jelas dibandingkan dengan tenaga kesehatan lainnya. Perawat dalam setiap aktifitasnya haruslah mampu dipertanggungjawabkan secara hukum. Perawat bekerja sesuai kualifikasi keimuan dan keterampilan yang dimilikinya dalam melakukan setiap asuhannya kepada klien.
2. Perawat terpapar penyakit dan resikonya ini adalah hal penting yang tak pernah dipertimbangkan oleh para stake holder terhadap penggajian Perawat. Resiko Perawat sangat tinggi terkena penyakit menular.
Yang harus bersama kita pahami adalah penularan penyakit tersebut bukan hanya melalui kontak langsung saja, namun juga bisa melalui udara atau alat yang telah digunakan oleh klien. Terpaparnya Perawat dengan berbagai kondisi ini menyebabkan Perawat sangat beresiko mengalami penyakit yang pasti tak pernah diaharapkannya sebelumnya. Hal ini bisa saja terjadi dikarenakan ketidak tahuannya dalam memperlakukan klien dengan penyakit tertentu atau memang Alat Pelindung Diri (APD) yang disediakan oleh sarana kesehatan temapatnya bekerja tak tersedia dengan baik. Sehingga perlindungan dirinya tak terproteksi secara baik.
3. Keluarga perawat beresiko tertular penyakit yang dibawanya dari rumah sakit. Dampak dari paparan tersebut, biasanya Perawat datang ke tempat kerjanya apakah itu klinik ataupun Rumah Sakit dengan menggunakan pakaian yang juga dipakainya ketika memberikan pelayanan.
Maka tak heran kalau kuman kuman yang menempel di tubuh dan pakaiannya juga akan terbawa ke rumah dan ditularkan kepada sanak saudara melalui belaian sayang yang diberikan ketika mereka bersua.
Infeksi nosokomial seperti ini sudah sangat lumrah terjadi dengan kondisi unit pelayanan kesehatan tempat Perawat bekerja yang tak menyediakan alat dekontaminasi dan pelindung diri yang memadai. Seharusnya Perawat ketika dari rumah menuju rumah sakit menggunakan pakaian yang berbeda dengan pakaian dinasnya. Namun bagaimana ini bisa terwujud, toh di layanan kesehatan biasanya tak tersedia petugas cuci pakaian khusus untuk tenaga kesehatan. Sehingga walaupun sudah berganti pakaian, pakaian yang digunakannya tetap saja akan dibawa pulang walaupun sudah dimasukkan kedalam kantongan.
4. Shift kerja perawat yang menguras tenaga. Perawat bekerja bisa dikatakan 24 jam walaupun menggunakan shift jaga. Kalau pagi atau sore mungkin bukanlah permasalahan besar bagi tenaga Keperawatan. Namun kalau sudah berbicara shift malam, ini adalah musibah besar bagi Perawat. Satu malam berjaga tanpa istirahat terutama diruangan Perawatan khusus membuat cukup banyak energy yang terkuras. Sebagai penggantinya seharusnya diiringi pula oleh asupan nutrisi yang adekuat. Namun pada kenyataannnya, secara umum tak ada baik barang maupun uang yang diberikan untuk menggantinkan energi ini. Perawat harus meninggalkan pasangan hidup dan anaknya dirumah selama satu malam penuh.
5. Jumlah tenaga perawat yang saat ini masih minim di unit unit pelayanan. Kalau kita tarik kepada perbandingan jumlah Perawat dengan klien, maka akan kita dapati jauh panggang dari api antara praktik dan teori yang pernah didapatkan selama berada dibangku perkuliahan.
Banyak teori yang berkembang tentang standar ini tergantung jumlah klien dan tingkat ketergantungan Klien terhadap Perawat. Semakin banyak dan semakin tinggi ketergantungan klien, maka jumlah Perawat yang dibutuhkan untuk melalukan pelayanan di unit unit tersebut juga akan semakin banyak. Sehingga seolah para pemilik ataupun direktur sebuah institusi pelayanan melakukan penghemaatan dengan menumpuk tugas beberapa orang Perawat kepada seorang Perawat yang bertugas disana. Sehingga seorang Perawat akan melakukan tugas tugas diluar batas kemampuan individunya
6. Perawat masih mengerjakan tugas diluar kewenangannya. Perawat itu adalah profesi yang serba bisa, namun ada satu hal yang tak bisa dilakukannya yaitu tugas utamanya sebagai seorang Perawat Professional. Fungsi layanannya kadang terabaikan dikarenakan tumpukan pekerjaan admiastratif yang harus diselesaikan atau tugas tugas diluar Keperawatan.
7. Perawat harus membayar pengasuh anak dan pembantu di rumah. Pekerjaan Perawat yang hampir menyita seluruh waktunya untuk melayani Kliennya secara baik membuat Perawat sangat terbatas waktunya untuk tinggal di rumah. Bayangkan saja kalau Perawat dibayar rendah bahkan mungkin lebih kecil gajinya dibanding Asisten Rumah Tangga atau Pengasuh anak, dari mana lagi dia bisa mendapatkan uang untuk membayar mereka ini?
Harapan
Disinilah pentingnya penelitian-penelitian tentang keperawatan atau yang dilakukan oleh perawat harus terus dikembangkan, sehingga perawat Indonesia memiliki kualifikasi yang sama dengan perawat-perawat di negara maju, sehingga sesuai dengan standar internasional sehingga diharhai dan diapresiasi dengan gaji yang layak.
Harapan kiranya pemerintah dapat memberikan sebuah kebijakan dengan menganggarkan insentif bagi perawat dan juga aturan agar rumah sakit swasta atau pelayanan kesehatan milik swasta juga melaksanakan hal yang dilakukan pemerintah. Dengan demikian perawat akan semakin profesional dan melayani dengan sepenuh hati.
Harapan kita juga tyerkait banyaknya masyarakat yang berobat ke luar negeri tidak akan terjadi lagi bila kualitas pelayanan kesehatan dan keterampilan perawat terus menerus dikembangkan. Semoga.***
Penulis adalah Dosen di STIKes Sumut dan Mahasiswa Pasca Sarjana Keperawatan Medikal Bedah USU.